DELAPAN
Telat update beberapa menit. Aku masih bicara dengan ayahku tadi, yang tadi pagi ditabrak anak SMP :-( Belum punya SIM, nggak pakai helm, pergi sekolah naik motor di jalan raya, bercanda sama teman. Ketika jatuh tergeletak, nggak sadar, semua temannya kabar. Alhamdulillah, ayahku tidak kenapa-napa, tapi tetap bikin khawatir dan agak mengganggu kebahagiaanku. Level kebahagiaanmu berapa minggu ini? Dari 1 sampai 10? Semoga Lamar dan Malissa membawa kebahagiaan untukmu ya. Jangan lupa tinggalkan komentar untukku ya, supaya bisa kubalas-balas nanti.
Love, Vihara (IG/Twitter/FB/TikTok ikavihara, Tokopedia/Shopee ikavihara, WhatsApp 0831 5586 1228 kumpulan bab esktra ada di karyakarsa.com/ikavihara)
Malissa menjatuhkan diri di kursi di bagain belakang toko dan mengipasi wajahnya dengan tangan. Astaga! Ini bukan pertama kali Malissa melihat tubuh laki-laki. Bahkan Malissa pernah meraba dan membelai tubuh laki-laki. Tubuh suaminya. Kenapa Malissa bertingkah seperti anak remaja yang melihat foto telanjang dada anggota boyband untuk pertama kali? Malissa beruntung tidak menjerit-jerit di sana tadi. Perut padat Lamar. Dada Lamar yang bidang dan naik turun seiring helaan dan embusan napasnya. God, Malissa ingin melarikan telapak tangannya di sana. Ingin membuktikan apakah kenyataan sama dengan angannya. Bahwa otot-otot di sana akan bereaksi karena sentuhannya—
"Malissa Niharika Darmin Sanyoto!!!" Leandra—atau Leah, untuk orang-orang terdekatnya—menerobos masuk, berteriak, dan menutup pintu di belakangnya.
"Kenapa kamu pangil-pangil ayahku?" Tukas Malissa sebal.
"Siapa dia?! Manusia superseksi yang buka baju di depanmu tadi?!"
"Jangan ganggu aku! Aku lagi berfantasi!"
"Sama, aku juga mau berfantasi! Siapa dia?" Leah duduk di kursi di seberang Malissa.
"Relawan."
"Relawan? Sekarang kita ada kriteria tambahan untuk merekrut relawan? Hot and sexy?"
"Dia ... temanku."
"Teman?! Sejak kapan kamu punya teman seksi kayak gitu? Di mana kenalnya? Kenapa kamu pernah nggak cerita?!" Cecar Leah tidak sabar.
"Kenapa aku nggak bisa punya teman ganteng dan seksi? Bukan berarti karena aku di rumah terus sama anak-anakku, aku nggak bisa ketemu dan berteman sama laki-laki ganteng."
"Hmmph ... kamu menyukainya."
"Iyalah. Kalau kamu punya teman seperti dia, apa kamu bisa nggak menyukainya? He's too darn sexy for our peace of mind with his broad chest on display. Dia juga baik banget."
"Yes, he is that." Leah mendesah. "Dan menyukai anak-anak."
Malissa menatap sahabatnya dengan mata menyipit. "Dari mana kamu tahu?"
"Di depan tadi. Ada anak yang nangis karena takut lihat alat cukur rambut. Manusia seksi memangku anak itu sambil bicara ... aku nggak tahu bicara apa, tapi anak itu tertawa. Kamu tahu relawan yang lain bilang apa? Rahim mereka sampai meleleh. Oma Shelly juga, bilang kalau umurnya empat puluh tahun lebih muda, dia bakal jadi saingan terberat siapa pun yang mau mendapatkan si seksi itu."
Malissa terbahak. "Seharusnya aku nggak meminta Lamar jadi relawan. Kalau dia mengganggu fokus kalian seperti itu."
"He is a very nice distraction. Tapi kamu nggak jawab pertanyaanku. Kamu kenal sama dia di mana? Kenapa kamu nggak cerita sama aku kalau hidupmu tiba-tiba berubah jadi menarik? Apa aku ini cuma tempat pelarian waktu kamu bosan dan kesusahan aja?"
