Chapter 14
Sampai detik ini aku tidak tahu alasan, mengapa bisa terkurung di penjara ─Suite Room ini. Berapa ratus kalipun aku bertanya, Marcus selalu menjawab dengan kata-kata ambigu yang sama sekali tidak aku mengerti. Seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan, pria itu terlihat enggan mengatakannya. Bukannya menjawab dengan benar, dia justru selalu mengelak, berujung dengan godaan bualan menjijikkannya.
Setelah insiden percobaan bunuh diri saat itu, Marcus tidak berani macam-macam lagi padaku. Dia juga meminta maaf dan mengaku sangat menyesal atas kekhilafannya waktu itu. Jika boleh jujur, sebenarnya aku belum bisa memaafkannya. Aku tidak pernah menanggapi jika ia mengungkit hal mengerikan itu lagi. Aku benci jika harus diingatkan lagi.
Terhitung sudah tujuh kali 24 jam. Selama itu pula aku tidak memiliki celah sedikitpun untuk kabur. Aku berusaha keras untuk bersabar, menghambiskan waktu dengannya, menjalankan sandiwaraku dan bersikap cukup baik meski tetap sering terjadi perdebatan sengit diantara kami, lebih tepatnya aku yang sering meledak jika kami saling berdebat mempertahankan keinginan masing-masing.
Setiap harinya, Marcus hampir tidak pernah pergi kemanapun, dia sangat betah berada di dalam apartemen, membuatku heran sendiri. Apa dia tidak bekerja? tapi pria itu sering menyibukkan diri di ruang kerjanya nyaris seharian, terkadang muncul sebentar jika memang ada yang sedang dia butuhkan. Meskipun tidak pergi ke kantor, pria itu tetap saja terlihat sangat sibuk, itu pula alasan yang membuatku hampir mati kebosanan, tidak ada yang bisa kuteriaki. Bisa kalian bayangkan betapa frustasinya aku?
Mungkinkah dia sengaja tidak pergi kemana-mana karena takut aku akan kabur? sialan memang! sering aku mendengar dia mengumpat pada seseorang dengan ponselnya, entah apa yang sedang terjadi, mungkin saja masalah pekerjaan, dan aku tidak peduli, salah sendiri kenapa dia hanya berdiam diri disini, membuang waktu saja.
Dia selalu memperlakukanku dengan baik, seolah aku ini barang berharga yang dimilikinya, mengabulkan apa yang aku inginkan, kecuali pergi dari sini tentunya. Yang masih tidak aku mengerti, untuk apa dia melakukan ini semua? Sebaik apapun dia, tetap tidak dapat mengubah persepsi burukku tentangnya, dan beratus kali pula dia mengajakku menikah aku tidak akan pernah mau. Dia ingin memilikiku, tapi dengan cara mengurungku seperti ini, ck! tentu saja aku akan semakin membencinya.
Dia bahkan memutus semua aksesku, mulai dari jaringan telepon yang sempat ingin kugunakan saat itu, sepertinya dia menyadari kalau aku berbohong. Oh! aku jadi teringat bagaimana nasib ponselku sendiri? mungkinkah dia sudah membuangnya? atau benda itu masih tertinggal di apartemenku? Heeeiiss! menyebalkan. Mirisnya lagi televisi flatscreen 65 inc didepanku ini hanya menjadi pemanis tak berguna, saat aku menyalakannya tidak ada satupun saluran tv yang muncul.
Aku terheran-heran sendiri, bagaimana mungkin pria kaya sepertinya tidak sanggup membayar tagian saluran tv, saat aku bertanya tadi ‘mengapa televisi ini tidak berguna?’ dia hanya menjawab ringan ─‘Hidupku sangat berharga, tak ada waktu hanya sekedar menonton tv, terlalu membuang-buang waktu, jadi aku membiarkannya saja’─ dan kembali melanjutkan langkah kakinyaa, meninggalkanku dengan wajah melongo parah─ selanjutnya aku hanya bisa membuang nafas kesal. Ya Tuhan! hidupku benar-benar terisolasi, apa yang sedang terjadi di luar sana aku sama sekali tidak tahu.
Hari mulai petang, Marcus baru saja keluar dari ruangan kerjanya. Kudengar suara pintu tertutup, dia sudah masuk ke dalam kamarnya, jika tebakanku benar, saat ini dia pasti akan pergi mandi. Ini kesempatanku menyelinap ke dalam kamarnya, mencari sesuatu, ponselnya mungkin. Paling tidak aku harus bisa menghubungi 112 ─ melapor adanya tindak Kriminal penculikan. Biar tau rasa dia.
Beranjak dari sofa, melangkahkan kakiku perlahan, menuju kamar di sisi kanan─ milik Marcus. Semoga kali ini berhasil. Tanganku meraih gagang pintu, syukurlah tidak terkunci, membukanya sedikit, mengintip ke dalam sebentar, dan benar saja aku tidak melihatnya di sudut manapun itu berarti dia sedang mandi.
Lalu kedua kakiku melangkah masuk, tanpa menimbulkan suara, aku melihat ponselnya tergeletak di atas nakas, berjalan cepat menghampiri, tanganku terulur meraih benda tersebut. Terdiam sesaat, detik selanjutnya tubuhku menegang, melihat wallpaper lockscreen yang ada di ponselnya. Mataku membulat tak percaya menatap objek yang kulihat saat ini.
“Apa maksudnya ini?” gumamku dalam hati. Aku masih mematung di tempat, kini beribu-ribu pertanyaan semakin menggunung, menghabiskan kapasitas otakku, berusaha mencari jawaban yang tepat dan masuk akal, namun aku tidak menemukan apapun, kecuali rasa kebingungan.
“Apa yang kau lakukan Renesya, cepat letakkan kembali ponsel itu.” Tanpa kusadari Marcus sudah berdiri didekatku, bodoh! sudah berapa lama kau berdiam disini Renesya! menoleh ke samping, kulihat tubuhnya polos hanya terbalut handuk putih yang menggantung sebatas pinggang, sesaat aku tidak mampu mengontrol arah pandangku sendiri, sial!
Chieva
13 Mei 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top