Chapter 16
'Bodoh', satu kata itulah yang paling tepat kau semburkan padaku. Ya. Silakan memakiku sesuka hatimu. Aku tidak akan memprotes segala caci maki yang akan kau lontarkan padaku. Aku memang pantas mendapatkannya.
Kata orang, penyesalan adalah bagian akhir yang tak bisa terelakan saat kau salah mengambil keputusan. Efek kejutnya mungkin akan membuatmu tak mampu lagi berpijak pada keyakinanmu sendiri.
Saat kau sudah menemui jalan buntu. Maka tidak ada kata kembali untukmu, karena semuanya sudah terlanjur terjadi. Keputusan inilah yang sudah kau pilih, dan tidak ada lagi jalan untuk mundur. Jika sudah begitu, yang kau lakukan hanyalah merutuki dan memaki dirimu sendiri tanpa mampu memperbaiki sesuatu yang telah hancur, sesuatu yang tak mungkin dapat kau ubah.
Untuk kesekian kalinya, aku sudah membuat wanitaku terbaring tak sadarkan diri di ranjang pesakitan. Kenyataan tersebut menamparku begitu keras. Aku pria bodoh yang tak bisa melindungi wanitaku sendiri. Keparat!
Tatapan nanarku menghujam penuh pada sosok yang kini sedang terbujur diam dengan alat-alat penunjang kehidupan yang melekat di bagian tubuhnya. Satu hal yang dapat membuatku sedikit mengurangi rasa takut nyaris depresiku yaitu dengingan Elektrokardiograf yang masih terdengar stabil memenuhi ruang ICU, menandakan jika ia masih bernapas. Wanitaku masih berjuang untuk tetap bertahan. Aku menggenggam jemarinya dengan erat berharap keajaiban segera datang. Membuatku dapat melihat kedua mata indahnya terbuka.
Aku tahu semua ini tidak akan terjadi jika saja saat itu aku tidak bertindak bodoh dengan mementingkan egoku sendiri. Seharusnya hari itu aku tidak nekat mendatanginya. Seharusnya malam itu aku tidak memaksakan kehendakku, membawanya bersamaku. Ya. Seharusnya seperti itu, tapi semuanya sudah terlambat.
Langkah kakiku membawa tubuhku menyusuri lorong panjang hingga mencapai depan pintu unit Renesya. Sudut mataku melirik sekilas ke arah pintu tertutup di samping. Bibirku berdecih, ck! harusnya aku yang tinggal di sebelah unit ini, dan tidak perlu pergi jauh-jauh saat ingin mengunjungi apartemen Renesya. Semuanya karena Aiden yang kurang becus mengurusnya, jika tidak ingat bahwa dia sahabat yang juga telah banyak membantuku mungkin sejak lama posisinya telah melayang.
Tidak perlu berpikir keras bagaimana caraku bisa memecahkan key password pintu apartementnya, tentu saja aku tahu karena Renesya tidak pernah mengubah semua password yang dia miliki, entah itu ponsel atau akun social media apapun, semuanya akan sama yaitu tanggal bulan dan tahun lahirnya sendiri. Kau mungkin akan sedikit bingung, kapan wanita itu mengatakannya padaku.
Pintu otomatis terbuka setelah aku berhasil memasukkan passwordnya dengan tepat, melangkahkan kaki perlahan, pandangan mataku menyapu setiap sudut ruangan, unit tempat tinggal Renesya terkesan simple, jauh dari kata glamour yang biasanya digemari banyak wanita, namun semuanya tetap terasa nyaman dan berkelas, tentu saja disini merupakan gedung apartemen termahal yang berada di pusat kota, kau mungkin tidak bisa membayangkan berapa jumlah sewa tiap tahunnya.
Ada 4 ruangan disini , ruangan tengah yang merangkap sebagai ruang tamu, satu set sofa putih gading bentuk U di tengah dilapisi karpet bulu berwarna coklat tua sebagai alasnya, televisi flatscreen 40 inc menempel di dinding, tirai dengan jendela kaca lebar berada di sisi kiri menampakan view kota Milan. Lukisan milik seniman ternama dan beberapa foto dirinya melekat di dinding.
