4. Jemur Cucian

Aku menjemur pakaian di teras depan. Hal itu terpaksa aku lakukan karena rumput liar di halaman belakang sudah sangat tinggi. Mesin pemotong rumput aku memang sudah punya, tetapi aku sedang malas saja untuk membabat rumput di belakang.

Tiga hari tidak mencuci, cucian motorku menggunung. Semua aku cuci habis, karena malam ini sepertinya aku tidak pulang karena ada tamu dari Singapore yang harus kutemani. Lumayan, bagi pelacur sekelas ikan lohan sepertiku dibayar tiga puluh juta untuk satu malam.

Bukan hanya pakaian inti, pakaian dalam pun aku jemur di luar. Bra dan celana dalam hitam, aku jemur sewarna dengan lingeri hitam. Baju kaus merah aku jemur sejajar dengan pakaian dalam merah dan baju tidur satin berwarna merah. Cantik sekali melihat jemuran berwarna-warni menggantung berurutan warna.

Momen lucu ini pun langsung kuabadikan dalam beberapa potret dan salah satunya aku jadikan status WA.

"Baru pulang Mas Habibi?" tanyaku menyapa berondong alim yang baru saja turun dari sepeda motor besarnya. Pemuda itu sekilas menoleh, kemudian terlihat sedikit kaget dengan aneka warna cucianku yang senada.

"I-iya, Mbak, maaf, saya masuk dulu."

"Mas, tunggu!" Entah kenapa mulut ini malah menghentikan langkah kaki pemuda itu.

"Kenapa?" tanyanya.

"Mas, fotoin saya di dekat jemuran dong! Saya paling gak bisa selfi." Aku mengulurkan ponselku padanya. Kulihat sepertinya dia enggan, tetapi akhirnya ia menerima juga ponselku.

Pose pertamaku di samping jemuran. Aku bergaya dengan tangan di pinggang, lalu kaki yang menyilang. Tak lupa senyum pasta gigiku yang manis kuperlihatkan di depan kamera.

"Tunggu, Mas, pose kedua." Aku menunjuk pakaian dalam berwarna merah cabe dengan telunjuk, bibir yang mengerucut, serta mata yang terpejam.

Clik!

Clik!

"Sudah, Mbak, saya masuk dulu." Pemuda itu pun menyerahkan ponselku kembali, lalu tanpa menunggu ucapan terima kasihku, ia langsung saja melangkah masuk ke dalam rumah.

"Terima kasih, Mas Habibi!" Seruku dengan riang.

Masih pukul tiga sore, masih ada tiga jam lagi untukku bersantai sambil menunggu cucian kering dan mobil club menjemputku.

Kubuka pintu kulkas untuk melihat bahan makanan apa yang bisa kolah untuk makan sore. Begitu banyak mencuci pakaian dan membereskan rumah hari ini, rasanya perutku sudah keroncongan kembali.

Tok! Tok!

"Mbak Gladis, saya Habibi!" Suara itu tak asing di telingaku. Bergegas kututup pintu kulkas, lalu melangkah lebar untuk melihat tamu tampanku.

Cklek

"Ada apa, Mas?"

"Ini, Mbak, saya baru saja membuat roti goreng isi coklat. Silakan dicicipi, mohon maaf kalau rasanya kurang pas." Aku tersenyum penuh haru. Tiga tahun aku sudah menempati cluster ini, baru Habibi tetangga lelaki yang mengantarkan makanan padaku.

"Terima kasih banyak, Mas. Kebenaran saya lagi lapar. Apa mau makan di sini sama saya? Di teras saja, kalau di dalam nanti takut ada setan mesum yang bisikin, he he he... "

"Gak papa, Mbak, saya mau siap-siap salat ashar lima belas menit lagi. Mari, saya permisi."

"Terima kasih, Mas Habibi." Aku pun masuk ke dalam rumah dan langsung menyambar roti goreng isi coklat itu.

Enak! Batinku saat satu gigitan berhasil kunikmati. Masih hangat pula, benar-benar pas sekali rasa dan momennya. Tidak teras, empat biji roti goreng isi coklat habis kusantap. Ditemani segelas teh manis hangat untuk melegakan tenggorokanku.

