Chapter 7 - New Friends


Keesokan harinya, aku berjalan menuju bangku cafeteria sambil memegang nampan berisi makan siang, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil namaku.

"Nicole, kemari! Duduklah bersama kami!"

Aku menoleh ke arah kananku dan melihat Erin melambaikan tangannya, kemudian ia menepuk-nepuk bangku di sebelahnya, mengisyaratkanku untuk duduk di sebelahnya. Aku tersenyum lebar dan berjalan menghampiri Erin dan Natalie. Di meja itu, aku melihat beberapa murid teater, juga seseorang yang sangat familiar.

"Melisandre--um, maksudku--Skye?" Aku mengernyit. "Kau anak teater? Kenapa aku tidak melihatmu saat audisi?"

Skye mengangkat bahunya, "Aku mendaftarkan diri di bagian teknis. You know, lighting, sound system, tata panggung? Jadi aku bolos saja saat audisi." Ia kembali mengunyah sandwich-nya.

"Oh, begitu. Bolehkah aku memanggilmu 'techie'?" Tanyaku.

"Don't call me that!" Skye menjawab singkat.

Aku tertawa kecil, kemudian menoleh ke arah Erin dan Natalie. "Bagaimana dengan kalian?"

"Aku terpilih menjadi ratu, sedangkan Natalie--" Erin menoleh ke arah Natalie.

"Aku terpilih sebagai petani." Tiba-tiba wajahnya berubah cerah, "Aku iri sekali padamu, Nicole!"

Aku mengernyit, "Kenapa?"

"Kau berperan sebagai princess! Itu artinya kau akan menjadi lawan main Rory!" Jawabnya.

"Yeah, sebuah keberuntungan yang tak diduga." Aku tersenyum canggung.

Natalie memalingkan pandangan ke sisi lain cafeteria sambil tersenyum dan menopangkan kedua pipinya. Aku mengikuti arah tatapan Natalie dan melihat Rory di salah satu meja cafeteria. Ia sedang mengobrol bersama Danielle dan beberapa murid junior yang tidak kukenal.

Natalie kembali berbicara, "Kudengar kau juga tetangganya Rory?"

Aku kembali menoleh ke arahnya dan mengangguk. "Yeah, why?"

Natalie tersenyum lebar dan bertanya, "Bolehkah aku main ke rumahmu kapan-kapan?"

"Sure." Aku tersenyum tipis, rupanya Natalie juga salah satu fans-nya Rory.

"Aku juga iri padamu, Nicole, tetapi bukan karena aku fans-nya Rory." Erin melanjutkan perkataannya. "Kau seorang sophomore, dan Ajay memilihmu sebagai pemeran utama! Jarang sekali murid tingkat pertama memerankan peran penting di teater."

Aku menekuk wajahku, "Masa iya? Malah sepertinya Ajay membenciku."

Erin membelalak. "No way! Itu tidak mungkin! Benar kan, Ajay?" Ia menoleh ke sisi lain meja makan.

Aku terkejut setengah mati ketika melihat Ajay duduk satu meja dengan kami.

"Ah--Ajay, maafkan aku--"

"Hei, Ajay!" Erin menendang kaki Ajay di bawah meja.

"Diam, aku sibuk!" Jawab sang sutradara singkat.

Ajay terlihat sedang sibuk mencorat-coret buku tulisnya dan menjawab pertanyaan Erin tanpa memalingkan pandangan dari bukunya. Aku melihat beberapa garis dan kotak yang tidak kumengerti di bukunya.

"Apa yang sedang kau gambar, Ajay?" Tanyaku dengan tawa ringan.

"Diam, Jenkins, jangan mengejekku! Aku sedang melakukan blocking."

"A-aku tidak mengejekmu!" Jawabku cepat.

Sungguh, Ajay seperti singa yang tidak makan selama sebulan!

Aku mencondongkan tubuhku ke arah buku tulisnya untuk melihat lebih dekat, "Oh, blocking untuk aktor The Enchanted Kingdom?"

