RS | Part 41

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Masih sebatas praduga, belum ketahuan hasil pastinya."

-Rintik Sendu-
by Idrianiiin

HAMZAH menatap penuh curiga dan siaga dengan gelagat Hamna yang akhir-akhir ini mengundang banyak prasangka. Pasalnya perempuan itu jadi agak sedikit aneh di mata Hamzah.

Seperti contohnya pagi ini.

"Aa kapan libur?" tanyanya seraya bergelayut di lengan sang suami.

"Hari ini, kan libur. Kamu lupa kalau sekarang weekend?"

Hamna terkekeh pelan. "Jalan-jalan yuk."

Hamzah ingin sekali melepaskan tangannya dari kungkungan Hamna, tapi lelaki itu takut menyinggung perasaan sang istri. "Ke mana?"

"Beli tahu."

"Serius kamu mau ajak saya jalan-jalan ke pasar?"

Hamna menggeleng tegas. "Masa jalan-jalan ke pasar, ke Sumedang atuh beli tahu."

Mata Hamzah membola seketika. "Na kalau cuma buat beli tahu sumedang, nggak usah jauh-jauh ke sana. Di sini juga banyak yang jual."

"Saya maunya yang asli, gimana dong?"

"Sumedang jauh lho, Na. Kamu nggak lagi sakit, kan?" cetus Hamzah seraya menempelkan tangannya di kening Hamna.

"Saya sehat wal afiat, sekalian stay cation atuh, Pak. Jangan di rumah terus, kepala saya mumet kuliah mulu. Mumpung sekarang libur, ya, ya?"

"Kamu nggak lagi ngidam, kan, Na?" tanyanya dengan alis yang di angkat satu.

"Iya saya ngidam, Pak."

"Hah?"

Hamna tertawa puas melihat wajah cengo Hamzah. "Biasa saja dong ekspresinya, bercanda saya. Mana mungkin saya ngidam, orang saya nggak ham---"

Belum sempat melanjutkan ucapannya Hamna langsung berlari ke arah nakas untuk mencari sesuatu. Setelah mendapatkannya dia duduk di tepi ranjang.

"Terakhir kali saya haid kapan, A?"

Hamzah berjalan menghampiri Hamna. "Kenapa kamu jadi malah tanya saya? Ya mana saya tahu!"

"Ahh, nggak beres ini!"

"Apanya yang nggak beres?"

Hamna menggigit bibirnya pelan. "Sekarang sudah masuk bulan baru, kan?"

"Iya, terus?"

"Saya belum haid-haid masa. Terakhir itu pas kita di Lombok kalau nggak salah."

"Iya saya ingat sekarang, waktu itu sehari kita sampai di Lombok kamu nangis sambil guling-guling di kasur karena haid hari pertama, tapi lupa nggak bawa pembalut dan malah minta saya untuk beli ke mini market. Itu kali pertama saya membeli roti jepang wanita, mana diketawain mbak-mbak kasirnya lagi. Malu banget saya, Na!"

Hamna mendengus dan mencubit pinggang Hamzah. "Ish, bukan itu pointnya!"

"Apaan sih, Na kamu nggak jelas banget."

"Ada yang berubah dari saya?"

"Banyak!"

"Apa?"

"Akhir-akhir ini kamu jadi suka sekali nempel-nempel saya, biasanya kepegang dikit saja kamu langsung ngamuk dan bikin bagian tubuh saya mem---"

"Masa sih? Nggak juga. Jangan mengada-ada, Bapak," potong Hamna menyangkal.

"Nggak ingat kamu, seminggu lalu nangis gara-gara saya pulang telat karena harus jemput Haleeza dulu di rumah Mama. Nggak sampai di sana saja, kamu juga cemburu sama Haleeza pada saat Haleeza meminta saya untuk menemaninya tid---"

Hamna menggeleng tegas. "Nggak mungkin. Itu bukan saya banget! Bapak jangan mengada-ada, seolah saya ini kecintaan banget sama Bapak. Nggak kayak gitu!"

"Terserah kamu mau percaya atau nggak, yang jelas saya berbicara fakta. Kamu nggak percaya? Tanya langsung ke Haleeza gih. Anak kecil nggak pernah bohong soalnya."

Hamna berdiri tegak di hadapan Hamzah. "Lihat tubuh saya, ada yang aneh?"

Hamzah menghela napas singkat. "Nggak ada yang aneh, selain badan kamu yang sekarang lebih berisi, apalagi pipi kamu sudah kelebihan lemak."

Hamna melotot tajam, dia menunjukkan kepalan tangannya. "Malah ngatain saya lagi!"

"Ya, kan kamu tanya. Jawabannya ya itu, ada yang salah?"

"Kok saya ceroboh banget. Nggak haid lebih dari sebulan tapi nggak nyadar. Gila!" monolognya seraya menatap cermin dengan tangan bertumpu pada meja.

