RS | Part 45

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Manusia itu beragam, ada yang diberi nikmat syukurnya kian khidmat, tapi ada juga yang justru merasa kurang terus-menerus."

-Rintik Sendu-
by Idrianiiin

"JANJI saya sudah terpenuhi, testpack garis dua dan USG 4 dimensi," tutur Hamna seraya menyerahkan apa yang sudah dia sebutkan pada ibu mertuanya.

"Sudah berapa bulan?"

"Jalan 2 bulan, Ma," jawab Hamzah.

"Sudah dua bulan dan kalian baru Memberi tahu kabar ini sekarang?"

"Kita juga baru tahu dua minggu lalu. Baru sempat ke sini sekarang karena Hamna sibuk kuliah, begitupun dengan Hamzah yang lagi sibuk-sibuknya ngajar."

Anggi menilik dengan seksama ke arah perut Hamna. "Mana Mama lihat. Sudah kelihatan belum? Kalian jangan coba-coba bohongin Mama ya."

Hamna menunjukkan perutnya pada sang mertua. "Belum terlihat jelas, tapi saya nggak mungkin bohong sama Mama."

Anggi mengelus lembut perut menantunya, merasakan dengan khidmat, sampai dia benar-benar yakin kalau anak serta menantunya berkata jujur.

"Dijaga baik-baik kandungannya, jangan kecapekan apalagi ini kehamilan pertama kamu."

Hamna mengangguk patuh.

"Kamu mabok nggak, Na?"

"Morning sickness maksud Mama?"

Anggi mengangguk.

"Alhamdulillah nggak."

"Perempuan atau laki-laki, Ham?"

"Kalau untuk jenis kelamin belum ketahuan atuh, Ma. Mau cowok atau cewek juga sama saja, yang penting ibu sama bayinya sehat."

"Kalau bisa laki-laki, supaya kamu punya penerus dan ada yang jagain Haleeza," katanya seraya melirik ke arah Hamna.

"Padahal anak saya belum lahir, tapi sudah mendapat tuntutan serta harus mengemban tugas besar," gumam Hamna.

"Ngomong apa, Na?"

"Ahh, nggak bukan apa-apa," sahut Hamna sekenanya.

Untung dia memelankan suara, kalau sampai terdengar oleh telinga tajam sang mertua, bisa ada perang lanjutan pasti.

"Jenis kelamin itu ditentukan dari kromosom X dan Y. Laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY). Sedangkan perempuan memiliki dua kromosom X (XX). Sel sperma dapat membawa satu kromosom X atau satu kromosom Y."

"Kalau kromosom X pada sperma berpadu dengan kromosom X dari sel telur, bayi yang lahir akan berjenis kelamin perempuan (XX). Sebaliknya, kalau kromosom Y pada sperma bertemu dengan kromosom X dari sel telur, bayi akan berjenis kelamin laki-laki (XY)."

"Yang seharusnya Mama lirik itu Hamzah, bukan Hamna karena yang menentukan jenis kelamin anak itu ya ayahnya, Hamzah," terangnya.

Hamna bersorak kegirangan dalam hati. Sekarang suaminya itu jadi lebih berani membela, tidak terlalu manut-manut sebagaimana dulu. Sedikit lebih baik dan ada peningkatan yang patut untuk dia syukuri.

"Mama hanya melirik, nggak ada maksud apa-apa," kilahnya.

"Hamzah juga hanya meluruskan. Lagi pula kalau memang anak Hamzah nanti perempuan alhamdulilah karena Haleeza sangat ingin adik perempuan."

"Mama ingin cucu laki-laki, Ham."

"Yang penting itu sehat dan sempurna, nggak usah banyak minta. Allah sudah baik sama kita, Dia memberi keturunan dalam waktu cepat. Seharusnya syukur kita ditambah," sahut Hamzah tenang tapi cukup menohok.

"Terserah kalian saja, lha."

Hamna tersenyum sumringah, tanpa melawan dan banyak bertutur kata dia merasa sudah sangat menang. Sepertinya kehamilan ini membawa aura positif.

"Tiga hari ke depan kalian menginap di sini."

Hamna melebarkan matanya seketika, tapi dia mencoba untuk mengolah kata terlebih dahulu supaya tidak memancing keributan.

"Ada apa memangnya?" tanya Hamzah.

"Mama merindukan Haleeza."

"Ya sudah kalau gitu Haleeza saja yang menginap di sini, saya dan A Hamzah pulang."

"Kamu keberatan tinggal di sini?"

Hamna meneguk ludahnya terlebih dahulu. "Keberatan sih nggak---"

"Ya kalau nggak keberatan harusnya nggak usah protes dong."

Akhirnya Hamna pun memilih untuk mengangguk. "Iya kami akan menginap di rumah Mama."

"Kalau kamu perlu sesuatu, pengin sesuatu, bilang sama Mama," katanya pada Hamna, tapi lirikan matanya pada Hamzah.

"Mama ini perhatian, tapi gengsi," cerca Hamzah seraya geleng-geleng kepala.

"Nggak!" Anggi bangkit dan meninggalkan anak serta menantunya begitu saja.

"Mau istirahat sekarang, Na?" tanya Hamzah.

Hamna mengangguk singkat, tubuhnya memang butuh untuk diluruskan. Mereka pun jalan berdampingan menuju kamar.

