Chapter 5
Langkah kakiku berderap cepat kembali masuk ke dalam Club. Mengabaikan tatapan mata penuh tanda tanya dari setiap orang yang kulewati. Sudah pasti mereka sempat mengetahui, kekacauan yang terjadi beberapa saat lalu. Karena ulah pria tak dikenal itu, membuatku harus menahan malu. Kau tau? menjadi pusat perhatian itu sangat menyebalkan. Dewi batinku merutuk.
Aku bersyukur, setidaknya pria - yang tidak aku tahu siapa namanya itu membiarkanku pergi. Entah apa yang akan terjadi jika dia benar-benar memaksaku pergi bersamanya. Mungkin hantaman vas bunga di pelipisnya, tidak cukup buruk. Seandainya pria itu berani macam-macam padaku.
Oke! Lupakan sejenak pria gila itu, Renesya. Jangan berpikir macam-macam, atau kau bisa saja terlibat masalah, jika berani melakukan hal nekat seperti yang ada dalam bayanganmu. Dewi batinku mengingatkan. Yang terpenting saat ini adalah menghampiri Marshal.
Aku cukup kewalahan melewati riuh manusia yang sibuk meliukkan tubuhnya di lantai dansa. "Singkirkan tangan kotormu Pak tua!" bentakku keras. Mataku menyalang tajam pada pria tua berperut buncit yang baru saja kulewati. Aku menepis tangan jahilnya yang hampir menyentuh pinggulku, lalu bergegas melanjutkan langkah kakiku menuju meja bar.
Kulihat Marshal masih duduk di tempat semula. Memang tidak ada tindakan kekerasan yang terjadi. Tapi aku tahu, harga diri Marshal yang menjadi taruhannya. Pria gila itu sudah mempermalukan Marshal. Dan aku tidak bisa membayangkan lebih lanjut, apa yang akan Marshal lakukan, jika pria penyuka sesama jenis itu sudah menjatuhkan incarannya. Dalam artian kurang baik tentu saja.
"Kau tidak apa-apa? tanyaku langsung. Setelah berhasil mendudukkan bokongku pada kursi tinggi di samping Marshal.
Dentuman music keras di dalam Klub membuatku harus menaikkan intonasi suaraku agar terdengar lebih jelas.
Pria itu sudah menghabiskan setengah Liquornya. Tapi masih terlihat baik-baik saja. Tingkat toleransinya pada minuman beralkohol sangat tinggi.
"Bukan masalah besar, justru aku penasaran dengan pria tadi." Marshal berdecih, menyunggingkan seringai di sudut bibirnya. Oh ... tidak! Aku mulai hafal, tabiat Marshal. Jangan bilang kalau ...
Asal kau tahu saja, tidak sedikit wanita yang dibuat patah hati oleh Marshal, si pemilik mata biru jernih dengan lesung pipit yang memikat. Belum lagi tubuh tinggi tegap dan dada bidangnya sangat mendukung profesinya sebagai model pria. Oh ... mungkin aku pun bisa jatuh ke dalam pesona Marshal, andai saja pria itu memiliki ketertarikan sexsual dengan lawan jenis. Sayangnya tidak. Catat itu.
"Kau mengenalnya?" tanyanya lagi. Nada suaranya terdengar sarat akan rasa ingin tahu. Aku menggelang cepat.
"Aku bahkan baru melihatnya pertama kali." jawabku enggan. Tiba-tiba saja perutku terasa melilit hanya membayangkan Marshal dengan pria gila itu memiliki sebuah hubungan ... Eh. Aku menggeleng cepat.
"Kau kenapa?" tanya Marshal lagi dengan kening berkerut.
"Tidak ... Tidak apa-apa, sepertinya aku ingin pulang saja." Aku bergidik membayangkan kau bercumbu dengan pria itu.
"Yakin, tidak ingin turun ke dance floor lebih dulu denganku." rayu Marshal seraya mengedipkan sebelah matanya. Terkadang aku lebih percaya jika Marshal adalah seorang bisexsual. Dia tidak pernah segan menggoda wanita manapun, dan aku sangat tahu itu.
