Chapter 41 - The Scapegoat [Part 2]

[Author POV]

Setelah kepergian Nicole, suasana di auditorium semakin memanas. Semua aktor dan kru menuntut Ajay untuk bertindak tegas atas kecelakaan yang menimpa Nat beberapa bulan yang lalu. Beberapa dari mereka mendesak Ajay untuk segera melaporkan hal ini pada Mr. Olson, termasuk Danielle dan Natalie. Namun Erin, Skye dan sebagian kecil aktor tidak setuju. Mereka percaya bukan Nicole pelakunya. Aiden dan Nat sudah kembali duduk ke bangku penonton bersama Myra.

Di tengah kekacauan, Aiden tidak bisa berhenti mendengar suara Michael di kepalanya. Percakapan mereka di hari Nat dilarikan ke rumah sakit terekam berulang kali di otaknya.

Apakah Nat memiliki musuh?" Michael bertanya.

"Apa tujuanmu bertanya semua ini?" Aiden bertanya balik.

"Ini mengenai kecelakaan yang menimpa Nat."

"Maksudmu?"

Michael menghela napas, "seseorang pasti sengaja mencelakai Nat."

Aiden mengernyit, "mengapa kau berpikir seperti itu?"

"Semenjak aku menyelesaikan banyak kasus di Berry High tahun lalu, entah kenapa aku punya firasat yang sama mengenai kecelakaan yang menimpa Nat." Michael menjawab.

"Kau mencurigai seseorang?" Aiden kembali bertanya.

"Brian." Ia menjawab.

Aiden terkekeh, "Brian? Seriously?!"

"Nat menampar Brian musim semi kemarin, kan? Tepat saat pertandingan softball? Saat Brian mempermalukan Myra di depan umum?"

Aiden mendengkus, "yeah, lalu? Ia bersekolah di Hearst High, Michael. Bagaimana caranya ia mencelakai Nat sedangkan semua murid di sekolah kita membencinya? Tidak akan ada yang mau membantunya."

"Brian bisa saja mengancam orang itu, seperti ia mengancam Myra untuk mencorat-coret maskot sekolah kita tahun lalu, kan?"

"Aiden! What's wrong with you?!" Bentak Nat dan menyadarkan Aiden dari lamunannya.

"She hurts you!" Jawab Aiden.

"Well, apakah kau punya bukti selain tuduhan semua anggota teater pada Nicole tadi?" Nat bertanya.

"No, but--" Aiden terdiam sejenak. "--Seharusnya aku mendengarkan kata-kata Michael."

"Michael?" Nat mengernyit.

"Listen." Aiden mulai bercerita. "Michael bilang padaku, di hari kau dilarikan ke rumah sakit, apa yang terjadi padamu itu bukan kecelakaan. Seseorang sengaja melakukannya."

"Kau percaya pada omong kosong yang diucapkan Michael?! Ia bukan cenayang, Aiden!" Bentak Myra.

"Prediksi Michael tidak pernah meleset!" Aiden balik membentak Myra.

"Oke, tetapi bukan berarti ia selalu benar 100% persen. Dia juga manusia, bukan cenayang, Aiden." Myra merendahkan nada bicaranya.

"Lalu, apakah Michael bilang bahwa pelakunya adalah Nicole?" Tanya Nat.

"No." Aiden terdiam sejenak. "Ia menduga pelakunya adalah Brian."

Kedua manik coklat tua milik Myra membulat sempurna, ia merasa sangat kesal, rasanya ia ingin sekali menghajar pemuda bodoh di depannya.

"Kalau itu benar, Michael bilang pelakunya adalah Brian, bukan Nicole!" Bentak Myra lagi.

"Brian itu psycho! Ia bisa mengancam siapa saja untuk melakukannya. Kau ingat pertandingan softball musim semi lalu? Nat menampar Brian, kan? Ia pasti ingin balas dendam!" Ucap Aiden panjang lebar. "Dan ketika Myra mencorat-coret patung maskot sekolah kita tahun ajaran kemarin, Brian juga mengancam Myra untuk melakukannya, kan?"

Nat dan Myra terdiam, mereka saling berpandangan.

Nat mengingat apa yang terjadi musim semi lalu saat Berry High dan Hearst high harus bersatu mengalahkan Kepler High School di pertandingan softball. Saat di mana Brian mencoba melempar bola softball ke arah Myra karena gadis itu menolak untuk pergi ke prom bersama Brian.

Setelah Myra dipermalukan, Zoe Leon, mantan pacar Brian, memarahi Brian di tengah lapangan softball untuk melindungi harga diri Myra, membuat pemuda itu pergi meninggalkan lapangan. Setelah itu, tanpa sengaja Nat bertemu dengan Brian di depan toilet wanita.

