when the world turns on its axis and everything is right
Meskipun sang raja iblis menepis kemungkinan bahwa apapun itu yang menusuk matanya bukanlah sesuatu yang magis, Kim Dokja seratus persen yakin sekarang bahwa benda itu mengandung hal magis.
Kemarin, setelah ia kembali ke kastil, Kim Dokja menolak halus permintaan Lee Gilyoung dan Shin Yoosung untuk menemani mereka bermain. Dia merasa lebih lelah dan... kosong daripada biasanya. Ia biasanya memang sering mengalami hari-hari di mana berinteraksi dengan orang lain rasanya sangat melelahkan sehingga Kim Dokja menghabiskan waktunya saat itu dengan mengunci diri di kamarnya dan membaca webnovel. Tetapi rasanya saat-saat itu berbeda dengan apa yang dirasakannya kini.
Tubuhnya bergerak secara mekanis kemarin, mencari-cari informasi tentang benda yang menusuk matanya itu di perpustakaan kastilnya, tetapi nihil.
Waktu rasanya berjalan sangat cepat serta begitu lambat. Ketika malam tiba, Kim Dokja menyandarkan punggungnya di sofa, tumpukan buku-buku berceceran di sekitarnya. Matanya menatap kosong ke luar jendela, lelah dan kosong.
Meski begitu, Kim Dokja mendapati bahwa ia seperti sedang... mengantisipasi sesuatu. Pikirannya tenang, hatinya kosong, tetapi sesuatu di dalam dirinya terasa gelisah menunggu hal yang tak pasti.
Dentang jam menggema di seluruh bagian kastil, memenuhi perpustakaan yang didiaminya. Tengah malam. Kim Dokja merasa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.
Musim dingin akan tiba hari ini, kapan saja sekarang.
Kim Dokja merasakan dorongan untuk tetap terjaga supaya bisa menyaksikan jatuhnya salju pertama, tetapi sepertinya ia sudah melewati batas hari ini. Tubuhnya sudah tidak kuat lagi dan Kim Dokja sempat ingin tidur saja di sofa dekat jendela perpustakaan ini tetapi ia memikirkan kemungkinan bahwa ketika ia bangun nanti, ia akan langsung berinteraksi dengan yang lain dan Kim Dokja secara fisik mengernyit.
Jadi sang raja iblis menyeret tubuhnya ke kamarnya, menguncinya, lalu tidur.
Kim Dokja terbangun sebelum matahari. Hal pertama yang ia lakukan setelah kesadarannya kembali adalah berjalan ke jendela kamarnya dan mengecek ke luar. Ia merasakan kekecewaan yang sangat besar ketika mendapati bahwa salju belum turun.
Enggan kembali tidur, Kim Dokja berbaring di ceruk jendela yang beralaskan beludru dan bantal lembut. Pandangannya terkunci pada pemandangan di luar, melewati hamparan pegunungan dan pemukiman makhluk lainnya di dunia bawah.
Biasanya di pagi hari ini beberapa temannya akan mengetuk pintu kamarnya atau membangunkannya langsung, tetapi tampaknya Lee Gilyoung dan Shin Yoosung memberi tahu yang lain kalau ia sedang butuh waktu sendiri lagi sehingga tak ada gangguan sedari tadi.
Kim Dokja tidak bisa membawa dirinya untuk peduli.
Saat memikirkan pesta musim dingin beberapa hari lagi, Kim Dokja merasa kesal. Pesta musim dingin adalah pesta tahunan megah di dunia bawah, ketika gerbang kastil sang raja iblis terbuka untuk para penduduk dan mereka bisa menikmati makanan dan minuman enak lalu berdansa melupakan dunia. Kim Dokja sendiri tidak pernah menunjukkan wajahnya di pesta tersebut, tetapi sebagai sang raja iblis, ia tetap harus mengurus banyak hal.
Belum lagi tradisi bertukar hadiah setelah pesta. Memang hanya akan melibatkan dirinya dan teman-temannya saja, tetapi tetap saja merepotkan.
Membeli hadiah untuk semua orang, duduk di dekat perapian sambil tertawa-tawa tanpa alasan yang jelas, dan berinteraksi dengan mereka semua secara umum akan sangat melelahkan. Membayangkan suara berisik Lee Gilyoung dan Shin Yoosung yang pasti akan berubah menjadi teriakan karena mereka tidak bisa tidak berantem. Jung Heewon, Lee Hyunsung, Yoo Sangah, dan kedua anak itu lagi yang duduk berdekatan dengannya, semuanya tanpa henti menuntut perhatiannya.
Kim Dokja muak. Dingin menusuk tulangnya, perlahan-lahan menyelimuti hatinya dengan es. Ia sungguh-sungguh berharap hari-hari pesta itu tidak akan tiba, memikirkannya saja ia sudah lelah.
Sang raja iblis tidak tahu sudah berapa lama waktu berjalan. Rasanya selamanya sudah lewat. Kim Dokja tetap bergeming di ceruk jendela tersebut, seluruh tubuhnya bersender pada kaca.
Pertama-tama ia merasakan aura dingin yang menusuk, kemudian salju pertama jatuh di luar jendela. Kim Dokja terbangun dari posisinya, kedua tangan menempel di kaca dan kedua mata berbinar senang seperti anak kecil.