"Yup." Ajay menjawab dengan singkat. Tiba-tiba ia meletakkan pulpennya di meja dan menghela napas berat. "Ah, ini sulit. Aku harus menggambar blocking langsung di atas panggung."

Erin melihat arloji di tangan kirinya. "Kau pergi ke auditorium saja. Masih banyak waktu sebelum bel masuk berbunyi."

"Oke kalau begitu." Ajay menoleh ke arah kami satu persatu. "Siapa yang mau membantuku?"

Aku, Skye, Erin dan Natalie saling bertatapan, kemudian terdiam. Begitu pula dengan anggota teater lainnya.

Membantu sang sutradara yang segalak singa? No, thanks.

Ajay menyeringai, "Yang tidak mau membantuku, aku akan membuat peran kalian terbunuh oleh penyihir dan terkapar sepanjang pertunjukan!"

"Jangan! Oke, aku ikut!" Erin merespon dan berdiri dari bangkunya.

"Good." Ajay berdiri dari bangkunya kemudian menatapku dan Natalie, "Oke, kalau begitu kalian lah yang akan terkapar sepanjang pertunjukan. Sampai jumpa nanti sore saat latihan!" Kemudian ia mengikuti Erin menuju auditorium.

"Hey!" Natalie protes.

******

Sore hari, setelah latihan pertama kami selesai, aku merapikan barang-barang bawaanku dan bersiap untuk pulang. Aku berjalan keluar sekolah menuju halte bus. Tiba-tiba, sebuah mobil sedan berhenti tepat di sebelahku.

Pintu kaca mobil terbuka, aku melihat Rory tersenyum padaku, "Mau pulang bersamaku?"

"Oh-hai, Rory. Kalau kau tidak keberatan--" Tiba-tiba aku menjadi gugup.

Ia memiringkan kepalanya ke arah kursi penumpang di sebelahnya. "Masuklah."

Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobilnya, kemudian berkendara pulang. Kami berdua diliputi keheningan yang cukup panjang selama perjalanan.

Kami berdua yang sekarang benar-benar berbeda dengan yang dulu. Saat kami masih anak-anak, kami bermain bersama hampir setiap hari, kami juga membicarakan apapun yang ada di pikiran kami dengan bebas. Namun sekarang, kami saling diam. Tentu saja, itu bukan hal yang aneh. Kami tidak saling berbicara satu sama lain selama bertahun-tahun, lalu tiba-tiba kami bersekolah di tempat yang sama. Aku bingung sekali bagaimana cara memulai percakapan dengannya, apalagi kini Rory adalah murid populer di sekolahku.

"Aku tidak tahu kau bisa mengendarai mobil, Rory." Aku membuka pembicaraan.

"Sebenarnya aku belum punya SIM." Rory menjawab.

"Benarkah?!" Aku terkejut, kemudian berpura-pura hendak membuka pintu mobil, "Apakah lebih aman jika aku loncat saja dari mobilmu?"

"Bercanda!" Rory tertawa. "Aku berumur 17 tahun dua bulan yang lalu. Ayahku mengizinkanku untuk membuat SIM."

"Astaga! Aku lupa hari ulang tahunmu! Maafkan aku, Rory."

Rory tertawa kecil, "Hei, santai saja! Dua bulan yang lalu kan kau belum punya nomorku."

"No, aku tetap merasa tidak enak." Aku menekuk wajahku, "Bagaimana kalau aku mentraktirmu sesuatu?"

Rory menoleh ke arahku dan tersenyum lebar, "Yang benar?"

Aku tersenyum simpul dan mengangguk, "Kau mau apa?"

Rory berpikir sejenak, "Aku butuh asupan kafein untuk belajar nanti malam. Bagaimana kalau segelas Americano?"

Americano? Aku tahu itu kopi, tetapi aku tidak tahu di mana harus membelinya.

"Nicole?"

Aku tersadar dari lamunanku, "Iya?"

"Kalau begitu kita ke Starstruck?" Rory menoleh ke arahku.