Nanti malam jadwal aku mendesah, suaraku tidak boleh rombeng gara-gara makan gorengan. Bukannya bernafsu bule Singapura itu, bisa-bisa ia mencekikku kalau desahanku rombeng.

Sebuah mobil berhenti di depan rumahku. Seperti biasa, aku keluar dengan baju kaus dan celana jeans. Pakaian seksiku sudah aku simpan di dalam paper bag. Aku akan menggantinya di hotel.

"Berangkat, Mbak," sapa Habibi saat ia baru pulang dari salat magrib di masjid.

"Eh, iya, Mas, mau dinas dulu," jawabku sambil mengerling.

"Hati-hati," ujar pemuda itu dengan tulus.

Dua buah suku kata yang bunyinya sama, tetapi maknanya sungguh sangat berarti untukku. Saat ini juga kurasakan air mataku akan tumpah. Lekas aku masuk ke dalam mobil jemputan, sebelum Habibi melihat air mataku.

"Jalan, Ko!" Seruku pada Miko; lelaki dewasa yang termasuk salah satu sopir club yang bertugas untuk mengantar dan menjemput para ladies yang akan menemani bandot tua atau pria kesepian.

"Tetangga baru ya, Dis?" tanya Miko. Aku mengusap air mata keluar di sudut mataku.

"Simpenan gue," jawabku asal. Miko tertawa Terpingkal-pingkal mendengar jawabanku.

"Kenapa lu? Gak percaya?"

"Masa simpanan Gladis, sarungan? Ha ha ha... gak mungkin dia mau sama lu, Gladis. Pemuda sarungan gitu, pasti demennya ukhti. Sabar ya, cinta, kita gak perlu cari cinta, karena cinta tak membuat perut kenyang, ya'kan? Mari kita jemput mister, biar besok lu pulang bawa dolar." Aku tersenyum miris, enggan menanggapi selorohan Miko.

Benar sekali, hidup di dunia ini realistis saja. Ada uang kamu akan bisa bertahan hidup di dunia keras ini. Jika tak ada cinta tidak apa-apa, karena perut butuhnya uang, bukan cinta.

Kupandangi barisan lampu yang menyala indah menerangi ibu kota Jakarta. Gedung bertingkat nampak kokoh dan menyimpan misteri di dalamnya. Dunia malam ini entah sampai kapan akan aku jalani, hanya Tuhanlah yang tahu.

Tamuku malam ini bernama Sam. Pria bule tampan, gagah, dengan aroma tubuh yang sangat eksotis. Wanginya begitu kusuka, sehingga saat ia terus saja merangkul pingganggku, aku tidak keberatan.

"Mommy Hastin sangat tahu selera saya, hum?" katanya sambil mencubit bokongku dengan gemas.

"Saya sangat beruntung karena sudah menjadi salah satu wanita yang Tuan sukai," jawabku dengan wajah merona. Terkadang aku memimpikan seorang tamu menjadi kekasihku, membawaku pergi dari dunia malam, seperti cerita-cerita yang tersebar di aplikasi online. Apakah Sam kira-kira menyukaiku sebagai kekasih? Membayangkan hal itu, membuat wajahku merona malu.

Kini kami sudah berada di dalam lift. Sam menciumku dengan sangat liar dan bergairah. Aku hampir saja kehabisan napas karena ulahnya.

"Sayang, aku sangat menginginkanmu."

"Kamarnya sudah dekat, sabar ya," kataku sambil menyentuh dagunya yang bercambang.

"Saya rasa, dengan sedikit bekas cambukan di kulit indahmu, maka saya akan sangat bergairah," bisik Sam membuatku menelan ludah. Ya ampun, tidak! Jangan bilang Sam adalah salah satu penganut Sadomasokis.

Bersambung

Apa itu Sadomasokis? Aktivitas menyimpang seksual yang melibatkan penyiksaan pasangan.
Maafkan belum sempat rutin update ya. Saya usahakan mulai minggu depan akan update setiap hari. Terima kasih sudah menunggu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top