Entah berapa lama waktu berlalu, tetapi Kim Dokja tidak ragu-ragu untuk membuka jendelanya dan melompat keluar ketika salju sudah sepenuhnya menutupi tanah.
Kim Dokja mengembara di hamparan salju. Ia berlari, terbang, dan menghempaskan dirinya di permukaan salju tanpa peduli dingin.
Kim Dokja kembali ke kamarnya larut malam dan merasa mati rasa karena dingin; bibirnya biru, ujung-ujung jemarinya beku. Ia tidak berusaha membalut sayapnya di sekitar tubuhnya supaya lebih hangat.
Dia tertidur di ceruk jendela, kepala bersandar pada kaca.
***
Hari-hari berikutnya berlalu dengan Kim Dokja menghindari semua orang.
Ia tidak ambil pusing soal persiapan pesta, tahu bahwa Jung Heewon pasti akan mengurus semuanya tetapi ia juga sama sekali tidak peduli meskipun pesta itu batal. Kim Dokja cepat merasa muak ketika pintu kamarnya diketuk untuk kesekian kalinya, suara Yoo Sangah terdengar dari luar.
Dia tidak berusaha merespon dan pada akhirnya derap kaki Yoo Sangah menjauh.
Lee Gilyoung, Shin Yoosung, Jung Heewon, Lee Hyunsung, dan Yoo Sangah telah mengetuk pintu kamarnya berkali-kali beberapa hari ini. Apalagi Lee Gilyoung dan Shin Yoosung! Suara keduanya menjadi semakin keras tiap saat dan Kim Dokja merasa begitu kesal sehingga ia berteriak kepada mereka untuk diam. Setelahnya, keduanya tidak lagi datang ke kamarnya, digantikan yang lainnya; terus-menerus menanyakan keadaannya dan lain-lain tetapi Kim Dokja sama sekali tidak peduli.
Hari-harinya dilewati dengan kepala bersandar di jendela, kedua mata memandang intens salju di luar dan beberapa kali engsel dibuka membiarkan beberapa keping salju jatuh ke tangannya dan Kim Dokja berpikir sempurna melihat kepingan-kepingan salju seolah menari di luar jendela lalu menempel di kacanya, menambahkan lapisan beku di sana.
Sehari sebelum pesta, seperti tengah merasakan sesuatu, Kim Dokja kembali terbang melalui jendela kamarnya menuju hutan di dekat pegunungan kastilnya. Sesuatu memanggilnya kemari dan jantungnya berdetak sangat cepat karena antisipasi dan emosi yang hampir meluap.
Kim Dokja melipat sayapnya dan berjalan dan terus berjalan menuju bagian dalam hutan. Di sekelilingnya, badai salju berkecamuk dan dinginnya membuatnya mati rasa. Dengan tubuh menggigil, Kim Dokja terus berjalan dan berjalan hingga tiba di tengah-tengah badai.
Badai salju berhenti, membuat area terbuka yang tenang sementara di luar area badai masih mengamuk, menghantam pepohonan dan sekitarnya.
Kim Dokja bertatapan dengan sepasang mata hitam yang dalam, gemerlapan seperti permata terindah merefleksikan langit malam. Kedua permata indah tersebut nampak bak telah melalui banyak hal dan berisi semua kesedihan dan kemalangan yang ada di dunia. Seketika, Kim Dokja, dengan napas tersekat, merasakan keinginan membara untuk merengkuh, menyayangi, dan menyembunyikan permata itu dari dunia supaya tidak ada lagi nasib buruk yang menimpanya.
Pemilik kedua mata yang memesona itu memiliki garis rahang yang tegas dan sempurna. Alisnya tebal dan gelap, seolah-olah dilukis dengan penuh hati-hati oleh Dewa itu sendiri. Di tengah-tengah cuaca yang ekstrim ini, alih-alih biru, bibirnya berwarna agak merah jambu dan sedikit tertekuk seolah sedang merajuk.
Kesempurnaan yang paripurna dan transenden.
Sederhananya hal paling indah yang pernah dilihat Kim Dokja, dan seketika hatinya tertambat.
Kekosongan dan apati yang menyertainya beberapa hari ini hilang begitu saja. Semua kekesalan yang terpendam seolah tidak lagi berarti. Satu-satunya yang dirasakan Kim Dokja saat ini adalah sukacita dan kasih begitu besar terhadap laki-laki yang merupakan kesempurnaan itu sendiri.
Dan ketika laki-laki itu berucap (dengan suara terindah yang dengan mudahnya mengalahkan nyanyian di resital-resital klasik, bak nyanyian dari surga itu sendiri), "Kim Dokja, akan kupenggal kepalamu," sang raja iblis telah terjun bebas ke dalam jurang yang sangat dalam, tanpa jalan keluar.
===
after this chapter, you might think of me as a lgy and sys's hater or kimcom hater--well, congratulations, you're spot on!!
actually no, i don't necessarily hate them or something, but fanon's headcanons and interpretations have actually made me dislike kimcom for a bit (reason why i'm not in the fandom anymore) but don't take it to heart bcs truly the only character i love in orv is yjh, i couldnt care less abt others
thank you for reading this, lovelies!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top