Chapter 45 - Rory And His Secret
Setelah bertemu Nat dan Aiden di Golden Griddle, perasaanku lumayan membaik, satu masalah sudah selesai. Mereka tidak membenciku, kuharap semua murid di teater pun begitu. Namun, masih ada satu hal yang terus mengganggu pikiranku.
Rory.
Ia masih saja tidak membalas pesanku atau memposting apapun di sosial medianya. Rory benar-benar menghilang seperti hantu, aku penasaran apa yang dilakukannya sehingga ia menghilang seperti ini.
*****
Ketika sampai di rumah, aku naik menuju lantai dua dan berjalan menuju kamarku. Setelah sampai di dalam kamar, aku membanting sling bag-ku dan duduk di tepi ranjang menghadap ke arah jendela. Entah sudah berapa lama aku menatap kosong ke arah kamar Rory yang lampunya tidak kunjung menyala, begitu pula dengan tirai kamarnya yang selalu tertutup.
Aku menghela napas berat, kemudian menopangkan kedua pipiku dengan tangan dan bergumam. "Rory, where are you? Seandainya kau tahu aku sedang mengalami minggu yang sangat berat. Kita terbiasa bercerita tentang segalanya, namun kini kau menghilang begitu saja."
Bagaikan sebuah keajaiban, tiba-tiba lampu kamar Rory menyala. Aku terkejut dan dengan refleks menegakkan tubuhku ketika melihat siluet tubuh Rory di balik tirai kamarnya. Aku bergerak cepat menuju jendela.
"Rory Silva!" Aku berteriak.
Siluet Rory masih berjalan mondar-mandir di kamarnya, ia tidak mendengar suaraku. Dengan cepat aku meraih ponselku dan melakukan panggilan telepon.
"Rory, ayo angkat!" gumamku.
Masih dalam bentuk siluet, aku melihat Rory mengambil ponselnya dari saku celana. Ia menatap layar ponselnya selama beberapa detik sebelum melemparnya ke arah ranjang. Panggilan teleponku terputus.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk, silahkan coba kembali beberapa saat lagi--" ucap operator di seberang telepon.
"What the hell? Rory me-reject teleponku?!" gumamku lagi.
Siluet tubuh Rory perlahan memudar. Kurasa ia berjalan ke sisi lain kamarnya, semakin menjauh dari jendela.
Aku memijat kedua pelipisku dan menghela napas berat. "Oh, no. Danielle pasti sudah memberitahu Rory tentang kecelakaan itu. Aku harus cepat berbicara dengan Rory sebelum segalanya menjadi semakin runyam."
*****
Keesokan harinya, sepulang sekolah, aku masuk ke dalam auditorium untuk latihan teater.
"Boo!" Seseorang berbisik di telingaku dan membuatku terkejut.
Dengan refleks aku menutup telingaku dan berteriak. "What the hell?!"
Aku menoleh ke belakangku dan melihat Skye tertawa renyah ketika melihat ekspresi wajahku.
"Kau pikir aku ini hantu atau semacamnya?!" Skye masih tertawa renyah. "Kau selalu asyik untuk diajak bercanda!"
Aku sama sekali tidak tertawa ketika melihat Skye menggodaku. Malah sebaliknya, aku kembali mengalami perang batin yang luar biasa. Setelah Aiden menceritakan padaku bahwa kemungkinan pelaku yang mencelakakan Nat adalah orang yang Brian kenal, sulit sekali untuk tidak mencurigainya. Perasaanku pada Skye berubah.
Perlahan, tawa Skye pudar. "Hey, why the long face?"
Dengan cepat aku menggeleng. "Nothing."
Skye berdecak. "Whatever, kau tidak seru lagi untuk dikerjai." Setelah menggodaku, Skye pergi meninggalkanku.
"Skye!" Aku memanggil namanya.
Ia menoleh ke belakang. "Huh?"
"Apakah kau--" namun dengan cepat aku menggeleng, "--nothing. Lupakan saja."
Skye berhenti berjalan dan mengernyit. "Kau aneh hari ini, Nicole."
Setelah itu, Skye pergi meninggalkanku dan pergi membantu teknisi lainnya. Aku menghela napas berat. Aku tidak boleh asal menuduh bahwa Skye pelakunya sebelum memiliki bukti yang kuat, kan?
"No, no, no. Tidak mungkin Skye."
Dengan cepat aku membuang jauh-jauh pikiran jelekku itu, kemudian melangkah dan duduk di bangku auditorium.
Tiba-tiba, Ajay datang menghampiriku dan berdiri di hadapanku.
"Hey," sapanya.
