LIMA
Cek-cek kesehatan mental kita. Ada di posisi berapa kebahagiaanmu, dari skala 1 sampai 10? Ini ada kaitannya dengan cerita ini dong. Nanti dalam perjalanannya kamu akan tahu hehehe. Jangan lupa baca cerita kakak-kakak Lamar, Halmar--The Promise of Forever--dan Elmar--A Wedding Come True lewat gramedia digital, Rp 45.000 bisa baca semua bukuku. Atau tersedia di toko buku :-)
Love, Vihara
(IG/Twitter/FB/TikTok ikavihara, Tokopedia/Shopee ikavihara, kumpulan bab esktra ada di karyakarsa.com/ikavihara)
***
Malissa hanya tersenyum. "Aku nggak bisa membayangkan gimana rasanya pergi tidur dalam keadaan lapar. Pasti nggak enak. Meski awalnya banyak orang mengganggapku nggak waras karena aku mengundurkan diri dari pekerjaan setelah susah payah kuliah dan kembali ke sini ... aku menyukai apa yang kukerjakan sekarang."
"Kembali ke sini? Dari mana?" Lamar bertanya setelah pramusaji meletakkan minuman di meja. Rasa bersalah di hati Lamar mulai menipis. Kalau yang diinginkan Thalia adalah Lamar menikah suatu hari nanti, maka sekarang anggap saja Lamar sedang berlatih. Berkenalan dengan seseorang, mengobrol dan menghabiskan waktu berkualitas dengannya. Tanpa memiliki keterampilan itu, Lamar tidak akan mendapatkan calon istri. Jika waktunya sudah tepat.
Damn, but Malissa innocently seductive. Lamar memperhatikan Malissa yang sedang bicara. Menggoda tanpa sadar dirinya sedang menggoda. Kedua tangan dan matanya sangat ekspresif saat sedang bicara. Kuku-kuku jari Malissa pendek dan natural. Tidak bening maupun berhias cat. Bahasa tubuhnya anggun dan luwes. Pipinya yang berwarna seperti gading, merona penuh semangat saat dia menjelaskan bidang yang dicintainya.
"Amerika. Caltech."
"Sempit ya dunia ini. Kenapa kita nggak ketemu di sana?" Setelah kematian Thalia, ini pertama kalinya Lamar tertawa tanpa merasa berdosa.
Sewaktu memakamkan Thalia, cinta pertama dan yang dia angankan akan menjadi yang terakhir, Lamar berpikir dirinya akan tenggelam dalam kesedihan dalam waktu yang sangat lama. Tetapi begitu mengikuti saran Alesha, come home, hari-hari berjalan tidak seberat yang ditakutkan Lamar. Kedua kakak iparnya seperti selalu punya tugas yang harus diselesaikan Lamar, sehingga Lamar tidak punya waktu untuk melamun. Seperti saat dompetnya jatuh di tempat parkir supermarket. Saat itu Lamar sedang terburu-buru, harus membeli yoghurt yang diinginkan Renae. Kakak iparnya harus menunggu sangat lama untuk bisa hamil dan ketika dia mengidam, seluruh anggota keluarga langsung berangkat untuk mencarikan apa yang dia mau.
"Memangnya kamu kuliah di sana?"
"Nggak. Di UCLA."
"Good school. Pasti kamu dapat pekerjaan bagus. Apa pekerjaanmu?"
Lamar tidak langsung menjawab karena pramusaji menata makanan di meja. Untuk starter, Lamar memilih garlic mushrooms sedangkan Malissa memilih antipasto. Hidangan utama pilihan Malissa adalah pollo cremoso dan Lamar ingin menikmati olahan daging bebek, anatra.
"Engineer."
"What kind of engineer?"
"Between jobs engineer?"
Malissa tertawa renyah. "Benar juga. Kenapa kamu berhenti kerja?"
"Aku berhenti karena ... itu bukan sesuatu yang pantas dibicarakan saat sedang makan. Karena akan merusak suasana dan...." Lamar sengaja mengantung kalimatnya, memberi kesempatan kepada Malissa untuk menyimpulkan sendiri.
"Menghilangkan nafsu makan? Makanan di sini enak. Kamu akan malu apa nggak, kalau makanan yang nggak bisa kuhabiskan nanti kubawa pulang?"