"Ya ampun, Le, kenapa kamu drama banget? Aku cuma makan malam sama Lamar—"
"Cuma?!" Leah kembali meninggikan suaranya. "Makan malam sama manusia seksi yang bikin rahim dan hati semua wanita di sini lumer nggak bisa dibilang 'cuma'. Itu pencapaian, Malissa, pencapaian! Apalagi kamu berhasil mengajaknya jadi relawan di sini. Jadi kamu bisa sering ketemu dia ... well, well, my best friend ... kamu licin juga ternyata."
"Sudahlah, jangan lebai. Aku cuma makan malam sekali dengannya. Rasanya keluar rumah nggak bawa anak-anak, nggak menkhawatirkan mereka, ngobrol dengan laki-laki dewasa rasanya menyenangkan."
"Apa mertuamu ... nggak akan keberatan kamu punya teman laki-laki?"
"Ya nggaklah. Orangtua Bhagas ... mereka logis dan berpikiran terbuka. Masalahnya bukan itu. Aku punya dua anak balita. Mereka membutuhkanku hampir setiap saat. Aku nggak punya banyak waktu buat kencan. Buat pacarann."
"Aku nggak pernah ada di posisimu. Nggak pernah punya anak dan nggak sedang jatuh cinta. Tapi, Lissa, kalau Lamar memang menyukaimu dan dia adalah orang yang tepat untukmu, dia akan berkompromi supaya bisa menghabiskan waktu denganmu."
"Dia menyukaiku? Yang benar saja, Le."
"Malissa, kamu layak disukai. Sangat."
"Aku nggak tahu, Le. Aku ... nggak pernah merasa begini. Complicated emotions, kamu ngerti kan? Kamu sahabatku, aku selalu menceritakan segalanya padamu. Cerita memalukan juga. Lamar ... berhasil membangkitkan ... my physical responses. Saat melihatnya aku sangat ingin dia menciumku, tapi aku juga ingin dia nggak melakukannya. Aku ingin mendengarnya mengatakan dia menyukaiku, tapi aku juga ingin tetap berteman saja. Aku nggak tahu apa yang kumau. Sejak ketemu dia, aku nggak memahami diriku sendiri."
"Kamu menginginkan cintanya tapi kamu takut menanggung risikonya. Patah hati."
"Bukan takut. Aku nggak ingin terlihat gampangan. Aku ini janda dengan dua anak yang masih kecil. Nggak banyak prospek suami yang bisa kutemukan. Kamu nggak tahu berapa banyak orang yang memintaku untuk nggak pilih-pilih. Asal ada yang mau lalu aku harus ... menikah dengannya.
"Tapi aku nggak ingin seperti itu. Aku ingin merasakan jatuh cinta. Ingin diperlakukan seperti dulu, saat aku masih muda, belum pernah menikah, belum punya anak. Kami ketemu, kami saling mengenal, sama-sama jatuh cinta. Lalu hidup bahagia selama-lamanya. Walaupun itu hampir mustahil diwujudkan karena aku sepaket sama Anna dan Andre, tapi aku boleh bermimpi kan, Le?"
***
Hari ini tepat tiga bulan kepergian Thalia. Pada hari itu, hari yang tidak pernah dibayangkan dan diangankan Lamar akan terjadi, Lamar bisa mengingat dengan jelas bagaimana dia mencengkeram erat ponselnya, hingga hampir patah menjadi dua. Semua orang di sekelilingnya memintanya untuk menarik napas. Tetapi manusia mana yang bisa bernapas, saat langit mendadak runtuh menimpa mereka? Suara di telinga Lamar masih terus terdengar. Suara yang melemparkan Lamar ke dalam neraka.
Potongan berita kematian Thalia diterima Lamar pada pertengahan bulan Juli. Saat Lamar dan tiga rekan kerjanya berjalan menuju ruang pertemuan. Ya, hanya potongan, karena telinga Lamar menolak mendengar seluruhnya. Lamar menangis keras, terduduk di tengah koridor lalu berteriak kepada siapa pun yang meneleponnya untuk tidak memberinya berita bohong. Thalia tidak mungkin meninggal. Tidak hari itu. Lima belas menit sebelumnya Thalia mengirim pesan kepada Lamar, menyampaikan rindu dan mengingatkan Lamar untuk pulang cepat, sebab mereka ada janji makan malam bersama.