Aku mendongak, lalu tersenyum canggung, "Hey."
Ia membalas senyumanku, kemudian duduk di bangku sebelahku. Ini pertama kalinya kami berlatih teater setelah putus. Keadaan kami sekarang bahkan lebih canggung dibandingkan saat pertama kali berkencan.
"How is it going?" Ajay memecah keheningan.
"Great. Thanks," jawabku.
Tentu saja aku berbohong. Setelah putus dengannya adalah masa-masa yang cukup sulit dalam hidupku. Mengapa ia bisa sesantai itu menghadapiku setelah putus?
Sudah cukup lama aku tidak dapat berhenti menggerakan kakiku dengan gugup dan menatap pintu auditorium. Tujuanku sekarang adalah berbicara dengan Rory mengenai kesalah pahaman yang terjadi di klub teater.
Rory terbiasa datang lebih lambat dariku ketika latihan teater, namun entah kenapa ia tidak kunjung menampakkan batang hidungnya, padahal latihan sudah hampir dimulai.
"Apakah ia bolos latihan lagi kali ini? But that's impossible! Pertunjukan kurang dari sebulan lagi!" gumamku.
"Huh? Sorry?" Ajay mengernyit ketika mendengarku bergumam.
Dengan cepat aku menoleh ke arahnya. "Oh, nothing!"
Sesaat kemudian, sosok yang kutunggu akhirnya datang juga. Rory berjalan dengan tergesa-gesa ke dalam auditorium sambil menggendong ranselnya.
Aku menoleh ke arah Ajay. "Talk later. I have to go."
Ajay berusaha menahanku. "Wait, Nicole--"
"Rory!" Aku berteriak, dengan cepat bangkit dari kursi penonton dan berjalan ke arah Rory, meninggalkan Ajay sendirian.
Rory menoleh ke arahku, kedua netranya membulat sempurna, ia terlihat sangat terkejut.
"Kau me-reject teleponku tadi malam?!" Aku menaikkan nada bicaraku. "Kita sudah berjanji untuk tidak lagi bertengkar karena kesalahpahaman!"
"Whoa, slow down! I can explain--" ucap Rory cepat.
"Kau percaya pada omong kosong semua orang, termasuk Danielle?! Kau sudah mengenalku lebih dari sepuluh tahun dan kau percaya aku berniat mencelakai Nat!?"
"Wait, what?!" Rory mengernyit.
Danielle yang sedang berdiri tidak jauh dari kami mendengkus dan menyeringai. "Face it, Princess. Rory tidak akan percaya dengan omong kosongmu!"
Rory terlihat bingung. "Tunggu, apa sih yang kalian bicarakan?!"
"Kecelakaan yang menimpa Nat beberapa bulan lalu. Kau benar-benar percaya bahwa aku sengaja meletakkan stool kubus itu agar Nat celaka? Itu sebabnya kau me-reject teleponku dan tidak membalas pesanku?!" Ucapku panjang lebar.
Rory menjadi naik pitam, ia mengerutkan dahinya dan menaikkan nada bicaranya. "I have no idea what are you guys talking about, aku begini karena Mom akan mati dilahap sel kanker!"
Suasana di auditorium mendadak hening, semua orang berhenti melakukan apa yang mereka lakukan dan menoleh ke arah Rory. Beberapa orang terkejut dan saling berpadangan, beberapa lagi saling berbisik.
"Rory, oh my God. Mrs. Silva ..." lirihku, aku menutup mulutku.
Danielle membelalak, ia diam mematung di tempat. Mulutnya terbuka, namun tidak ada satupun kata yang ia lontarkan. Begitu pula dengan Skye, Natalie dan Erin.
"I'm tired, Nicole." Rory tercekat. "Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku selalu membolos atau izin saat latihan untuk menjaga Mom di rumah sakit. Aku menghilang dari semua orang karena aku memang ingin menghilang dan menjernihkan pikiranku."
"Kau tidak pernah memberitahuku kalau Mrs. Silva ternyata terkena kanker! Mr. Silva bilang ibumu baik-baik saja dan berhasil melawan penyakit tumornya!" ucapku.
"Yeah, pada awalnya. Lagipula, kapan terakhir kali kau berbicara dengan Dad?" jawab Rory. "Kapan terakhir kali kau mengunjungi rumahku?"
Aku terdiam, tak berkutik sama sekali demgan pertanyaannya.
"Tetapi sekarang tumor itu telah berubah menjadi kanker dan perlahan--" Rory tercekat, ia menjeda pertakataannya.
Ajay berjalan perlahan mendekati Rory. "Rory, are you okay?" lirihnya.