"No, kenapa aku malu? Yang bawa kamu, bukan aku."
"Aku nggak tahu. Karena aku sudah lama nggak kencan, aku sering bertanya-tanya kalau seseorang ingin membawa pulang makanan atau snack yang nggak habis dimakan saat kencan, pasangannya malu atau nggak." Malissa menepuk tasnya. "Aku bawa tas besar seperti ini karena selalu ada kotak makan kosong di sini."
Sudah lama tidak kencan. Daripada mempermasalahkan Malissa yang menyebut acara mereka kencan, Lamar lebih penasaran kenapa wanita luar biasa seperti Malissa masih sendiri. Tetapi, walau ingin tahu alasannya, tapi Lamar tidak akan bertanya. Bisa saja Malissa memang sengaja memilih menjalani hidupnya tanpa laki-laki di sampingnya. Itu hak masing-masing orang dan Lamar tahu, dirinya dan orang lain tidak perlu mempermasalahkan.
"Lamar, kalau kamu sedang banyak waktu luang, tanggal dua puluh delapan nanti mau membantuku? Tokoku mengadakan giveaway sepeda untuk anak-anak dan potong rambut gratis. Kami masih perlu beberapa relawan."
"Sepeda? Dari mana kamu dapat sepeda untuk dibagikan?"
Malissa kembali mengeluarkan senyumnya yang mematikan. Yang membuat jantung Lamar berhenti berdetak satu kali. "Toko kami, namanya Toko Kita Bersaudara, sudah menyelamatkan sepeda sejak tahun pertama buka. Dari orang-orang yang nggak lagi menggunakannya, baik outgrown atau ingin ganti, dan mau mendonasikan. Kalau mereka nggak bisa mengantar, relawan bisa mengambil ke sana."
"Bisa dapat sebanyak itu?"
"Gimana nggak bisa? Sepeda itu salah satu sampah yang sangat membebani dunia. Jumlah produksinya tiap hari, dua kali lebih banyak daripada mobil. Orang-orang lebih suka beli sepeda baru daripada bekas. Meski ada pasar untuk sepeda bekas, tapi nggak bisa menyerap semuanya. Pada akhirnya tetap ke pembuangan akhir. Padahal banyak orang yang beli sepeda bekas saja nggak mampu.
"Mau sepeda yang masih bagus, atau yang sudah rusak kami terima. Kami ber-partner dengan komunitas yang me-recycle bagian-bagian sepeda menjadi sepeda baru. Win-win solution. Mereka bisa menyalurkan hobi dan passion-nya tanpa harus khawatir rumahnya penuh sepeda. Tinggal antar saja kepada kami, kami akan menyediakan sistem giveaway-nya."
"Wow, Malissa. Aku nggak tahu harus bilang apa. Ini ... menarik."
Malissa tersenyum geli. "Menyelamatkan barang-barang supaya nggak sia-sia di tempat sampah kamu bilang menarik?"
"Aku kenal banyak orang dengan berbagai macam profesi. Tapi baru kali ini aku kenal seseorang, pendidikannya doktor, meninggalkan pekerjaan dengan gaji tetap ... untuk rerouting berbagai macam kebutuhan hidup supaya nggak berakhir di tempat sampah."
"Well, menurutku pemenang dalam hidup ini adalah orang-orang yang menjalani pekerjaan yang mereka cintai dan dari pekerjaan itu, mereka bisa membiayai kebutuhan dan gaya hidup. Selama kita bahagia dan bersemangat setiap bangun pagi, karena tidak sabar untuk segera bekerja, kita menang. Aku nggak pernah bertanya-tanya apakah aku harus memilih pekerjaan lain, yang menghasilkan lebih banyak uang. Karena aku sangat bahagia dengan apa kukerjakan sekarang. Pada ahirnya, kebahagiaan adalah keuntungan yang paling penting dari setiap investasi hidup."