Bibirku menipis, menampilkan senyum remeh. Mencondongkan tubuhku ke arahnya. Aku berbisik tepat di telinga Marshal. "Kau yakin, malam ini tidak ada pria yang justru akan menonjok hidungmu jika melakukannya denganku?"
"Well, aku tidak takut, baby." kekeh Marshal." Seringai menyebalkan itu kembali muncul di sudut bibirnya.
"Ayolaah, sebentar saja." bujuknya lagi.
"Sayangnya, aku sedang tidak berminat." tukasku cepat. Meraih handbagku di meja. Hendak bergegas pergi.
"Baiklah. Kuantar kau pulang kalau begitu." Pria bermata biru itu sontak berdiri cepat dari posisi duduknya. Tentu saja setelah menghabiskan satu gelas lagi liquornya.
Alisku terangkat sebelah, merasa tidak yakin dengan satu hal. "Aku tidak ingin mengambil resiko kemungkinan, mobil yang kau kemudikan menghantam pohon, badan jalan atau yang lebih mengerikan lagi berciuman dengan kendaraan lain." omelku padanya.
Marshal kembali terkekeh. "Kau berlebihan, baby. Aku belum mabuk." Marshal mengikuti langkahku dari belakang. Malas mendebatnya lagi. Aku pun membiarkan pria itu mengantarku pulang.
Tiga puluh menit kemudian aku sudah berada di dalam apartemenku.
Syukurlah Marshal benar-benar menepati janjinya, mengantarku pulang dengan selamat.
Kuhempaskan tubuhku ke atas ranjang. Malam ini suasana hatiku sedang memburuk. Entah karena pria gila itu sendiri. Atau kenyataan jika Marshal tertarik dengannya. Sial! Kenapa kau jadi memikirkannya? dewi batinku memelotot marah.
Suara notifikasi ponsel membuyarkan lamunanku. Keningku mengernyit dalam. Kulihat satu buah pesan dari nomor tidak dikenal terpampang di layar ponselku.
'Jauhi dia.'
Hanya dua kata yang tertera dalam pesan tersebut. 'Dia' siapa yang dimaksud? Apa mungkin pria gila itu? Tapi apa maksudnya?
Kepalaku menggeleng. Tidak ... tidak. Aku bahkan tidak tahu namanya, mana mungkin dia memiliki nomor ponselku. Terlalu banyak tanda tanya yang melintas dalam otakku. Namun aku berusaha mengabaikannya.
'Menjauhlah darinya'
Dua kata itu mengingatkanku kembali pada kejadian malam itu. Hingga sekarang pun aku masih tidak mengerti, siapa orang yang selalu mengirimkan pesan-pesan serupa. Dan aku terlalu malas untuk mencari tahu. Yang selalu kuingat hanyalah, hidup bebasku menjadi terancam akibat kemunculan pria gila yang sampai saat ini masih tidak pernah bosan mengusikku.
Kejadian dikantor tadi, benar-benar membuatku kesal. Oh ... sampai kapan pria itu akan selalu menggangguku. Aku mengembuskan nafas lelah. Menelungkupkan tubuhku di atas tempat tidur. Membuang ponselku yang baru saja menampilkan pesan yang lagi-lagi berasal dari nomor yang tidak kukenal.
"Bagaimana tadi?" mendadak Grace sudah duduk di sampingku dengan sekotak es krim di pangkuannya.
Aku memutar bola mata. Jadi sejak tadi, dia memakan es krim milikku selama kutinggal pergi.
"Kau harus mencarikanku kontrak baru."
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Renesya dear." sergah Grace gemas.
"Itu tidak penting. Yang pasti kau harus membantuku mendapatkan penawaran kontrak baru. Kalau perlu majalah dewasa sekalipun." Deru napasku memburu kencang. Kesabaranku sudah habis. Aku benci pada siapapun yang berusaha mendalangi kehidupanku. Aku akan melakukan apapun yang kuinginkan dan tidak ada satupun orang yang bisa menghentikanku.
"Bukankah kau sudah mendapat penawaran baru dari Coach Inc? tanya Grace hati - hati.
"Peduli setan dengan kontrak pria gila itu!"
Chieva
12 Maret 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top