RS | Part 29

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Hidup di akhir zaman, yang sudah menganggap lumrah perzinaan adalah suatu keterbelakangan."

-Rintik Sendu-
by Idrianiiin

HAMNA menatap sang suami penuh tanya, pasalnya lelaki itu pulang dengan pandangan kosong dan lebih banyak diam. Perempuan itu semakin dibuat penasaran, terlebih saat diajak berbincang, Hamzah terlihat tidak fokus.

"Aa kenapa sih? Masih marah sama saya?"

"Habis dari mana? Kok lama?"

"A Hamzah!" pekiknya kesal karena merasa diabaikan.

"Iya, apa, Na?"

"Aa yang kenapa? Malah nanya saya lagi."

"Memangnya saya kenapa?"

Hamna meraba kening Hamzah. "Perasaan nggak panas kok, tapi kenapa tiba-tiba aneh gini? A Hamzah habis ketemu siapa?" selidiknya penuh curiga.

"Saya mandi dulu ya, Na, gerah," katanya melengos begitu saja.

Hamna menunggu Hamzah seraya bersandar di dinding dekat pintu kamar mandi. Rasa penasaran membuat akalnya sedikit berceceran.

"Aaaakkkh! Kenapa Bapak nggak pake baju!" teriaknya histeris saat Hamzah keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk saja.

Tanpa dosa Hamzah berjalan mencari keberadaan kopernya. "Ya lagian kamu kurang kerjaan banget sih, Na pake nongkrong di depan kamar mandi. Mau apa? Mau mandi bareng?"

Hamna menutup matanya dengan kedua telapak tangan. "Dihh, ogah banget. Lagian saya itu hanya penasaran sama keanehan Bapak yang pulang-pulang kayak orang linglung!"

"Alah, paling juga alasan kamu doang, kan."

"Sudah pake baju belum? Buruan ih, jangan nodai kesucian mata saya!"

"Lihat saja sendiri!"

"Nggak mau, nanti Bapak ngibulin saya lagi."

Hamzah tak menjawab, dia lebih memilih untuk memakai bajunya secepat kilat, lalu melemparkan handuk yang tadi dia kenakan pada Hamna.

"Nggak ada sopan-sopannya banget sih Pak Duda!" murka Hamna.

"Berisik banget sih, Na, sudah malam ini. Jangan teriak-teriak," cetus Hamzah.

"Bapak nggak punya celana yang nutup aurat apa? Kependekan itu. Nggak malu emangnya," dengkus Hamna mengomentari penampilan Hamzah yang hanya menggunakan celana pendek dan juga kaus oblong.

"Enak saja kamu kalau ngomong, aurat laki-laki itu dari pusar sampai lutut. Nggak lihat ini celana saya panjangnya sebatas lutut?"

"Pake celana panjang, kan bisa!"

"Gerah, Na. Banyak komentar banget sih."

"Perasaan biasanya juga pake celana panjang. Nggak usah banyak alasan deh," sembur Hamna.

"Suka-suka saya, lha, Na. Kok jadi kamu yang protes!"

"Masalahnya saya yang lihat jadi risih!"

"Ya sudah nggak usah dilihat, gampang, kan?"

Hamna menggeram kesal, lalu berjalan menuju ranjang dan tidur telungkup seraya menutup kepalanya dengan bantal.

"Bangun, Na ada yang mau saya bicarakan sama kamu," pintanya seraya menarik paksa bantal yang Hamna kenakan.

"Apa?" sengit Hamna lalu duduk bersila menghadap Hamzah.

"Tadi saya nggak sengaja ketemu mantan."

"Oh, pantas planga-plongo kayak orang bego. Pasukan gagal move on rupanya!"

"Kok kamu malah ngatain saya sih, Na."

"Nggak ngatain, saya cuma ngomong berdasarkan fakta yang ada."

"Kamu nggak cemburu gitu?"

Hamna malah tertawa lalu menimpuk Hamzah dengan bantal. "Ngarep banget saya cemburuin. Ya, nggaklah!"

"Parah banget kamu, Na," cetus Hamzah sedikit kecewa.

"Emangnya Aa habis ketemu mantan yang mana? Sampai saya harus cemburu segala."

"Mantan calon istri saya yang kabur."

Mata Hamna membulat sempurna. "Di mana sekarang perempuan itu?"

"Tuh, kan kamu cemburu."

Hamna berdecih. "Saya bukan cemburu, tapi saya mau maki-maki perempuan itu. Gara-gara dia, saya yang sekarang berstatus sebagai istri Bapak!"

"Ya Allah, Na, kamu menyesal karena sudah menikah dengan saya?"

"Nyesel sih nggak, kesel iya!"

"Itu sama saja, Hamna!"

"Saya mau ketemu mantan calon istri Bapak."

"Buat apa?"

"Kepo banget sih, terserah saya, lha mau ngapain juga. Bukan urusan Bapak."