Brian melampiaskan rasa malu dan amarahnya pada Nat yang saat itu adalah orang yang ditemuinya secara random. Nat yang tidak terima dengan hal itu, menampar pipi kiri Brian dengan cukup keras.

"I don't understand. Aku hanya menamparnya. Zoe lah yang memberikan efek jera untuk Brian, ia memarahi dan mempermalukannya di tengah lapangan softball. Seharusnya ia membalaskan dendamnya pada Zoe." Ujar Nat.

"Kau menamparnya. Harga dirinya sebagai laki-laki runtuh saat itu juga. Dan mungkin ia juga sudah membalaskan dendamnya pada Zoe." Jawab Aiden.

"Apa lagi yang Michael katakan padamu?" Tanya Myra.

"Just it. Michael menduga bahwa Brian mengancam seseorang." Jawab Aiden.

"Let's say Brian benar-benar mengancam seseorang untuk mencelakakaiku, apakah ia benar-benar mengancam Nicole? Haruskah orang itu adalah Nicole? Maksudku, berapa persen sih kemungkinan Brian bisa bertemu Nicole, yang pada saat itu adalah hari pertamanya bersekolah di Berry High?" Tanya Nat.

Aiden terdiam, ia menggigit bibirnya. Setetes keringat mengalir di pelipisnya.

"Kalau pelakunya bukan seseorang yang Brian temui secara random, apakah ia mengancam seseorang yang memang dikenalnya?" Tanya Aiden.

"Who?" Tanya Myra.

Aiden menggeleng, "no idea. Mungkin seseorang yang memiliki akses bebas keluar masuk auditorium di hari audisi?"

*****

Di sisi lain bangunan sekolah, dua orang anggota teater berjalan cepat menuju gymnasium sekolah.

"Erin, Skye, what happened? Apa yang terjadi pada saudariku?" Nick yang berpakaian olah raga lengkap, berdiri dari bangku cadangan dan berlari kecil ke arah mereka.

"Something bad. It's a long story." Erin menekuk wajahnya.

Mereka bertiga berjalan mengelilingi sekolah untuk mencari Nicole. Gadis itu tidak mengangkat telepon, maka karena itu mereka bertiga harus mencarinya sendiri.

Sambil berjalan, Erin dan Skye menceritakan apa yang baru saja terjadi di auditorium pada Nick. Nick merasakan darah yang ada di seluruh tubuhnya mendidih. Ia tidak terima jika kembarannya difitnah oleh seluruh murid teater, bahkan murid dari ekskul lain.

"Beraninya teman-teman kalian melakukan hal seperti itu pada Nicole! Dan untuk apa Aiden harus ikut memperburuk keadaan?!" Nick Geram.

"I don't know." Erin menekuk wajahnya. "Nat pacarnya. Tentu saja Aiden akan bereaksi seperti itu."

"Tapi tetap saja! Dan sutradara sialan itu. Kalau tahu akan begini aku tidak akan merestui hubungan mereka!" Tegas Nick.

"Ajay mengalami konflik batin yang cukup berat. Sebagai sutradara, aku mengerti jika ia harus memastikan sendiri apakah Nicole benar-benar berbuat hal seperti itu atau tidak." Jawab Skye.

"I don't care!" Nick terlihat semakin geram, "I'll kill him if he mess with my sister!"

Mereka bertiga sudah mencari ke setiap penjuru sekolah, namun Nicole tidak ditemukan di manapun. Nick juga sudah menghubungi kedua orang tuanya. Nicole tidak ada di rumah maupun Golden Griddle.

"Apakah kita sudah mengecek ke toilet wanita?" Tanya Skye.

"Ah! Bisa-bisanya kita melupakan toilet wanita! Itu tempat yang paling klasik untuk menangis!" Erin menjentikkan tangannya.

*****

Tenyata benar, setelah mengecek ke seluruh toilet wanita yang ada di sekolah, Nicole benar-benar ada di sana. Ia sudah menangis selama 30 menit di toilet wanita lantai tiga, yaitu toilet wanita yang paling sepi pengunjung.

"Oh, no. Don't look at me!" Ucap Nicole parau. Ia berdiri di depan washtafel sambil menyeka air matanya dengan kedua tangan.

"Sis, are you okay?" Tanya Nick. "Erin dan Skye menceritakan segalanya padaku."

"No." Nicole kembali menangis, "aku tidak pernah terpikirkan untuk mencelakai Nat."