Dari sini aku melihat ada dua pintu tertutup rapat salah satunya adalah kamar tidur miliknya dan yang lainnya hanya digunakan sebagai ruang baca, langkah kakiku mengalun perlahan menuju kamarnya. Ngomong-ngomong ada satu lagi ruangan yang sangat jarang sekali dia kunjungi─dapur, aku tahu karena ruangan ini selalu terlihat rapi, kebiasaan buruk Renesya adalah lebih menyukai memakan makanan siap saji yang kurang menyehatkan, gadis itu benci berkutat lama dengan peralaatan dapur. Kau pasti heran darimana aku bisa tahu.
Mungkin kau juga merasa heran mengapa aku seolah mengetahui setiap sudut yang ada di unit ini, jujur saja, ini bukan pertama kalinya aku mendatangi apartemen Renesya. Silakan beri julukan apapun yang kau suka. Aku tidak peduli. Yang pasti nyaris setiap ada kesempatan aku selalu pergi kesini secara diam-diam, bahkan pernah suatu ketika aku bermimpi buruk tentangnya, aku sangat ketakutan hingga detik itu juga langsung melesat pergi mendatangi apartemennya, tidak peduli saat itu sudah lewat tengah malam.
Memasuki apartemennya secara diam-diam bak pencuri, berjalan mengendap-endap sebisa mungkin tidak menimbulkan suara, aku baru bisa bernapas lega setelah melihat Renesya yang tertidur pulas di balik selimut tebalnya, ternyata tidak terjadi apa-apa padanya, itu hanya ketakutanku. Sejak saat itulah aku sering mendatanginya setiap malam meskipun hanya melihtnya dalam diam, tanpa bisa memilikinya dalam rengkuhanku, dan pagi-pagi sekali sebelum dia terjaga maka aku akan pergi meninggalkannya sendiri lagi.
Tidak ada yang berubah, terlihat bersih dan semuanya tertata rapi sesuai pada tempatnya, Renesya memang wanita yang cinta kebersihan meskipun dia benci berada di dapur. Maka dari itu dia tidak suka membuat dapurnya berantakan karena ulahnya sendiri. Jika kau ingin menemukan sehelai rambutpun yang tercecer di lantai marmernya─ selamat! maka kau adalah orang terbodoh yang hanya ingin membuang-buang waktumu.
Ruangan kamarnya didominasi warna cream dan dipenuhi ornament coklat tua, di tengah-tengah ada ranjang queen size dan nakas kecil dengan lampu hias mini di sampingnya, bawahnya di lapisi karbet bulu halus yang terasa menggelitik telapak kaki. Di sisi kanan ranjang terdapat meja rias yang di penuhi peralatan make up. Ada dua pintu lain di samping kiri itu adalah kamar mandi dan wardrobe─tempat menyimpan semua koleksi pakaiannya.
Aku terdiam, berdiri di sisi tempat tidurnya, genggaman tanganku meremas erat buket bunga yang sejak tadi kupegang, lalu meletakkannya perlahan di atas ranjang, tidak lupa aku meraih note kecil dalam saku celanaku, menyelipkannya di sana. Kini saatnya aku hanya bisa menunggu─ menunggunya pulang, dan saat itu tiba maka aku akan memilikinya kembali.
Satu jam
.
Dua jam
.
.
"Sial kenapa lama sekali, seharusnya dia sudah pulang sejak tadi bukan? apa Aiden tidak menuruti perintahku?" dengan cepat meraih ponselku di nakas, men-dial nomor Aiden dengan serampangan, dengan tidak sabar menunggu panggilan ini tersambung, aku sudah siap melontarkan sumpah serapahku padanya, detik berikutnya hanya ada suara operator yang menjawab panggilanku. "keparat! kemana saja bedebah sialan itu?" panggilanku di abaikan. Wajahku pasti sudah memerah akibat menahan emosi , aku tidak bisa menunggu tanpa kepastian seperti ini, kemana sebenarnya Renesya?
Biip ...
Ponselku berbunyi ─ aku melihat Id Aiden muncul di layar ponselku, sialan memang dia sengaja tidak ingin menjawab panggilanku. dengan cepat jemariku membuka pesan tersebut.
Aku sarankan kau bersabar lebih lama lagi, karena sepertinya tadi Renesya belum berniat untuk pulang entah sampai jam berapa kami juga tidak tahu. Aku sudah bersama Grace ─ Jangan ganggu lagi quality time kami. Selamat menunggu Dude! TvT
Chieva
07 Juni 2020
Part ini flashback POV Marcus, semoga g ada yg bingung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top