Chapter 4 - Princess Abigail
Sepulang sekolah, aku melangkah menuju auditorium dan berusaha untuk mencari Rory. Auditorium siang ini ramai sekali dipenuhi oleh murid-murid yang akan mengikut audisi.
Di dekat panggung, aku melihat anak laki-laki keturunan India berkacamata yang sedang berdiri dan membawa banyak sekali lembaran kertas. Di blazers-nya terdapat sebuah nametag bertuliskan [Ajay Bhandari. Director]
Oh, jadi dia yang namanya Ajay, sang sutradara yang dibilang banyak orang.
Aku berjalan menghampirinya, "Hai, um--Aku Nicole. Aku akan mengikuti audisi untuk--"
Ia menoleh ke arahku selama beberapa detik, "Oh, oke. Duduk dulu saja di situ." Ia menunjuk ke bangku penonton auditorium dan kembali terfokus pada kertas-kertas yang dibawanya.
"Apakah Rory sudah datang?" Aku bertanya padanya.
Ia menoleh ke arahku dan mengernyit. "Kau akan ikut audisi atau kau hanya salah satu dari fans-nya Rory?"
Aku membelalak dan menggelengkan kepala dengan cepat. "No! Aku memang kenal dengan Rory, tapi--"
"Hei, Ajay! Jangan galak-galak dengan siswa baru!" Seorang anak perempuan berambut coklat menghampiri kami. Ia tersenyum padaku.
"Great! Kalau begitu, kau urus dia saja, Danielle!" Ajay memberikan perintah pada anak perempuan tersebut.
Anak perempuan tersebut mengulurkan tangannya padaku, "Aku Danielle."
"Aku Nicole. I hope we can be friends!" Aku tersenyum hangat dan menjabat tangannya.
Danielle menatapku dalam waktu yang cukup lama. "Hmm, apakah kita pernah bertemu sebelumya? Wajahmu sangat familiar."
Aku mengernyit, "Hah? Sepertinya belum?"
Tiba-tiba Danielle tersenyum lebar dan menjentikkan jarinya. "Ah, kau tetangganya Rory, kan?! Aku sering melihatmu ketika bermain di rumah Rory!"
"Benarkah? Itu artinya kau akrab dengan Rory?"
Danielle mengangguk dengan antusias. "Iya! Aku dan Rory sudah satu sekolah sejak--"
Ajay berdeham, "Danielle, kau akan bergosip tentang Rory saja di situ bersama si anak baru itu atau kau akan membantuku mengambil properti dari belakang panggung?"
"Sorry!" Danielle kembali terfokus padaku dan berbisik, "Rory sangat populer. Ia pasti datang terlambat untuk menghindari fans-nya. Semua perempuan yang ada di sini ingin menjadi pacarnya. Kecuali Natasha, karena ia sudah punya pacar."
T-tunggu, semua perempuan? Artinya Danielle juga suka pada Rory?
Ia melihat ke arah seorang anak perempuan cantik berambut pirang panjang di sisi panggung, ditemani oleh seorang anak laki-laki bermata sipit dan berambut hitam panjang. Aku berani bertaruh, itu pasti pacarnya.
Seorang junior laki-laki dan dua junior perempuan datang menghampiri mereka.
"Hai, Natasha! Semangat audisinya! Kami yakin kau yang terpilih menjadi putrinya!" Salah satu murid perempuan menyemangatinya.
"Hah? Princess Abigail?" Natasha tertawa. "Semoga saja apapun yang terbaik untukku!"
"No way! Peran princess Abigail paling cocok untukmu!" Seru salah seorang junior.
"You think so?" Tanya Natasha ramah.
Ketiga junior itu mengangguk dengan antusias, lalu mereka berlima melanjutkan perbincangan mereka.
Senyumku mengembang ketika melihat gadis yang bernama Natasha itu. Ia terlihat sangat friendly, temannya pun banyak. Aku ingin sekali berteman dengannya!
Sesuai reputasinya, Natasha sangat cantik dan populer. Semoga saja aku dan dia bisa akrab di teater.
Danielle merangkul pundakku dan membawaku ke belakang panggung. "Kau bisa membantuku membawakan properti yang ada di belakang panggung? Kalau tidak salah tadi Ajay bilang bentuknya kubus, warna hitam. Karena aku sendiri harus mengangkut properti yang lain juga."
Aku mengangguk, kami berpisah di belakang panggung. Aku melihat ke sekeliling dan berusaha mencari properti yang Danielle maksud.
Beberapa saat kemudian, akhirnya aku menemukannya. Benda tersebut seperti sebuah kursi berbentuk kotak yang terbuat dari kayu solid berwarna hitam. Ukurannya sekitar 40x40x40 cm. Di bawah kotak tersebut dilengkapi empat roda kecil.
Aku tersenyum lebar. Karena benda ini dilengkapi roda, aku tidak perlu bersusah payah mengangkatnya ke depan panggung.
"Danielle!" Aku memanggil Danielle yang sedang menyusun properti di atas panggung.
Ia menoleh ke arahku dan tersenyum lebar. "Great! Sekarang tolong ambilkan pedang ksatria dan mahkota raja di belakang panggung. Lalu properti pohon--"
******
Setelah membantu Danielle menyusun properti di atas panggung, audisi pun dimulai. Seluruh murid yang akan mengikuti audisi duduk di bangku auditorium. Aku duduk di sebelah Rory dan Danielle.