"Ayah kalau sudah main sama Haleeza suka lupa waktu, keasikan," cetus Hamzah, teringat akan kebersamaan ayah serta keponakannya yang sangat lengket kala bertemu.

Saat tiba tadi sore di kediaman orang tuanya pun. Lingga langsung mengajak main Haleeza, bahkan hingga sekarang mereka belum keluar dari ruang bermain.

Hamna mengangguk setuju. "Wajar, namanya juga cucu pertama. Kehadiran Haleeza juga seperti obat rindu bagi Ayah."

"Kamu jangan pikirin omongan Mama tadi ya, Na," katanya tiba-tiba.

"Ya."

Hamna menghampiri Hamzah yang baru saja selesai wudu, suaminya itu memang selalu berwudu setiap kali akan tidur.

"Kamu pasti mau jahil, kan?"

Hamna terkikik geli lalu bergelayut manja di tangan suaminya. "Belikan saya martabak telur, ya."

"Martabak telur, kan isinya daun bawang semua, Na. Jangan ngada-ngada deh, kamu kan nggak suka sama bawang-bawangan."

"Kalau daun bawang yang ada di martabak telur saya suka A Hamzah."

Kening Hamzah mengernyit. "Lha aneh kamu, Na? Ini efek hamil atau emang sudah dari dulu kayak gitu."

Hamna mendengus. "Untuk martabak telur pengecualian asal jangan pakai acar saja. Saya nggak suka bawang merah, timun, dan wortel yang dicampur sama cuka. Bukan efek hamil, tapi emang sudah dari lama juga kayak gitu. Jangan tanya kenapa, saya nggak punya jawabannya."

"Tuh, kan kamu lebih aneh dari saya, Na. Kamu masuk dalam sekte mana nih?"

"Sudah ih jangan banyak ngoceh, martabak telur spesial satu, sama martabak kacang."

"Haleeza alergi kacang, Na, kalau dia mau gimana?"

"Ya tinggal beli varian lain untuk Haleeza, lha."

"Masa harus beli tiga martabak sih, mubazir kalau nggak dihabiskan. Pasti akan nyisa, apalagi Mama sama Ayah lebih suka martabak ketan."

"Kok Bapak ribet sih, yang minta martabak, kan saya. Kenapa jadi merembet ke Mama sama Ayah juga!"

"Kamu lupa sekarang kita lagi menginap di mana? Apakah etis kita asik makan berdua tapi orang tua saya hanya menyaksikan saja?"

Hamna memberengut sebal. "Ya sudah makan di sana saja kalau gitu."

"Kesannya kayak nggak mau banget rezeki kita dinikmati orang tua sendiri. Saya nggak biasa kayak gitu."

Dengan kesal Hamna menggigit lengan bagian atas Hamzah. "Kenapa sih kalau tinggal di sini Bapak berubah jadi nyebelin abis!"

"Sakit atuh, Na, kamu ini semenjak hamil suka banget gigit-gigit saya. Tangan sama bahu saya biru-biru karena ulah kamu."

"Ya makanya nggak usah cari ribut sama saya!"

"Iya, iya, maaf. Yuk berangkat sekarang."

"Makan di sana?"

Hamzah tersenyum dan mengangguk.

"Dari tadi kek!"

Saat keluar kamar mereka tak sengaja berpapasan dengan Lingga dan Haleeza.

"Mau ke mana malam-malam?"

"Biasa ibu hamil kalau lagi ngidam suka mau langsung diturutin," sahut Hamzah seraya terkekeh kecil.

"Ngidam apa emangnya, Na?"

"Mau martabak telur doang kok, Yah."

Lingga manggut-manggut.

"Ibu hamil nggak boleh keluyuran malam-malam!" ungkap Anggi yang baru saja keluar dari kamar.

"Baru jam delapan, Ma," sangkal Hamzah.

"Kalau Mama bilang nggak boleh, ya nggak boleh. Pamali, Ham, pamali."

"Beli online saja, Ham. Nggak papa, kan, Na?" saran Lingga.

"Terserah!" Setelahnya dia kembali memasuki kamar begitu saja.

Sebaik-baiknya mertua, dia tidak sama seperti orang tua sendiri, dan itu merupakan fakta. Meskipun sikap dan perlakuan Anggi sedikit lebih baik, tapi cerewetnya masih sama saja.

"Kenapa sih Ibu Anda itu pemikirannya kolot sekali?!" sembur Hamna kala suaminya baru memasuki kamar.

"Itu bentuk perhatian dan juga kasih sayang Mama sama kamu, Na. Beliau khawatir kamu kenapa-kenapa."

"Masa cuma buat beli martabak saja dilarang!"

"Bukan dilarang, tapi lebih baik kita beli online. Atau mau saya saja yang belikan, dan kamu tunggu di sini?" bujuknya.

"Nggak mau. Saya maunya ikut!"

-BERSAMBUNG-

Padalarang, 06 Desember 2023

Jangan terlalu berekspektasi tinggi sama Mama Anggi. Meskipun sudah saling maaf-maafan, tapi ya emang pada dasarnya beliau ini cerewet dan rewel. Jadi, memang begitulah. Setelan pabriknya begitu. 😂🤣✌️

Mama Anggi itu the real ibu mertua yang ada di dunia nyata, yang masih memiliki pemikiran kolot. 😅

Masih mau digasskeun?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top