"Baiklah." Aku mengangguk.

******

Di dalam coffee shop, kami berdiri di depan kasir untuk memesan minuman.

"Americano untuk Rory--" Aku berpikir sejenak sambil melihat-lihat menu yang ada di dinding.

"Signature Choco Hazelnut enak." Rory memberiku saran.

"Great idea!" Aku kembali berbicara pada kasir, "Signature Choco Hazelnut untuk Nicole."

Setelah kami menerima minuman kami, kami berjalan mengelilingi restoran untuk mencari tempat duduk. Pada akhirnya, kami menemukan tempat duduk yang kosong tepat di sebelah jendela.

Aku meminum coklat yang kupesan dan tersenyum lebar, "Minuman yang kau pilihkan untukku enak sekali, Rory!"

"Tentu saja, aku tahu kau sangat suka coklat dan minuman yang manis." Rory tersenyum sambil meminum Americano-nya.

Rory masih mengingat minuman yang kusuka hingga sekarang?! Jantungku berdetak semakin tidak karuan rasanya!

Rory menyerahkan minumannya padaku, "Kau jarang minum kopi kan, Nicole? Mau coba?"

"B-boleh." Aku meletakkan minumanku di meja dan mengambil minuman milik Rory, kemudian meminumnya sedikit. Aku mengernyit, hidungku berkerut. Rasanya sungguh pahit!

Rory tertawa, "Sudah kuduga kau tidak tahan dengan pahitnya!"

"Jangan mengejekku!" Aku merasakan kedua pipiku menghangat, sedangkan seseorang di hadapanku hanya tertawa renyah. Sialan!

Aku menyerahkan minumanku padanya, "Mau coba coklatku?"

Rory menggeleng, "Aku sudah tahu bagaimana rasa Signature Choco Hazelnut."

"Oh, begitu." Aku tersenyum pahit.

Kami menikmati minuman kami dan terdiam selama beberapa waktu. Aku tidak bisa memalingkan pandanganku dari Rory, aku mencuri-curi kesempatan untuk meliriknya. Sinar matahari sore yang menembus jendela cafe terjatuh tepat di wajahnya, membuat rambutnya berkilau dan menggambarkan lekukan wajahnya yang tegas.

Kini aku mengerti mengapa semua orang di sekolah tergila-gila padanya. Rory memang sangat tampan!

Tiba-tiba, Rory melirik ke arahku dan membuatku tersedak.

"Kau tidak apa-apa, Nicole?" Ia menyerahkan selembar tissue padaku.

"Aku--tidak--apa-apa." Aku berusaha berbicara sambil terbatuk-batuk.

Tiba-tiba, ponsel Rory berdering, ia menjawab panggilan teleponnya.

"Halo?"

"..."

"Hm, baiklah." Ia merendahkan suaranya.

"..."

Kemudian ia menutup teleponnya dan menoleh ke arahku, "Nicole, aku harus pulang. Maaf ya, kita baru saja sampai."

Aku menggeleng, "It's okay, Rory! Ayo kita pulang."

Ia tersenyum tipis, "Terima kasih Americano-nya, Nicole. Aku akan mengantarmu pulang."

"Tentu saja kau harus mengantarku, aku kan tetanggamu!" Jawabku.

Rory tertawa kecil, "Baiklah. Mungkin kita bisa hangout lagi kapan-kapan?"

Aku membalas senyumannya dan mengangguk. "Sure. Whenever you want!"

Kami keluar dari cafe dan berkendara pulang menuju rumah.

Rory terlihat sangat sibuk. Sebenarnya, aku tidak berharap banyak akan akrab seperti dulu dengan Rory, menghabiskan waktu sebentar dengannya pun aku sudah sangat senang.

Semoga kami bisa hangout lagi kapan-kapan!

******

GLOSSARIUM

Blocking: Penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi. 

******

BONUS
Erin & Natalie ❤❤❤

Rory bareng Natalie *digaplok readers*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top