"Kamu kenapa, Na?" tanya Hamzah lembut seraya menepuk bahunya.

Hamna langsung menghempaskan jauh-jauh tangan Hamzah. "Ini semua gara-gara Bapak!"

"Kok saya?"

"Kalau saya hamil gimana?!" sengitnya.

"Alhamdulillah atuh, Na."

Hamna terduduk lesu di depan meja rias. Dia termenung cukup lama dan menatap ke arah perutnya. Bagaimana kalau benar di dalam sana ada kehidupan baru?

Hamzah berjongkok tepat di depan Hamna. "Kalau kamu benar-benar hamil memangnya kenapa? Kamu nggak mau mengandung keturunan saya."

Hamna hanya diam dan menatap Hamzah dengan pandangan yang sulit terbaca.

"Kuliah saya gimana? Saya baru semester dua," cicitnya setelah cukup lama berkawan geming.

"Kuliah kamu tetap masih bisa dilanjutkan, nanti kalau kehamilan kamu sudah semakin besar dan mau memasuki waktu persalinan tinggal ambil cuti."

"Mau check ke dokter untuk memastikan?" imbuhnya.

Hamna menggeleng lemah. "Belikan saya testpack saja."

Hamzah mengangguk dan bangkit berdiri.

Langkahnya tertahan kala dicekal oleh Hamna. "Bapak akan tanggung jawab, kan kalau saya beneran hamil?"

"Kamu lupa sudah menyandang status sebagai istri saya selama 8 bulan, hm? Kenapa masih mempertanyakan hal yang nggak seharusnya. Ya, jelas saya akan bertanggung jawab, itu anak saya."

Hamzah mengacak puncak kepala Hamna. "Kamu ini sudah kayak anak SMA yang dihamili pacarnya. Shock berat, sampai linglung, dan kehilangan arah."

"Maunya saya hamil pas wisuda, nggak secepat ini."

"Itu, kan hanya rencana dan keinginan kamu, Na."

"Saya lupa, malam itu saya sedang memasuki masa subur. Seharusnya saya nggak ceroboh, Bapak sih mancing-mancing pake cerita soal kemalangan nasib Bapak, kan saya jadi iba dan nggak bisa pikir panjang."

"Kamu menyesal?"

Hamna meraup wajahnya frustrasi. "Sekalipun saya bilang iya juga nggak akan mengubah keadaan!"

"Kamu nggak punya rencana buruk untuk melenyapkan darah daging saya, kan kalau benar-benar hamil?"

Hamna berdecak. "Bapak sehat? Ya kali saya bunuh anak saya sendiri. Nggak bakal, lha. Saya nggak segila itu!"

Hamzah mengembuskan napas lega. "Alhamdulillah, kamu tunggu dulu saya mau ke apotik."

"Emangnya nggak malu beli testpack?"

Hamzah menampilkan cengiran khasnya. "Saya lebih malu pada saat kamu minta untuk dibelikan pembalut. Kalau untuk sekarang saya malah senang, bahagia."

Detik itu juga sebuah botol hand body melayang ke arah Hamzah. Beruntung lelaki itu bisa menghindar, lalu berlari tunggang langgang meninggalkan Hamna yang tengah berteriak histeris menyebutkan namanya.

Sepeninggalnya sang suami, Hamna menyingkap baju tidur yang dia kenakan dan melihat kondisi perutnya. "Ini pasti efek karena belum BAB jadi kelihatan agak buncit, tapi cuma sedikit kok. Nggak banyak, nggak mungkinlah saya hamil. Masa iya sekali praktik langsung jadi, nggak mungkin kan?"

"Kalau soal telat haid pasti karena hormon, nggak usah khawatir berlebihan. Haid telat itu nggak melulu menunjukkan kehamilan."

Kini tangannya beralih pada kedua pipinya yang memang menjadi lebih berisi. "Kalau pipi chubby sih efek kebanyakan makan. Semenjak nikah, kan makannya jadi lebih teratur, dan terjaga karena mendadak punya suami jago masak."

Hamna mengambil timbangan yang ada di bawah ranjang. Dia cukup terkejut saat melihat bobot tubuhnya yang naik, memang tidak terlalu signifikan dan hanya 3 kilogram. Tapi, tetap saja untuk perempuan naik 1 kilogram saja sudah dianggap sebagai masalah besar.

"Kalau emang hamil, pasti, kan mual-mual tuh. Saya malah nggak ngerasa apa-apa. Yakin, saya nggak hamil. Nggak mungkin, stay positif Hamna, tapi jangan sampai malah hasil testpack-nya yang positif," monolognya terus berceloteh.

-BERSAMBUNG-

Padalarang, 05 Desember 2023

Belum ketahuan hasilnya sudah stress duluan dia. 😂🤣 ... Mana doyan banget ngomong sendiri lagi, hati-hati beneran gila, Na. 😂✌️

Gaskennn nggak nih?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top