DUA BELAS
Kasihan banget Lamar, semakin dalam menggali lubang kuburnya sendiri :-)
Jangan lupa tinggalkan komentar untukku ya. Aku tunggu.
***
Seandainya Bhagas tidak meninggal, mereka sudah bercerai saat ini. Malissa yang menggugat cerai. Untuk apa terus menikah, kalau Malissa hanya mendapatkan perubahan status saja dari pernikahannya. Dari belum kawin menjadi kawin. Kehidupan pernikahan layaknya milik kedua orangtua Malissa, tidak dia dapatkan. Suaminya sangat jarang berada di rumah. Tidak pernah menyentuhnya semenjak dia mengandung. Benar-benar tidak ada beda antara menjadi istri dan hidup sendiri. Sebagai orang yang mengaku tidak ingin menunda pernikahan, karena tidak sabar ingin hidup bersama wanita yang dicintainya, Bhagas justru semakin sulit ditemui selepas masa bulan madu. Masa bulan madu yang berakhir ketika Malissa lebih banyak menghabiskan waktu dengan muntah, hampir sepanjang kehamilan.
Sebelum menikah, Malissa dan Bhagas berteman selama enam bulan. Sepupu Bhagas—dosen di fakultas yang sama dengan Malissa—mengenalkan mereka. Tanpa pacaran, karena mempertimbangkan usia dan padatnya jadwal Bhagas di rumah sakit, mereka memutuskan menikah. Malissa menilai Bhagas memenuhi semua kriteria calon pasangan yang dia tentukan sejak remaja dulu. Tampan, dewasa, cerdas, berpendidikan, memiliki pekerjaan dengan gaji tinggi, berasal dari keluarga baik-baik dan terpandang—ditambah kedua orangtua Bhagas menyukai Malissa—dan lainnya Malissa sudah tidak ingat lagi.
Namun sayang, orang yang mengaku tidak punya waktu untuk pacaran—selain bekerja di rumah sakit dan membuka praktik pribadi, Bhagas juga menjadi dosen Fakultas Kedokteran, di salah satu perguruan tinggi, juga terlibat dalam penelitian dan penyusunan berbagai jurnal kedokteran—setelah menikah tiba-tiba memiliki banyak waktu untuk menjalin hubungan dengan wanita lain di belakang punggung Malissa. Beberapa wanita. Sebab dari hasil percakapan di ponsel milik Bhagas—ponsel yang tidak diketahui Malissa keberadaannya sebelum Bhagas meninggal—Bhagas tidak hanya membodohi Malissa saja.
Seandainya Bhagas tahu, tiga hari setelah kepergiannya, saat menceritakan detail kematiannya, kedua orangtuanya menangis memohon maaf kepada Malissa. Karena merasa gagal membesarkan seorang anak laki-laki menjadi suami yang bertanggung-jawab, yang memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan hormat. Mereka begitu takut Malissa akan menghukum mereka atas kesalahan besar yang telah diperbuat anak mereka satu-satunya; dengan membatasi pertemuan mereka dengan kedua cucunya.
Semua uang dan harta yang dikumpulkan Bhagas selama bekerja, semuanya menjadi milik si kembar. Malissa beruntung karena tidak perlu pusing memikirkan masa depan anak-anak—biaya sekolah, biaya berobat jika mereka sakit, atau apa pun. Kedua orangtua Bhagas juga membuka rekening untuk si kembar dan setiap bulan menanggung semua kebutuhan si kembar dan Malissa.
Tetapi Malissa belum menyentuh uang-uang itu. Saat ini dia masih bisa menghidupi dirinya dan si kembar dengan penghasilannya. Dari menulis blog, artikel dan buku. Malissa menceritakan perjalanannya dalam menyembuhkan trauma, membangun organisasi nirlaba dan sebagai orangtua tunggal untuk anak kembar. Ditambah tips-tips seputar mengatur keuangan, waktu, dan banyak lagi konten lain. Siapa sangka, sesuatu yang dulunya hanya dipakai Malissa sebagai sarana menyalurkan isi kepala dan hatinya, kini menjadi sumber pemasukan utamanya. Malissa menyampaikan setiap konten dengan dua bahasa, Indonesia dan Inggris.
