RS | Part 28

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Tidak ada yang bisa menerka takdir manusia, maka dari itu janganlah terlalu banyak menduga dan berprasangka."

-Rintik Sendu-
by Idrianiiin

HAMNA berjongkok di dekat pintu keluar bandara. Dia enggan untuk melangkahkan kaki meskipun sudah dibujuk oleh sang suami. Rasanya Hamzah harus menebalkan wajah karena kini mereka jadi pusat perhatian orang-orang.

"Bangun, Na jangan kayak gini. Katanya mau ke Gili Trawangan ayo, buruan. Malu saya."

Hamna mendelik tajam. "Nggak mau, saya mau pulang ke Bandung!"

"Lha? Kita baru sampai ini, masa langsung minta pulang?"

"Masa kesucian saya hanya dihargai tiket pesawat Bandung-Lombok sih. Berasa murah banget saya, nggak ada harga dirinya!"

"Siapa yang bilang kayak gitu, Na?"

"Ibu Anda, lha siapa lagi coba. Lupa apa sama voice note yang kemarin. Itu sama saja seperti Ibu Anda tengah bertransaksi untuk membeli kehormatan saya!"

"Kita lanjut ngobrolnya di hotel. Di sini malu, banyak yang lihatin," bujuk Hamzah.

"Tuh, kan belum apa-apa sudah ajak saya ke hotel. Nggak ada! Nggak mau saya!"

Hamzah menghela napas berat, lalu menarik tubuh Hamna dan menggendongnya di pundak, sebagaimana memikul beras. Sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk mendorong koper. Beruntung hanya satu koper yang mereka bawa, hal itu bisa memudahkan Hamzah.

Hamna memberontak dan terus memukuli tubuh Hamzah yang sekiranya masih bisa dia jangkau. Hamzah tak gentar, dia terus berjalan keluar hingga akhirnya mendapatkan sebuah taksi, dan memasukan Hamna ke sana.

Hamna menggigit lengan bagian atas Hamzah yang tertutup kemeja. Hingga lelaki itu mengaduh kesakitan.

"Bar-bar banget sih kamu, Na!"

"Bodo amat nggak peduli. Saya mau pulang sekarang!"

"Nggak bisa, Na, penginapan sudah Mama boking, tiket pulang juga sudah Mama siapkan."

"Ya sudah tinggal cancel saja apa susahnya, tiket pulangnya tinggal dimajukan tanggalnya."

"Ya nggak bisa segampang itu dong, Na."

"Bapak, kan punya uang, tinggal ganti saja uang Ibu Anda. Masalah selesai!"

"Nggak sesederhana itu, Hamna! Lagi pula ini juga salah kamu. Siapa coba yang menyanggupi? Kamu, kan, ya harus terima konsekuensinya, lha."

"Kok Aa jadi nyalahin saya sih!"

"Ya, kan emang kamu yang salah."

Hamna bersidekap dada, lalu membuang wajah ke sembarang tempat.

"Makanya kamu jangan coba-coba berurusan sama Mama. Kena batunya, kan?!"

Hamna menutup kedua telinganya. "Nggak denger! Pokoknya saya nggak mau denger apa pun dari mulut A Hamzah!"

Mobil berhenti tepat di depan lobi hotel, dengan segera Hamzah menarik Hamna untuk menuju kamar yang sudah sang ibu pesankan.

"Bapak jangan pegang-pegang tangan saya!" pekik Hamna berusaha untuk melepaskan cengkraman Hamzah.

"Tolong jangan buat ulah, cukup di bandara kamu bikin saya malu. Dimohon dengan sangat kerjasamanya!"

"Saya trauma diajak ke hotel bareng Bapak!"

"Sudah cukup ya, Na kamu uji kesabaran saya. Bisa tidak sehari saja kamu nurut apa kata saya?!" tegas Hamzah saat mereka sudah memasuki kamar hotel.

Nyali Hamna mendadak menciut. Baru kali ini dia melihat wajah sangar Hamzah dengan urat-urat leher yang terlihat sangat jelas.

"Saya takut, Bapak jangan seperti ini," cicitnya beringsut naik ke atas pembaringan, dan bersandar di pojok tempat tidur seraya menggigit selimut.

Hamzah meraup kasar wajahnya lalu menghampiri Hamna. "Maafkan saya, Na ...," ungkapnya merasa bersalah.

Hamna mengangguk lemah.

"Sebetulnya apa sih, Na yang membuat kamu sampai segitunya menjaga jarak dengan saya?"

Hamna terdiam, dia tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Cerita sama saya, Na? Jangan buat saya bertanya-tanya dan menduga-duga."

"Saya masih ingin kuliah, menikmati masa muda saya, tanpa harus memikirkan untuk mengurus anak."

"Lantas apa kabar dengan Haleeza? Kamu terlihat menikmati peran baru kamu sebagai seorang ibu, kan?"

"Itu beda A Hamzah."

"Apa yang membuatnya beda, hm?"

Hamna tak bisa menjawab, mereka terdiam dengan pandangan saling terkunci.