Hari itu berjalan seperti biasa. Lamar menghabiskan sarapannya sambil berbalas pesan dengan Thalia dan membaca koran pagi. Di kantor, Lamar ikut merayakan kenaikan jabatan salah satu temannya. Namun siapa sangka tiga jam kemudian, Lamar harus menerima kenyataan bahwa dia tidak akan lagi bisa bertemu wanita yang dicintainya. Tidak dalam keadaan hidup. Untuk selama-lamanya.
Lamar menolak memercayai apa yang didengarnya. Bagaimana dia akan percaya, kalau dia tidak diizinkan memeriksa jenazah Thalia? Mereka—belakangan Lamar tahu sepupu Thalia yang mengabari—mengatakan jasad Thalia sudah tidak utuh lagi dan menyarankan untuk tidak dilihat. Hanya peti mati yang bisa disentuh Lamar. Kalau seperti itu, kenapa mereka menyimpulkan korban tersebut sebagai Thalia?
Mungkin saja Thalia berhasil lolos dari maut dan kini sedang terombang-ambing di atas potongan kayu di tengah lautan. Atau terdampar di pulau tak berpenghuni. Seandainya mendapat izin, Lamar akan berangkat menyelami seluruh samudera dan mendatangi semua daratan di sekitar lokasi kejadian. Lamar akan menelusuri setiap jengkal, untuk menemukan bukti keberadaan Thalia. Thalia tidak mungkin pergi secepat itu. Tidak sebelum mereka menikah. Karena Thalia berjanji kepada Lamar, bahwa mereka akan hidup bahagia selama-lamanya. Bersama anak dan cucu mereka.
Setelah kehilangan dua wanita yang dicintainya—ibu dan calon istrinya—Lamar menyimpulkan bahwa hidup merupakan rangkaian kejadian buruk. Jika sekarang seseorang bahagia bersama orang-orang yang dicintainya, mereka beruntung kejadian buruk belum menimpa merea. Namun tidak terjadi bukan berarti tidak ada. Musibah itu hanya sedang bersembunyi dan akan keluar pada saat yang tidak terduga. Pada saat yang tepat. As if there is ever a good time for something like this to happen.
"She didn't suffer. It was instantaneous." Seseorang itu kembali bicara. Seolah ingin membuat Lamar merasa lebih baik dengan mengatakan Thalia meninggal seketika sehingga tidak sempat merasakan sakit. Sembarangan sekali mereka menyimpulkan Thalia tidak menderita, seperti mereka pernah meregang nyawa.
Lamar menangis kesakitan, mewakili dirinya dan Thalia. Selama lebih dari seminggu. Berat memikirkan mulai hari itu Lamar tidak akan pernah lagi mendengar Thalia mengucap kata cinta. Atau menyebut Lamar pemalas sambil tertawa. Lamar tidak akan pernah bisa lagi berdansa berdua bersama Thalia di ruang tengah, setelah mereka memasak dan makan malam bersama. Tidak akan lagi ada orang yang menyuruh Lamar untuk segera pergi tidur dan tidak bekerja sampai larut. Masih ada hari esok, begitu prinsip hidup Thalia, yang disampaikan kepada Lamar berulang-ulang.
"I love you more." Adalah pesanterakhir yang dikirim Thalia, membalas pernyataan cinta Lamar.
Bagaimana bisa hidup ini berubah dalam waktu sangat singkat? Satu detikLamar tengah menatap masa depan dengan penuh keyakinan dan kebahagiaan. Namundetik berikutnya, Lamar dilemparkan ke dalam sebuah lubang gelap yang sebelumnyatidak dia ketahui keberadaannya dan seberapa kedalamannya. Lamar susah-payahmencari pegangan. Megap-megap mencari udara untuk mengisi paru-parunya. Matanyatak lagi bisa melihat apa-apa. Selain kegelapan yang menyesakkan.
###
Jangan lupa baca cerita kakak-kakaknya Lamar. Elmar dalam A Wedding Come True dan Halmar dalam The Promise of Forever. KEDUANYA SEDANG DISKON 20% di Gramediadotcom. Saat check out, pilih toko buku terdekat dengan rumahmu. Kode gratis ongkir AKUPECINTABUKU. Atau baca di Gramedia Digital, cukup Rp 45.000 aja untuk membaca keduanya dan buku-bukuku yang lain, dengan Fiction Premium Package. Besok ada diskon 50% Fiction Premium Package, jadi cuma Rp 22.500 aja bisa baca semua :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top