RS | Part 5

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Nyatanya waktu belum mampu untuk mengeyahkan rasa yang dulu bersemayam apik di dalam dada."

-Rintik Sendu-
by Idrianiiin

HAMZAH menggeram saat melihat kardus berisi undangan pernikahan yang jumlahnya berkisar sekitar 1000 pcs. Sangat berbeda dengan sang ibu yang begitu sumringah dan antusias.

"Apa Mama tidak berpikir kalau ini semua sangat berlebihan?" tegur Hamzah cukup jengkel.

Sebuah gelengan Anggi berikan.

Hamzah mengacak rambutnya frustrasi. "Untuk apa sih, Ma pesta mewah? Hanya buang-buang uang saja. Mubazir, berlebihan itu namanya."

"Sudah, Ham, jangan banyak protes. Kamu tinggal terima beres saja, semuanya Mama yang urus."

Tak ada yang bisa dia lakukan, selain menghela napas berat. Mendebat sang ibu hanya akan memperunyam keadaan. Jadi, akan lebih baik kalau dirinya mengalah saja.

"Coba list siapa saja yang ingin kamu undang, nanti undangannya Mama pisahkan," titahnya.

Hamzah berdehem sebagai jawaban.

"Untuk gedung dan vendor sudah kamu lunasi, kan, Ham?"

"Sudah."

"Kemarin jadi, kan ketemu sama orang catering? Gimana? Apa saja menu yang kamu pilih."

"Hanum yang memilih, Hamzah nggak ikut campur."

Anggi manggut-manggut. "Selera Hanum dan Mama sama, jadi pasti dia tahu menu apa saja yang pantas untuk menjamu tamu."

"Ya."

"Mama nggak sabar ingin segera melihat kamu dan Hanum duduk di pelaminan," ocehnya.

Hamzah hanya melirik tanpa minat sedikit pun.

"Kamu juga sama, kan, Ham."

"Hm."

"Kamu kenapa sih? Singkat-singkat banget perasaan jawabnya," omel Anggi.

"Hamzah capek, baru pulang ngajar tapi langsung disuguhi hal-hal semacam ini," keluhnya.

Rumah sudah seperti kapal pecah, barang-barang berserakan di mana-mana. Meskipun dia agak berantakan, tapi dia tak suka melihat kekacauan yang saat ini dibuat oleh ibunya.

"Haleeza di mana, Ma?" tanyanya.

"Tadi dijemput sama Nenek dan Kakeknya, mau diajak ke kebun binatang."

"Kenapa nggak izin Hamzah?"

"Ham, meksipun kamu sudah menganggap Haleeza seperti anak kamu sendiri, kamu jangan lupa kalau keluarga Haikal pun memiliki hak sama seperti kita. Hak asuh memang berada di tangan kita, perwalian pun ada pada kita, tapi kita nggak bisa meng-klaim Haleeza sebagai milik kita."

"Tapi seharusnya Mama kasih tahu Hamzah. Kalau tahu Haleeza akan pergi sama keluarga Haikal, Hamzah bisa mengosongkan jadwal."

"Kamu mau ikut bergabung sama keluarga Haikal?"

"Ya, Hamzah harus memastikan kalau Haleeza aman dan bersama orang yang tepat."

"Dasar posesif!" cibirnya.

"Lebih baik kamu bersih-bersih, Ham, sebentar lagi juga Haleeza diantar pulang," titah Anggi kemudian.

Hamzah menurut tanpa banyak bicara.

Dia sudah sangat merindukan Haleeza, tidak sabar untuk membawa bocah kecil itu dalam dekapan. Selama ini, dia memang sangat dekat sampai sudah menganggap Haleeza seperti anaknya sendiri.

Bahkan dia sama sekali tak keberatan kala Haleeza memanggilnya dengan sebutan 'Papa', bukan 'Om' sebagaimana mestinya. Dia selalu berusaha untuk menjadi figur ayah sekaligus ibu yang baik.

Haleeza selalu berada dalam pengawasannya, tapi sekarang dia sedikit kecolongan. Dia khawatir keluarga Haikal berbicara hal-hal yang tidak seharusnya, dia tak ingin bocah kecil itu tahu sebelum waktunya.

"Papa!" seru Haleeza saat Hamzah baru saja keluar dari kamar.

Hamzah langsung membawanya dalam gendongan. Menghadiahi banyak kecupan, sampai Haleeza terkikik geli dibuatnya.

"Za dari mana saja, hm?" tanyanya setelah mendudukkan diri di sofa, dan memangku Haleeza.

"Kebun binatang," jawab Haleeza terlihat antusias.

"Za happy?"

Anggukan semangat gadis kecil itu berikan.

"Kakek dan Nenek baik, kan sama Za?"

"Baik."

Hamzah mengembuskan napas lega.

"Kata Nenek kalau Papa sudah menikah, Za akan tinggal bersama mereka," katanya sendu.

Hamzah menggeleng tegas. "Sampai kapan pun Za akan tetap tinggal di sini, bersama Papa."

"Katanya nanti Za akan punya adik bayi, dan Papa akan lebih sayang sama adik bayi."

Hamzah mendekap hangat Haleeza. "Jangan dengarkan apa kata Nenek dan Kakek. Itu bohong, Sayang."