"Kamu tahu nggak, Na---"

"Nggak tau, Pak, nggak tahu," potong Hamna cepat.

Hamzah menjitak kening Hamna. "Bisa nggak sih, dengerin saya ngomong dulu sampai selesai. Jangan asal motong!"

"Iya, iya, iya, apa Aa?"

"Ternyata Hanum lagi hamil, Na."

"Hamil anak Bapak?! Astaghfirullah, jahat banget sih Bapak, ngehamilin anak orang tapi nggak mau tanggung jawab! Untung saya masih suci luar dalam."

"Sembarangan banget kamu kalau ngomong. Ya, nggak mungkin, lha saya hamilin anak orang."

"Ya terus siapa dong yang ngehamilin mantan calon istri Bapak?"

"Kalau itu rahasia, Na, kamu nggak usah tahu."

Hamna memukul Hamzah secara brutal. "Enteng banget itu mulut, sudah buat orang penasaran bukannya dilanjutin malah di-cut gitu saja. Tanggung jawab, terusin!"

"Bukan itu point pentingnya, Hamna. Saya hanya ingin cerita sama kamu, kalau Hanum nggak datang pada saat hari pernikahan karena dia sedang mengandung. Dia nggak mau mencoreng nama baik keluarga saya karena aibnya."

"Lha, dia pikir kabur pas hari pernikahan nggak termasuk dalam kategori mencoreng nama baik apa? Heran saya!"

"Bukan gitu, Na, tapi kalau seandainya Hanum tetap melanjutkan pernikahan, pasti otomatis anak yang dia kandung jadi anak saya juga dong. Secara nggak langsung orang-orang akan mikir kalau saya DP duluan."

"Nggak papa, sudah lumrah juga, kan. Kayak anaknya tetangga Ibu Anda yang katanya baru nikah satu bulan sudah hamil tiga bulan."

Hamzah menonyor kening istrinya. "Hamna, Hamna, kamu itu emang nggak bisa banget diajak ngobrol serius."

"Ibu Anda lebih bangga sama anak tetangga lho, daripada sama saya menantunya yang sampai sekarang masih tersegel. Harusnya emang Bapak nikah sama perempuan bernama Hanum itu, bangga dunia akhirat pasti Ibu Anda."

"Kenapa kamu malah menyombongkan diri sih, Na? Nggak baik itu," tegur Hamzah.

"Bukan menyombongkan diri, hanya zaman sekarang itu orang-orang pada aneh. Pasangan yang sudah nikah lama tapi nggak kunjung hamil, digosipin bahkan sampai disindir-sindir. Eh, giliran ada yang hamil di luar nikah malah biasa saja. Paling jadi gosip hangat satu atau dua hari doang, sisanya lupa. Beda sama pasangan yang sudah nikah lama, sebelum doi hamil mah terus saja dighibahin."

"Ini kamu lagi curhat, adu nasib, atau gimana, Na?"

"Bodo amat, lha terserah A Hamzah mau menganggapnya apa."

Hamzah hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Terus gimana kelanjutannya? Mendadak mau balikan sama mantan? Mau tiba-tiba jadi pahlawan karena iba lihat doi hamil sendirian?"

"Kenapa kamu malah mikir ke sana sih, Na?"

"Ya, kan kemungkinan itu pasti selalu ada. Namanya juga laki-laki, nggak kenal kata puas. Bukan begitu?"

Hamzah menggeleng kuat. "Saya nggak kayak gitu ya, Na."

"Masa?!"

"Iya, lha. Kalau memang saya tipikal lelaki seperti itu, kamu sudah sa---"

Hamna langsung membekap mulut Hamzah. "Nggak usah diterusin. Jangan nodai telinga saya!"

Saat Hamna menjauhkan tangannya, seketika itu juga tawa Hamzah pecah tak terbendung. "Tuh, muka merah banget sudah kayak habis digampar orang. Blushing nih ceritanya," godanya seraya menoel dagu Hamna.

Hamna menjauhkan tangan Hamzah. "Apaan sih, nggak jelas banget!"

"Ya terus gimana kelanjutannya? Bapak mau balikan gitu sama mantan?"

"Nggaklah, Na. Ngaco kamu!"

"Ya, kali saja gitu, kan Ibu Anda ngebet banget minta cucu. Kalau sama mantan, kan langsung terealisasi impiannya."

"Kan sudah ada Haleeza, masa iya masih desak-desak minta cucu sama saya?"

"Lha, kan emang maksa kita, ni buktinya sekarang kita ada di Lombok. Kehormatan saya hanya senilai dengan harga tiket pesawat Bandung-Lombok."

"Nggak gitu konsepnya, Hamna."

-BERSAMBUNG-

Padalarang, 26 November 2023

Mulut Hamna tuh emang kurang filter 🤣 ... Harap sabar ya, Ham 😂

Update siang, takutnya overdosis setelah kemarin Triple Update 😂

Gaskennn guys?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top