"No." Rory menggeleng, kedua netranya berkaca-kaca. "Mom akan mati dalam hitungan bulan jika ia belum melakukan kemoterapi."
"And the bad news is, penjualan tiket The Enchanted Kingdom sangat rendah, padahal pertunjukannya kurang dari sebulan lagi." Ajay menekuk wajahnya. "Kita bisa mencari cara lain untuk menggalang dana, Rory--"
"Wait." Aku mengernyit, "Apa hubungannya penjualan tiket dengan ini?"
Ajah menoleh ke arahku. "Aku pernah bilang kan, kalau hasil pertunjukan akan diberikan seluruhnya untuk amal? Inilah yang kami lakukan, menggalang dana untuk Mrs. Silva."
Kedua netraku membelalak, kejutan apalagi yang harus kudengar hari ini? Rasanya otakku kesulitan mencerna apa yang baru saja Rory dan Ajay ucapkan. Seluruh penghuni auditorium juga sama terkejutnya denganku.
Jadi inilah yang Rory rahasiakan dari kami?
"Oh my God, Rory. Mengapa kau merahasiakannya dari kami semua?" lirih Erin.
Rory menggeleng. "Kami tidak merahasiakannya, kalian kan sudah tahu kalau pementasan ini seluruhnya diberikan untuk amal."
"Tetapi kalian tidak bilang kalau semua ini untuk Mrs. Silva!" Seru Natalie.
Rory menggeleng. "Aku tidak ingin memberitahu semua orang karena--"
"Well, tapi Ajay tahu!" ucapku dengan putus asa. "Rory, I'm worried sick about you!"
"Sorry, Nicole, ini bukan salah Rory. Semua ini adalah ideku untuk merahasiakannya. Hanya aku dan Mr. Olson yang tahu karena kami yang memimpin klub teater saat ini." jawab Ajay. "Saat itu Rory menolak keras untuk dibantu karena ia tidak ingin terlihat mencolok di teater, jadi aku memberikan usul untuk merahasiakan identitas penerima donasi."
"Jadi ..." Aku bertanya. "Inilah sebabnya mengapa Ajay sangat ambisius agar pertunjukan ini sukses? Semua ini demi Rory dan Mrs. Silva?"
Ajay mengangguk. "You can call me a jerk, but that's me. Ini masalah hidup dan mati seseorang."
"Apakah kita kurang promosi sehingga penjualan tiket buruk?" tanya Rory pada Ajay.
Ajay menunduk, ia menghela napas berat sambil mengusap wajahnya. "Ada rumor tidak sedap yang menyebar di sekolah mengenai kecelakaan yang menimpa Nat. Itulah sebabnya semua orang tidak mau membeli tiket kita."
"Kecelakaan itu sudah terjadi beberapa bulan yang lalu! Apakah Nat bilang klub teater ini semacam pembawa sial atau apa?!" Rory menaikkan nada bicaranya.
"No." Ajay menggeleng, "Bukan itu rumornya. Kami pun tidak tahu pasti bagaimana kebenarannya--"
"Semua ini karena kau, Nicole!" bentak Natalie.
"Seriously?! Masih mau menuduhku?!" Aku balik membentak Natalie.
"Yeah, karena kau mencelakai Nat, penjualan tiket kita menjadi payah!" bentak salah satu teknisi, diikuti oleh beberapa teknisi dan aktor lainnya.
"Selain mengacaukan pertunjukan, kau juga membuat Mrs. Silva tidak segera melakukan kemoterapi!" bentak salah satu aktor.
"Sudah kubilang aku benar-benar tidak tahu ada dua kubus di belakang panggung!" ucapku pada semua orang.
Suasana di auditorium kembali memanas setelah Natalie kembali menyalahkanku. Kami kembali saling berkelahi satu sama lain. Ajay bersusah payah untuk meleraiku dari kerumunan murid-murid yang sedang mengamuk, sedangkan Rory masih terlihat bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Tiba-tiba suara distorsi yang memekikkan telinga dari speaker di seluruh auditorium mengalihkan perhatian kami semua. Kami semua menutup telinga ketika mendengarnya.
"Enough!" Terdengar suara seseorang yang bergetar dari dalam speaker.
Kami yang sedang berkelahi mendongak ke atas panggung dan melihat seseorang berdiri di depan mic. Ia menggenggam erat mic di tangannya, kedua tangannya bergetar hebat.
"It was me! Aku yang meletakkan kubus itu dan membuat Nat terjatuh!" ucapnya parau.
*****
UDAH GA PENASARAN LAGI KAN KALIAN, KENAPA RORY NGILAAANG MULU KERJAANNYA😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top