"Kamu benar. Aku nggak pernah memandang pekerjaanku seperti itu." Dan tidak pernah berpikir percakapannya dengan Malissa tidak jauh berbeda dengan obrolannya dengan Thalia selama mereka bersama dulu. Penuh makna. Secara tidak langsung, mereka saling mendorong untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Lebih bijak memandang hidup. Bagaimana Lamar akan bisa mencegah dirinya untuk tidak menyukai dan mengagumi Malissa, Lamar tidak tahu. "Aku tahu kenapa banyak orang merasa kekurangan. Atau gagal. Atau bangkrut. Sebab mereka memiliki gaya hidup yang tidak seimbang dengan pekerjaan yang mereka cintai."
Malissa mengangguk setuju. "Jadi apa kamu mau datang ke acara giveaway?"
Mengajak Malissa pergi makan malam-meski dengan alasan untuk berterima kasih-benar-benar sebuah kesalahan besar. Namun, Lamar tidak keberatan mengulang kesalahan seperti ini berkali-kali. Asalkan demi Malissa.
***
Seperti kebanyakan anak kembar, Andre dan Anna juga tidak lahir tepat waktu. Satu setengah bulan lebih cepat. Hampir seluruh masa kehamilan dilalui sendiri oleh Malissa. Almarhum suami Malissa bukan tipe suami siaga. Dengan alasan ada operasi sulit yang akan datang dan harus berkonsentrasi penuh, dua minggu menjelang kelahiran si kembar Bhagas tidak tinggal di rumah, melainkan di apartemen milik mereka. Tidak pulang sama sekali. Bahkan yang mengantar Malissa ke rumah sakit bukan suaminya, melainkan ayah mertuanya. Selama menunggu si kembar lahir, bukan kebahagiaan yang menyelimuti kedua belah keluarga besar. Melainkan ketegangan dan tensi tinggi.
"Di mana suamimu, Lissa?" Ayah Malissa berkali-kali bertanya, menekankan pada kata suami. Tanpa menyembunyikan amarah di dalam suaranya. "Bukannya di sini rumah sakit tempatnya bekerja? Kenapa dia tidak ada di sini saat istrinya melahirkan?"
Malissa tidak mau menjawab. Karena ingin menjaga pikiran dan hatinya tetap tenang. Sehingga kinerja jantung dan semua organ tubuhnya tidak terganggu jelang persalinan. Plus Malissa tidak ingin terbawa emosi negatif dan membuat kedua anak di kandungannya stres.
"Ponsel Bhagas tidak bisa dihubungi." Ibu mertua Malissa tidak kalah panik. Merasa tidak enak kepada Malissa dan orangtuanya. Kenapa pada saat penting seperti ini, anak mereka tidak menjalankan tanggung jawabnya. "Tadi Mama sudah menyuruh orang pergi ke apartemen kalian, tapi Bhagas tidak ada di sana."
Malissa tidak mengerti kenapa semua orang mempermasalahkan ketidakhadiran Bhagas. Semenjak Malissa dan Bhagas mendapati mereka akan punya anak, Bhagas mulai menjauh, baik secara emosional maupun fisik dari Malissa. Kehamilan Malissa tidak mudah dan Malissa tidak punya daya upaya-saat itu-untuk mengonfrontasi suaminya, yang sangat antusias saat masa bulan madu tapi tidak betah di rumah begitu Malissa hamil. Kedua orangtua dan mertua Malissa tahu kondisi itu. Sebab Malissa sering menelepon mereka, agar datang dan membantu mengerjakan apa pun yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh Malissa.
Bunyi ponsel membuat semua kepala menoleh dengan cepat. Milik ayah mertuanya, yang bergegas meninggalkan ruangan. Diikuti ibu mertuanya. Malissa memejamkan mata. Karena Bhagas bekerja di rumah sakit ini-Bhagas adalah penyumbang terbesar pendapatan, suatu kali Bhagas mengatakan dengan bangga-maka Malissa mendapatkan fasilitas terbaik saat bersalin. Kamar paling besar dan nyaman, bahkan ada dapur kecil, meja kerja, sofa-sofa yang empuk, dan tempat tidur tambahan. Dokter dan perawat terbaik menanganinya.
"Lissa ... Sayang...." Ibu mertuanya mendekat ke ranjang dan menggenggam jemari Malissa. Wajahnya pucat pasi. "Bhagas tidak bisa datang ke sini ... hari ini...."
***
Apa yang terjadi pada suami Malissa? :-0
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top