Part 4 - Amor Omnia Vincit

Alunan ayu dari biwa mampu menghantar siapapun ke alam mimpi, ditemani oleh udara sejuk dari hujan yang tak pernah padam di area Hotarubi. Tiap rintik menghancurkan ketenangan permukaan danau. Tetapi tidak ada satu pun yang mengeluh atas cuaca lesu yang tidak pernah cerah.

Senandung musik yang dinyanyikan membuat setiap orang merinding melewati balkon di ujung lorong. Bagaikan film horor klise, ada aturan tersirat antar siswa Hotarubi agar tidak berkeliaran di lorong asrama di atas jam sepuluh malam.

Zenji menganggap rumor itu sebagai lelucon, tetapi saat Haku mengatakan bahwa memang ada hantu di asrama, dia langsung merinding pelan, tidak peduli bahwa tubuhnya tidak utuh lagi. Sebaiknya dia tidak mencari gara-gara dengan hantu penghuni lainnya.

"Kau disini lagi," ujar suara dari belakang.

"Cuaca hari ini membangkitkan sebuah inspiration dalam jiwaku, Haku-kun! Jiwa berseni maca apa diriku jika tidak menerima panggilannya?" Zenji memetik biwa-nya tambah semangat.

Haku menghela nafas, menyandarkan tangkai payung di pundak. "Ya, aku tidak keberatan kau berkarya jam segini, tapi anak-anak sedang tidur setelah berpesta terlalu banyak. Kau akan membangunkan mereka."

"Astaga, bagaimana bisa aku melupakan hal penting seperti itu! Baiklah, aku bermain dengan volume sedikit lebih rendah."

Sebenarnya, itu cara halus meminta Zenji untuk memainkan biwa di tengah malam, tetapi Haku hanya bisa menghela nafas. Dia punya hal yang lebih penting daripada berdebat dengan hantu.

"Bagaimana keadaan Honor Student? Apa kau sudah memberikan teh yang dibuat Subaru-kun?" Zenji memetik biwa lagi, baru ingat ada hal lebih penting yang harus diucapkan sebelum dia lupa. "Oh! Dan juga, Subaru-kun sangat khawatir kau tidak kembali dari kamarmu, berpikiran kalau kau juga ikut tertidur tadinya."

Jejak salju masih terasa di pundaknya, begitu juga dengan kulit dingin yang dirangkul sepanjang perjalanan. Paru-paru terasa sesak oleh suhu membeku. Ujung jarinya kaku dan mati rasa, bahkan kulitnya mulai pecah-pecah karena kabut salju membutakan seluruh jalan pulang.

Haku tidak mengerti dorongan macam apa yang membawanya untuk pergi keluar, lalu kembali pulang dengan perempuan menggigil di dekapannya. Subaru dan Zenji berbagi kekhawatiran, meminta Haku untuk segera membawa Neomene ke dalam kamar, sementara Subaru meminta beberapa siswa menyiapkan makanan dan minuman hangat. Kedatangannya yang bisa dikatakan sedikit menghancurkan suasana pesta.

Haku tidak paham mengapa dia tetap menunggu gadis itu sadar dari segala mimpi buruk yang dibawa oleh rintik salju. Canda dan tawa terdengar hingga menembus dinding kamar, mengundang rasa ingin tahu untuk melihat apa yang menjadi pusat dari kebahagiaan mereka, tetapi Haku tetap lengket di sisinya tanpa memedulikan rasa bosan. Apakah sekedar kebaikan kakak kelas? Apa karena dia ingin mempertahankan kesan seseorang yang bisa diandalkan?

Perbuatan itu hanya membawa kerugian besar untuknya di masa depan. Perasaan yang ingin diandalkan tanpa ekspektasi tertentu tentu membuat Haku bahagia, tetapi meninggalkan rasa tak nyaman di lidah. Dia ingin gadis itu bisa melupakannya suatu hari, bukan mengingatnya hingga hembusan nafas terakhir.

Jika saja perasaan terlarang itu tidak tumbuh, Haku tidak akan duduk di samping kasurnya sambil memainkan surai pirang dengan iseng. Jika senyumannya tidak terbit tanpa sadar setiap melihat keberadaannya, Haku tidak perlu repot-repot menggendong tubuhnya. Jika dia tidak berharap untuk berbicara dengannya lebih lama, Haku tidak pernah melangkah keluar saat tahu akan terjadi badai salju kedua dalam sehari.

Namun, terlambat sudah, begitu juga dengan hatinya yang sudah terikat oleh benang cinta. Haku hanya bisa berharap suatu hari Neomene-lah yang meninggalkannya. Mungkin dengan itu dia tidak perlu merasa bersalah.

"Iya, ketebak banget, ya?" gumam Haku. Pantulan dari danau menunjukkan alisnya yang berkerut dalam. "Suasana gerimis membuatku ngantuk."

Dia tidak bisa menoleh balik ketika tubuhnya bergerak begitu saja. Tanpa kendali akal sehat. Tanpa perintah dari otak. Bibirnya meninggalkan jejak samar di kening pucat sebelum melangkah keluar.

"Gerimisnya membuatku terlalu nyaman."

***

ANGST ANGST ANGST-- /digeplak

AKHIRNYA SELESAI! Debut pertama yumeship baru, Haku dan Neomene. Kisah cinta mereka ternyata lebih sulit ditulis daripada Ace dan Yura, di mana Neomene rela menenggelamkan dirinya dalam lautan api, sedangkan Haku hanya ingin menjadi pengamat tapi berakhir juga di tengah murkaan api.

Jalan menuju kebahagiaan mereka masih SA~NGAT JAUH, apalagi dengan Neomene yang suka tarik ulur karena statusnya sebagai "penyihir abadi".

Dongeng yang aku bawakan di cerita ini adalah "The Girl with Matchsticks". Elemen dongeng lumayan kelihatan di awal-awal cerita, menurutku. Tiba-tiba semuanya dilempar begitu saja, menciptakan cerita dengan open ending.

Huft, yang penting selesai /dilempar.

Terima kasih banyak sudah membaca hingga akhir, sayang-sayangku!

Astralia disini izin undur diri. Mari kita bertemu lagi di cerita selanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top