Chapter 22


Beberapa hari belakangan aku terlalu disibukkan dengan masalah perusahaan hingga waktuku menemui Renesya sangat singkat, namun aku selalu meluangkan waktuku setelah pulang dari kantor, dan menemaninya hingga pagi menjelang. Menatap dalam diam wajah damainya saat tidur.

Sudah hampir satu minggu Renesya di rawat, satu minggu itu pula aku sama sekali tidak berhasil menemuinya, ketika aku datang, dia pasti sudah tertidur, yang jelas aku tidak memiliki kesempatan sedikitpun berbicara dengannya.

Menjelang petang, hari ini aku datang lebih awal, usai membuka pintu kamar rawatnya, kudapati tubuh Renesya yang sedang berbaring membelakangiku. Mencoba peruntungan mungkin saja dia hanya berpura-pura tidur.  “Sampai kapan kau akan terus menghindariku Renesya! aku tahu kau hanya pura-pura.” ujarku seraya menutup pintu di belakangku.

Aku kembali diam, menunggu beberapa saat, mengamatinya terus dan hanya berdiri di dekat pintu, tidak ada respon, Renesya tetap bergeming masih pada posisinya semula. memiringkan tubuhnya membelakangiku. Jangan-jangan dia memang sedang tidur? aku berjalan semakin mendekatinya. Mengamati lamat-lamat raut wajahnya, aku tertegun melihat kelopak matanya sedikit bergerak meskipun dalam keadaan tertutup rapat,  jadi dia memang berpura-pura dan ingin mengabaikanku. Aktingnya buruk sekali huh!

Kau ingin aku membangunkamu dengan cara seperti pangeran membangunkan putri tidur.” Sudut bibirku tertarik ke atas.

Tepat di detik selanjutnya setelah bibirku mengucap dia membalikkan tubuhnya, mata coklatnya mendelik tajam ke arahku, berhasil! “Ahhh sayang sekali, padahal aku memang ingin menciumu agar kau bangun, ternyata kau sudah terjaga lebih dulu.” ujarku dengan nada kecewa yang  kubuat-buat.

“Berapa kali kubilang, jangan pernah lagi menampakkan batang hidungmu dihadapanku.” suaranya penuh penekanan.

“Bukankah aku sudah pernah mengatakan bahwa kau ini tanggung jawabku, setiap malam aku selalu menemanimu.”

“Kau tidak perlu repot-repot melakukannya.” Renesya membuang wajahnya ke samping, terlihat enggan menatapku.

Aku mengabaikan ucapannya.”Jangan pernah berpikir untuk pergi lagi.”

“Tidak ada lagi yang bisa mencegahku, setelah aku diperbolehkan keluar dari tempat terkutuk ini, aku akan segera kembali ke Itali.”

“Dan aku tidak akan tinggal diam” aku melihatnya tampak  berpikir seraya mengerutkan keningnya dalam, lalu menoleh kembali padaku. Apa yang sebenarnya dia pikirkan?

“Asal kau tahu saja, di luar sana awak media sedang memburu kita, kau tidak bisa melakukan tindakan gegabah sesukamu, kita harus bersama dan saling melindungi.” aku mendekat dan berbisik di samping telinganya. “karena kau milikku.” Renesya bersikap defensive, menggeser tubuhnya ke sisi ranjang lainnya semakin menjauhiku.

“Tidak! kau salah, justru jika kita bersama semuanya akan semakin runyam, aku bukan milikmu, diriku bukan milik siapapun! semua ini salahmu!!” ucapnya keras kepala.

“Ya semua ini memang salahku, karena itu aku akan memastikan kau baik-baik saja dan terus berada dalam jangkauanku.” tekadku penuh keyakinan, sementara Renesya terlihat lelah, dia hanya diam enggan  mendebatku lagi.

“Sekarang aku akan menyuapimu” meraih PaperBag berlabel restoran ternama, sebelum kesini aku membeli makanan kesukaanya ─ Spaghetti dengan Saus Bolognaise di atasnya.

Terdengar suara pintu dibuka, aku menoleh kebelakang. Ternyata Grace juga datang , dia terlihat kaget melihatku sudah ada di sini, Grace seperti salah tingkah bingung harus bersikap seperti apa, ini pertama kalinya kami bertiga bertatapan langsung, aku harus bersikap formal seolah baru mengenalnya.

“Maaf, sepertinya aku menggangu.” Grace siap menarik gagang pintu namun aku berusaha menghentikannya.

“Jangan pergi nona, perkenalkan aku suaminya, senang bertemu denganmu.” Ujarku dengan senyum lebar seraya mengulurkan tangan pada Grace. Kurasakan delikan mata Renesya menghunus dari belakang punggungku. Begitu juga Grace sorot matanya menajam seolah  mengatakan ─ hati-hati dengan ucapanmu! Aku tahu ini memang bukana waktu yang tepat untuk mengakui semuanya, tapi aku tidak peduli, aku tidak tahan Renesya terus mengagapku orang asing.

Wanita itu menyeru cepat. “Tidak! bukan! Hei Sir, sejak kapan kita menikah?

Tatapan Renesya beralih pada Grace sedangkan ujung telunjuknya tepat mengarah padaku “dia itu pria gila yang telah menyekapku beberapa minggu lalu,  kau harus segera membawanya keluar, dia sangat berbahaya, percayalah padaku.”

Aku tidak terima mendengar ucapan Renesya “Apa kau lupa tentang foto itu?”

“Foto??”

“Ya! foto wallpaper di ponselku yang sempat kau lihat sebelum  insiden kau kabur itu terjadi.”

“Foto itu diambil ketika kita baru saja mendaftarkan pernikahan di kantor sipil.” tambahku lagi berusaha meyakinkannya.

“Ahhhh! kau pasti bercanda Sir, foto itu mungkin kesalahan, entah bagaimana kita bisa foto bersama aku tidak tahu, bisa saja itu hanya pemotretan CF,  yang pasti aku tidak merasa pernah melakukanya, aku tidak mengenalmu dan sudah kukatakan sejak dulu jangan mengatakan tentang pernikahan atau apapun.”

“Cukup… cukup…! kepalaku pening mendengar perdebatan kalian.” Tiba-tiba terdengar  suara Grace mengintrupsi perdebatan kami.

“Senang bertemu dengan anda Sir, dan maaf jika saya belum sempat memperkenalkan diri secara resmi kepada anda,  tapi sekarang saya minta anda cepat pergi dari sini dan berhenti membual.”

Membulatkan mataku, what!! apa maksud Grace berkata seperti itu? tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.. Ya Tuhan! baru saja aku ingin membeberkan yang sebenarnya, kenapa Grace tidak mendukungku, gadis ini benar-benar sialan! awas saja kau! aku siap memprotes namun isyarat mata Grace seolah mengatakan – jangan membantah cepat keluar saja.”

Akupun kembali menelan kekecewaan. “baiklah aku akan pergi.”  ujarku dengan berat hati.

 
Chieva
01 Juli 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top