Dua tahun yang lalu Malissa juga mengeluarkan karya di bidang environmental science, sesuai dengan pendidikan formalnya. Berupa buku nonfiksi untuk anak-anak dan remaja. Mengenai perjalanan sebuah botol plastik, beruang kutub yang kehilangan tempat tinggal, dan sepuluh hal sederhana yang bisa dilakukan setiap orang untuk menyelamatkan bumi. Satu buku dalam proses pengerjaan saat ini. Kegiatan kreatif yang seru untuk anak-anak berbagai usia, memanfaatkan barang bekas yang bisa didapat di sekitar rumah, direkam di aplikasi berbagi video. Memang uang yang dia dapatkan tidak sampai ratusan juta per bulan, tapi cukup untuk menjaga dirinya dan si kembar tidak kekurangan.
Hidup memang tidak pernah mudah tapi kalau—
Rangkaian pikiran Malissa terputus saat mendengar pintu ruang kerjanya diketuk.
"Kak, ada orang datang. Nganter donasi selimut dan sprei. Tapi mau ketemu kakak dulu." Indri, salah satu relawan, seorang mahasiswa semester tiga, membuka pintu. Uang dari negara untuk biaya hidupnya—sepaket dengan beasiswa—sebagian dikirimkan untuk ibunya. Karena tidak mau begitu saja menerima makanan gratis dari sini, Indri memutuskan menjadi relawan. Setiap tidak ada jadwal kuliah dan kegiatan di kampus, Indri bisa ditemui di sini.
Malissa mengikuti Indri keluar. Toko Kita Bersaudara adalah satu-satunya tempat yang bisa menyembuhkan luka di hati Malissa. Atas pengkhianatan almarhum suaminya dan kegagalan rumah tangganya. Sekarang, saat dia sedang terluka akibat perkataan dan asumsi Lamar, yang disampaikan di rumah sakit waktu itu, di sini Malissa ingin mendapatkan obat yang sama.
Tetapi sayang, Lamar pernah datang ke sini. Bagaimana bisa Malissa berharap dirinya akan sembuh? Kalau setiap berdiri di dalam toko, otaknya teringat pada hari giveaway sepeda. Lamar membuka kaus di sini, mempertontonkan bagian atas tubuhnya yang menggoda iman. Malamnya, Malissa tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Karena kepalanya sibuk menampilkan dada dan perut Lamar yang menggiurkan. Hari itu, untuk pertama kali setelah suaminya meninggal, Malissa membayangkan seperti apa rasanya bercinta dengan seseorang. Seseorang yang menganggapnya berharga, harap Malissa, dan berbeda dengan suaminya. Sayangnya, Lamar tidak lagi masuk dalam kriteria tersebut.
***
Lamar tahu dirinya harus minta maaf karena sudah menyinggung perasaan Malissa. Tetapi Lamar belum menemukan bagaimana caranya. Permintaan maaf akan membuat suatu hubungan—pertemanan, asmara, apa pun itu—akan kembali pulih setelah sebelumnya goyah. Namun Lamar juga tahu, permintaan maaf yang disampaikan dengan cara yang salah, justru akan membuat jurang di antara satu pihak dengan pihak yang bersalah semakin lebar. Oleh karena itu, setelah berpikir selama seminggu, sambil membawa dua kotak besar berisi susu untuk anak-anak, Lamar mendatangi Malissa di toko.
"Ngapain kamu ke sini?" Malissa melipat tangan di dada. Tidak ada senyum di wajahnya dan tidak ada kehangatan dalam suaranya.
"Mau donasi. Aku bawa susu bayi."
"Letakkan saja di situ." Malissa berbalik, tapi Lamar dengan cepat menahan lengannya.
"Mau ngapain lagi sih?" tanya Malissa dengan nada tidak suka.
"Aku mau minta maaf karena ... menyinggung perasaanmu." Tidak perlu memakai kalimat-kalimat yang indah, menurut sebuah artikel mengenai cara meminta maaf yang dibaca Lamar. Langsung saja akui kesalahan dengan jantan. "Nggak seharusnya aku mengatakan itu kepadamu. Nggak seharusnya aku bicara seperti itu. Aku minta maaf."