Hamzah menggenggam tangan Hamna lembut lantas berkata, "Na saya tidak akan memaksa kamu untuk melakukan sesuatu yang memang tidak kamu inginkan. Kalau kamu merasa keberatan untuk mengandung keturunan saya, ya nggak papa. Tapi, tolong jangan terlalu memberi jarak. Mau bagaimanapun kita ini suami istri, Hamna."

"Kamu jangan terlalu membebani pikiran kamu sendiri. Terkait syarat dari Mama, itu bisa kita kesampingkan, sekarang lebih baik kita nikmati liburan ini. Kapan lagi kita punya waktu berdua coba? Kita memerlukan ruang untuk saling mengenal."

"Ini serius atau hanya modus untuk mengambil simpatik saya?"

Lagi-lagi Hamzah menghela napas berat. "Bisa berhenti berburuk sangka pada saya tidak?"

Hamna menggeleng keras. "Nggak bisa, Bapak itu patut untuk saya curigai dan waspadai."

Hamzah melepaskan genggamannya. "Oke terserah kamu!"

Setelahnya Hamzah berlalu pergi, meninggalkan Hamna yang termenung linglung. Dia butuh penyegaran, otaknya serasa mendidih menghadapi Hamna dengan segala hal-hal random-nya.

Langkahnya terhenti kala melihat sosok perempuan yang tengah duduk seorang diri di restoran hotel. Matanya sedikit memicing, tak lama dari itu dia bergegas cepat untuk menghampiri perempuan tersebut.

"Hanum?" katanya saat sudah berdiri tepat di dekat kursi yang perempuan itu tempati.

Hanum pun menoleh, dan dia membatu di tempatnya saat mata mereka saling bertemu tatap.

"Kenapa A Hamzah ada di sini?"

"Seharusnya saya yang tanya itu sama kamu? Kenapa kamu tiba-tiba ada di sini? Kenapa kamu tidak datang di acara pernikahan kita?"

Hanum hendak berdiri, tapi dengan cepat dicegah oleh Hamzah. "Ada banyak hal yang harus kamu jelaskan pada saya."

"Hubungan kita sudah selesai, dan aku rasa nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan."

"Saya tahu, tapi apa pantas kamu menghilang tanpa jejak dan alasan di saat kamu sudah melempar kotoran di wajah saya dan keluarga? Kamu kira semua baik-baik saja setelah kamu tidak datang di acara akad kita?!"

Hanum berdiri, dia memegang perutnya yang sudah terlihat sangat membuncit. "Saya hamil A Hamzah, saya tidak datang di acara pernikahan kita, karena saya tidak ingin membuat keluarga kamu semakin malu."

Kaki Hamzah lemas bukan main, dia menatap tak percaya Hanum yang kini sudah mulai bercucuran air mata.

"Siapa yang telah menghamili kamu?"

"A Hamzah tidak perlu tahu, karena itu bukan urusan kamu."

"Apa karena kehamilan ini kamu merubah penampilan?" tanya Hamzah penuh rasa penasaran.

Pasalnya Hanum yang kini berada di depannya, sangat amat tertutup dengan balutan abaya serta khimar lebar. Bahkan jika dia menyingkirkan tangannya yang bertengger apik di perut, abaya itu bisa menyamarkan perut buncitnya.

"Aku harus pergi sekarang A Hamzah."

"Hanum tunggu. Apa kamu sudah menikah dengan laki-laki yang telah menghamili kamu?"

"Nggak ada pernikahan."

"Lantas kamu hidup di sini seorang diri?"

"Berdua, dengan anak yang sedang aku kandung."

"Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu? Tolong jangan buat saya bertanya-tanya."

Hanum tersenyum getir. "Aku rasa sudah cukup, assalamualaikum."

Hamzah mengejar langkah Hanum, dia menahan tas yang perempuan itu tenteng. "Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?"

"Untuk apa? Memangnya kalau aku jelaskan, kamu akan bersedia untuk menikahi aku? Nggak, kan."

"Setidaknya saya tidak menduga-duga atas perginya kamu di hari pernikahan kita."

"Satu bulan sebelum kita dijodohkan, kehormatan saya direnggut paksa oleh ayah tiri saya. Tepatnya saat kita fitting baju pengantin, saya baru mengetahui kalau ternyata saya tengah mengandung empat minggu."

"Kenapa kamu nggak berterus terang sama saya?"

"Memangnya kalau saya berterus terang, A Hamzah akan tetap melanjutkan pernikahan, dengan perempuan yang bahkan sudah dinodai dan dihamili oleh ayah tirinya sendiri?"

-BERSAMBUNG-

Padalarang, 25 November 2023

Note :

Kejadian yang Hanum alami 1 Bulan sebelum perjodohan. Sedangkan fitting baju pengantin sekitar 1 bulan lebih 2 minggu pasca kejadian. Jadi, pada saat belanja untuk hantaran, kondisi Hanum sudah hamil 4 Minggu. Sekarang usia kandungan Hanum 7 Bulan menuju 8 Bulan. Seperti itu, semoga tidak pusing ya.

Ketemu lagi nih sama Hanum 🤭 ... Nah, lho, kira-kira gimana ya kelanjutannya.

Lunas ya, yang minta Triple Update ☺️

Masih mau digasskeun?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top