Di depan panggung hanya ada Ajay dan seorang laki-laki berusia 45 tahunan. Laki-laki tersebut berdeham, "Selamat sore, Berry High. Saya Mr. Olson, pembina klub teater--"
Setelah beliau dan Ajay memberikan beberapa kata sambutan, Mr. Olson memangil kami satu persatu ke atas panggung untuk audisi.
Rory sudah dipanggil terlebih dahulu. Sekarang, tibalah giliran Natasha yang duduk tepat di depanku.
"Sampai ketemu di ruang musik, Aiden! Doakan aku!" Ia tersenyum pada anak laki-laki bermata sipit di sebelahnya.
"Break a leg, Nat!" Anak laki-laki yang bernama Aiden itu mencium pipinya. Setelah Natasha pergi, aku mencoba untuk membuka pembicaraan dengan Aiden.
Ini saatnya bagiku untuk mencari teman!
"Hai." Aku menyapanya.
Aiden menoleh ke belakang, ia tersenyum padaku, "Hai. Kau ikut audisi juga?"
Aku mengangguk, "Yeah, bagaimana denganmu? Ngomong-ngomong, aku Nicole." Aku mengulurkan tanganku padanya.
Aiden menjabat tanganku, "Aiden. No, aku hanya menemani Nat untuk ikut audisi."
"Apakah Natasha pacarmu? Ia cantik sekali! Aku yakin ia yang terpilih untuk peran princess!"
Aiden tersenyum simpul, kedua pipinya bersemu merah. Ia berdeham, "I hope so. Bagaimana denganmu? Peran apa yang rencananya akan kau mainkan?"
Aku menekuk wajahku, "Sejujurnya aku belum memutuskan. Rory mengajakku untuk ikut audisi, tetapi aku bahkan tidak tahu harus berperan menjadi apa. Kurasa aku akan menerima apapun yang Ajay dan Mr. Olson pilihkan untukku."
"Semoga kau mendapatkan peran yang cocok untukmu!"
"Thanks, Aiden!"
Ia melirik arlojinya. "Astaga, aku terlambat! Myra pasti akan mengamuk!" Kemudian menoleh ke arahku dengan panik, "Aku harus pergi. Ada kumpul klub band sore ini, aku ketuanya dan aku terlambat!"
"What?!" Aku tertawa, "Cepatlah, anggotamu pasti sudah menunggu!"
"Okay, bye Nicole--"
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari atas panggung, dengan cepat aku dan Aiden mengalihkan pandangan kami ke atas panggung. Aku melihat Nat terjerembab di lantai, di sebelahnya ada Rory yang berusaha membantunya untuk bangun. Semua orang yang ada di atas panggung mengerumuninya.
"Astaga, Nat!"
Wajah Aiden berubah pucat, dengan cepat ia berlari menuruni bangku penonton menuju atas panggung, aku mengikutinya dari belakang.
Aiden sampai di atas panggung, ia membantu Rory untuk mengangkat tubuh Nat. "Apa yang terjadi?"
Rory menoleh ke arahnya, wajahnya muram. "Nat terjatuh dari atas properti ketika melakukan adegan saat princess menobatkanku sebagai ksatria." Ia menunjuk ke arah sebuah kubus berwarna hitam.
Jantungku seakan berhenti berdetak, setetes keringat mengalir di pelipisku. Itu properti yang kubawa dari belakang panggung!
"Aiden, aku tidak apa-apa, jangan khawatir--" Nat berusaha untuk bangun, namun usahanya sia-sia. "Aaaah!" Ia meringis kesakitan sambil menyentuh kaki kanannya.
Rory menggigit bibirnya, "Sepertinya kakimu patah, Nat."
"No, I'm okay!" Sanggah Nat sambil meringis.
"Lihatlah kakimu, Nat! Kau tidak perlu memaksakan diri!" Lanjut Rory.
Aku melirik ke arah kaki kanan Nat. Tulang keringnya terlihat bengkok dan tidak normal.
"No no no no!" Aiden panik, ia memeluk Nat dengan erat.
"Aiden, it's okay. Aku akan baik-baik saja." Lirih Nat.
"I told you to 'break a leg', but you literally broke your leg!" Cicit Aiden.
Nat tertawa lemah, "It's just an idiom, Aiden!"
Namun perlahan-lahan tawa Nat pudar, setetes air mata mengalir di pipinya. Ia memejamkan matanya dan meringis untuk menahan sakit. Nat bersandar di bahu Aiden, kedua tangannya meremas sweater Aiden dengan erat.
"Ajay, bagaimana ini?" Rory bertanya.
Ajay, sang sutradara, menghela napas berat dan memijit pelipisnya. Ia menoleh ke arah seorang anak perempuan berkulit eksotis di sebelahnya, "Erin, bisakah kau hubungi ambulans?"
Anak perempuan tersebut mengangguk. Ia mengambil ponsel dari sakunya dan melakukan panggilan telepon.
Rory berdiri, ia menoleh ke arahku dan berbisik. "Wajahmu pucat, kau pasti sangat shock, ya?"
Aku memejamkan mataku dan menghembuskan napas berat. Bagaimana aku tidak shock?! Seseorang mengalami kecelakaan karena properti yang kubawa. Aku baru saja berkenalan dengan Aiden. Bagaimana jika ia membenciku karena aku tidak sengaja mencelakai pacarnya?
******
BONUS
"He told me to 'break a leg', so I broke my leg." -Nat😢
FYI, "Break a leg" (secara harfiah artinya "patahkan kaki") adalah idiom bahasa Inggris yang artinya "Good Luck."
Sungguh ironis memang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top