Malissa tidak mengatakan apa-apa. Hanya menatap Lamar dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Aku nggak bisa tidur ... karena memikirkan perasaanmu yang kusakiti." Dan menyakitimu membuatku tidak tenang. Membuatku sakit. Untuk pertama kali dalam beberapa bulan ini, Lamar tidak bisa memejamkan mata di malam hari bukan gara-gara memikirkan Thalia dan hilangnya masa depan mereka. Tetapi karena merasa bersalah kepada Malissa.
"Aku memang ... sering nggak bisa menyaring apa yang mau kukatakan. Aku nggak punya people skill sebagus kamu. Tapi aku akan lebih berhati-hati. Apa yang bisa kulakukan untuk memperbaiki kesalahanku?" Lamar sudah mengeluarkan semua jurus yang, katanya, akan bisa membuat seseorang memaafkannya. Bahkan kali ini Lamar memasang wajah memelas agar Malissa kasihan kepadanya.
"Nggak akan ada bedanya aku memaafkanmu atau nggak." Malissa menanggapi dengan ketus. "Kita nggak akan pernah ketemu lagi. Kamu nggak usah datang ke sini lagi. Nanti kamu menuduhku mencari kesempatan untuk mendekatimu."
"Lissa, maksudku waktu itu bukan aku nggak suka berteman denganmu. Aku suka. Tapi kita tahu laki-laki dan wanita dewasa nggak akan mungkin bisa berteman tanpa ada salah satu yang menyukai. Dan...."
"Oh, dan menurutmu wanita selalu jatuh cinta lebih dulu?! Laki-laki lebih bisa mengatur hatinya untuk jatuh cinta kepada siapa?!" Malissa menikam dada Lamar dengan telunjuknya setiap kali selesai mengucapkan satu kalimat.
"Maksudku bukan seperti itu. Aku hanya menilai kamu adalah tipe orang yang ... menginginkan pernikahan. Sedangkan aku nggak berada dalam posisi bisa memberikan apa yang kamu inginkan...."
Malissa tertawa kering. "Dari mana kamu tahu aku menginginkan pernikahan? Kenapa kamu percaya diri sekali aku ingin menikah denganmu? Apa kamu pikir cuma kamu satu-satunya teman laki-laki yang kupunyai?
"Kamu tahu, Lamar? Aku curiga jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta padaku. Dan kamu takut kalau aku nggak memiliki perasaan yang sama ... no ... bukan ... kamu takut mengizinkan seseorang masuk ke dalam hidupmu. Karena kamu takut patah hati. Kamu pernah patah hati. Jadi kamu mencari-cari masalah ... penghambat ... untuk membuat perasaanmu nggak berkembang.
"Kamu bisa memberikan pernikahan padaku, atau siapa pun, tapi kamu nggak mau. Kamu ingin kita terus berteman, sesekali kita makan bersama, jalan-jalan mengobrol, tapi kamu takut kamu semakin jatuh cinta padaku. Jadi kamu mengingatkanku untuk nggak jatuh cinta padamu. Karena kalau aku mengimbangi cintamu, kamu nggak akan punya pilihan selain ... menjalin hubungan denganku. That's a weird defence mechanism, if you asked me." Malissa berjalan cepat meninggalkan Lamar yang kehilangan kemampuan bicara, setelah semua tindakannya dianalisis oleh Malissa.
***
Teman, aku mengadakan preorder untuk salah satu bukuku, yang pertama tayang di Wattpad, yaitu Geek Play Love. Novel ini dulu membuatku terkenal di sini, sekarang nggak terkenal lagi hehehe. Kalau kamu berminat untuk ikut, kamu bisa menuju Shopee/Tokopedia ikavihara. Atau WhatsApp 083155861228. Mumpung banyak promo akhir bulan mulai tanggal 25 sampai 31 Mei di e-commerce/market place dan nanti ada promo angka kembar 6/6 juga :-)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top