"I know." Ucap Skye lembut. Ia melangkah menghampiri Nicole dan memeluknya dengan erat. "It's okay. Menangislah di pundakku."

"Aaaw, Skye." Ucap Nicole parau, ia tersenyum tipis.

"Are you wearing a waterproof mascara?" Tanya Skye.

"Yeah, why?" Jawab Nicole parau.

"Good. Mascara-mu tidak akan luntur mengenai bajuku."

Nicole tertawa kecil mendengar Skye menyeletuk. Erin melangkah mendekati mereka berdua, kemudian ikut berpelukan.

"Kau adalah anggota teater terbaik yang pernah kutemui. Aku percaya bukan kau pelakunya." Lirih Erin.

"But they're not. Mereka percaya aku pelakunya. Danielle, Natalie, bahkan Ajay--" Nicole terisak.

"Danielle and Natalie are scumbags. Mereka hanya iri kalau Rory tidak membalas perasaan mereka dan malah akrab denganmu!" Hibur Skye lagi.

"And Ajay, he don't deserve you, girl!" Erin memberikan semangat.

Nicole tertawa kecil, ia memeluk kedua sahabatnya semakin erat, meskipun masih tersisa bulir-bulir air mata di kedua maniknya.

"Guys." Nick memecah keheningan. "Bolehkah aku masuk dan memeluk saudariku?"

"Come in. Tidak ada orang lain selain kita!" Ajak Erin.

Setelah Erin dan Skye melepas pelukannya, Nick berlari kecil menuju saudarinya dan memeluknya dengan erat.

"I was wrong. Seharusnya aku mendengarkan kata-katamu bahwa aku harus mengenal calon pacarku terlebih dahulu sebelum berpacaran. Aku dan Ajay bahkan baru mengenal sekitar lima bulan." Nicole terisak, "I didn't know him. He's so sweet, but still, I didn't know him."

"Aaaw, It's okay, sis. Better late than never, huh?" Hibur Nick.

"Tapi--" cicit Nicole.

"Sssst. It's okay, sis." Nick memeluk kakaknya semakin erat. "Yang penting kini kau tahu."

Nicole tersenyum tipis sambil menyeka air matanya.

"Aku berani bersumpah akan menghajar pacarmu setelah ini!" Tegas Nick.

"Astaga! Sungguh adik yang sangat protektif!" Celetuk Skye.

"Go ahead. Aku akan ikut menghajarnya bersamamu." Ucap Nicole, diikuti oleh tawa dari Skye, Erin dan Nick.

Tiba-tiba, ponsel Nicole bergetar. Ia mengecek ponselnya dan menekuk wajahnya ketika melihat layar ponselnya.

"Who's that?" Tanya Nick.

"Ajay." Jawab Nicole.

"Reject it!" Titah Skye.

Nicole melakukan apa yang Skye perintahkan. Namun Ajay tidak menyerah begitu saja, ia terus menelepon Nicole.

"Si brengsek itu tidak menyerah juga rupanya." Ucap Nick.

"Well, Nicole is his girlfriend, after all." Jawab Erin.

"Sis, sepertinya kau harus pulang. Keadaanmu semakin memburuk jika berlama-lama di sekolah." Ucap Nick. "Dan untuk saat ini lebih baik kau tidak bertemu Ajay. Kau harus memberikan efek jera untuknya, kan? Pulanglah dan jernihkan pikiranmu!"

"He's right. Kami akan mengantarmu sampai depan sekolah." Ucap Erin, diikuti oleh anggukan dari Nick.

"Dan aku akan memesan Uber untukmu. Salju sedang turun cukup lebat, kau tidak bisa berjalan kaki sendirian." Skye mengambil ponselnya dari saku.

Nicole menekuk wajahnya, "bagaimana dengan teater? Apa tidak apa-apa jika aku pulang--"

Erin menggeleng, "tidak usah dipikirkan! Yang penting tenangkan diri dulu."

Nicole mengangguk. Mereka berempat pergi keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju keluar sekolah.

Di koridor sekolah lantai satu, mereka berpapasan dengan seorang pemuda berkacamata yang sedang melakukan panggilan telepon. Pemuda itu menoleh ke arah Nicole, ia tersenyum lebar dan menghela napas lega.

"Nicole! Where have you been?" Tanya Ajay dengan kedua netra yang berbinar-binar.

*****

Yhaaa, mau balik dicegat pacar😂

Wah ga kerasa Riflettore udah part 41 aja❤️❤️❤️
Readers naik terus tapi ga ketahuan siapa aja yang baca.

Honestly aku pengen tau siapa aja siders-ku di cerita ini. Ayokkk wahai siders, muncul dong, kita kenalan🙋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top