Mata Haleeza mengerjap beberapa kali. "Za takut sama Tante Hanum, Papa. Kata Nenek ibu tiri itu jahat."

Hamzah menangkup wajah mungil Haleeza. "Memangnya kapan Tante Hanum pernah jahatin, Za? Nggak pernah, kan."

Haleeza mengangguk pelan.

Inilah yang Hamzah takutkan. Orang tua Haikal kerapkali mendoktrin Haleeza dengan kata-kata yang tidak pantas. Mereka sangat menginginkan Haleeza berada dalam pengasuhan mereka, tapi dari cara mereka yang selalu menghasut hal-hal tidak baik. Justru membuat dia hilang respect dan kerapkali merasa cemas bukan kepalang.

Anak seusia Haleeza belumlah tahu apa-apa. Dia tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Itulah mengapa harus selalu berada dalam pengawasan Hamzah.

"Za dengerin Papa, apa pun yang dikatakan Kakek dan Nenek, semua itu tidak benar. Za jangan pikirkan, dan yang harus Za percaya itu Papa. Paham, Sayang?"

Haleeza mengangguk singkat.

"Anak pintar. Za sudah makan belum?"

Kali ini gelengan kecil dia berikan.

"Kita makan di luar," ajak Hamzah.

"Za mau makan ikan bakar, Papa."

"Oke!"

Sebelum berangkat, Hamzah memakaikan jaket terlebih dahulu, tak lupa dia pun memakaikan helm supaya Haleeza benar-benar aman.

"Ayah titip pecel lele satu, Ham," ujar Lingga saat mereka berpapasan di ambang pintu.

Hamzah mengacungkan jempolnya.

Mereka pergi dengan menggunakan sepeda listrik, karena memang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah. Sekadar makan di pinggir jalan, pilihannya jatuh pada warung tendaan yang menjual berbagai jenis lauk yang dibakar.

"Ikan gurame bakar satu, cumi bakar satu, teh tawar hangatnya dua," tutur Hamzah memesan.

"Za mau jajan?" tawar Hamzah.

Gadis kecil itu sejenak berpikir, dia meletakkan jari telunjuknya di dagu. "Za mau ice cream."

Hamzah terkekeh kecil. "Ice cream terus, nggak mau yang lain?"

Haleeza menggeleng tegas.

"Oke, Za tunggu sebentar di sini nggak papa, kan? Papa ke warung seberang sebentar untuk beli ice cream, atau mau ikut?"

"Kaki Za pegal, Za tunggu di sini saja."

Hamzah tertawa melihat ekspresi yang ditampilkan Haleeza. Dengan cepat dia pun bergegas untuk membeli ice cream pesanan Haleeza.

Tak membutuhkan waktu lama, dia sudah kembali ke tempat semula. Namun, tungkainya mematung kala melihat Haleeza tengah bercengkrama dengan seorang wanita. Hamzah tak bisa melihat wajahnya, hanya sekadar bisa melihat punggungnya saja.

"Za," panggil Hamzah mencoba untuk menarik perhatian keduanya.

Hamzah dibuat tak bisa berkedip kala melihat sosok wanita tersebut. Dia menatapnya cukup lekat, bahkan kantung keresek yang dibawanya jatuh seketika.

"Zanitha," lirihnya.

"Apa kabar A Hamzah?"

Sekian detik Hamzah terpukau dengan senyum tipis yang tersungging indah di wajah Zanitha. Tapi, dengan segera dia menarik kesadarannya.

"Tante Zani sini duduk samping, Za," pinta gadis kecil itu.

Hamzah sempat menggeleng, menginstruksi Haleeza agar tidak melakukan hal tersebut. Tapi, namanya juga anak-anak, belumlah mengerti akan kode-kode rahasia orang dewasa.

"Enggak papa memangnya?" tanya Zanitha meminta persetujuan Hamzah.

"Silakan, Tha, toh ini juga tempat umum," ujar Hamzah cukup canggung, bahkan dia beberapa kali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Sendiri, Tha?" seloroh Hamzah berusaha untuk bersikap tenang dan biasa saja.

Zanitha yang tengah fokus menyuapi Haleeza sontak langsung melirik ke arah Hamzah. "Sama Mas Dipta, tapi lagi beli risoles dulu. Saya menunggu di sini, sambil beli ayam bakar."

"Za makan sendiri, kan bisa? Jangan manja sama Tante Zanitha," tegur Hamzah.

"Za rindu Tante Zani, Papa."

Zanitha terkekeh pelan dan mengelus gemas puncak kepala Haleeza yang tertutup hijab berwarna merah muda.

"Enggak papa, A Hamzah lagi pula saya nggak keberatan."

Ingin rasanya Hamzah berteriak, 'Saya yang keberatan, karena sekarang jantung saya kembali berulah'.

"Sayang."

Hamzah menelan susah payah nasi dan cumi bakar mendengar satu kata yang terlontar dari bibir Dipta. Mana suaranya tepat di belakangnya lagi.

Definisi sakit tak berdarah yang sesungguhnya.

-BERSAMBUNG-

Padalarang, 07 November 2023

Satu frame lagi nih sama Zani & Dipta 🤧😂 ... Hati aman, kan, Ham? 🤣

Lanjut nggak?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top