Chapter 32 - Welcome Back!
"Guys, nilai tes matematikaku sudah keluar!"
Setelah menghilang selama lebih dari seminggu, tiba-tiba Ajay datang ke auditorium membawa kabar yang mengejutkan bagi kami semua.
"Really?!" Aku terkejut.
"Astaga!" Begitu pula dengan Rory.
"Aku tidak sanggup mendengarnya!" Myra menutup telinganya.
"Hei! Aku belum mengatakan apapun!" Ajay protes.
"So tell us, now!" Titah Danielle dengan antusias.
Ajay tersenyum pahit, ia mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam ranselnya. Kami semua bergegas menghampirinya dan berkerumun di sekitarnya. Aku melihat huruf C dan C+ berwarna merah yang sangat besar di atas kedua kertas itu.
"Nilaiku C." Ajay menekuk wajahnya.
"So what? Itu artinya kau lulus, kan?" Tanya Erin.
"Yeah, tapi aku berharap akan dapat B." Jawab Ajay.
Danielle memutar bola matanya, "Memangnya kau bisa langsung pintar hanya dalam waktu dua minggu?!"
"Tapi ini kemajuan yang luar biasa! Itu artinya kau sudah bisa menerima pelajaran lebih baik dari sebelumnya!" Ucap Myra.
Rory menepuk punggung Ajay dengan cukup keras, "Jadi itu artinya kau kembali menjadi sutradara kami lagi?"
"Ouch!" Ajay meringis ketika Rory menepuk punggungnya.
Rory terkekeh, kemudian merangkul Ajay, "Iya kan?"
"Yeah." Ajay tersenyum miring. "Aku akan ada di sini lagi selama latihan dan menyutradarai kalian semua. Tidak lupa untuk menghajar bokongmu juga, Rory."
Seluruh penghuni auditorium bersorak gembira. Beberapa terlihat menghela napas lega dan saling berpelukan.
"Welcome back, Ajay!" Seruku.
"Kalian tahu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Natalie, semua orang berpaling ke arahnya.
"What's that?" Tanya Erin.
"Group hug!" Dengan cepat Natalie memeluk Ajay.
Ajay terlihat terkejut ketika Natalie dan beberapa anggota teater memeluknya dengan erat. Secara perlahan, semua anggota teater bergabung dalam group hug, kecuali Skye.
"So childish." Ucap Skye datar sambil melipat tangan di dada.
"Ayolah Skye, aku tahu kau ingin bergabung bersama kami. Tidak usah malu-malu!" Ucapku.
Skye tersenyum tipis, kemudian ikut memeluk Ajay bersama kami. Kami semua saling berpelukan hingga Ajay kehabisan napas.
"Guys--I--need--oxygen!" Ajay tercekat. Kami semua melepas pelukan dan tertawa bersama.
"Well--" Ajay berdeham. "--Aku membawa kabar baik lainnya."
"What's that?" Tanyaku.
"Aku memesan pizza. Pizza tersebut akan diantar sekitar pukul setengah lima sore, tepat saat kita selesai berlatih. Maka karena itu, ayo kita latihan seperti biasa sebelum makan-makan!" Ajay memberi pengumuman yang membuat seluruh anggota teater bersorak gembira.
Rory membuat Ajay kesal dengan berusaha memeluknya, kemudian bersorak, "You're the best director ever!"
"Rory! Get off me!" Ajay merasa geli ketika Rory ingin memeluknya, dengan cepat ia pergi menghindar.
"Oh, come on! Hari ini adalah hari bahagia untuk kita semua. Simpan gengsimu untuk lain kali, Ajay!" Ucap Erin.
"I'll never get used to this." Ajay menggerutu, sedangkan Rory hanya tertawa renyah.
Well, kurasa kini Rory mempunyai hobi baru: Membuat Ajay kesal. Aku senang mereka berdua baik-baik saja. Terakhir kali aku melihat mereka bersama, yaitu di lokasi konser The Orbital Necromancer, mereka saling melempar tatapan membunuh. Kurasa yang dikatakan semua orang itu benar, pertemanan laki-laki tidak serumit perempuan.
*****
"Princess Abigail, maukah kau menikah denganku?" Ucap Rory sambil menggenggam tanganku.
Waktu berlalu sangat cepat sejak Ajay kembali menjadi sutradara kami lagi. Setelah berlatih adegan lain, seperti saat petani kehilangan hasil panennya karena sang penyihir, serta adegan terbunuhnya sang raja, kami sampai di adegan final, yaitu adegan di mana ksatria akan menikahi sang putri. Aku dan Rory berdiri berhadapan di atas panggung.
"Ingat Nicole, menikah, bukan homecoming!" Ucap Ajay sarkas.
Dengan cepat aku menoleh ke arahnya yang sedang duduk di bangku auditorium, "Y--yeah! I know!"
Setelah itu, aku kembali terfokus pada Rory. "Yes! itu suatu kehormatan untukku, Sir Evans. Aku mau menikah denganmu!" Jawabku sambil menatap lekat kedua manik ocean milik Rory.
"Good, I can feel your emotion, Nicole!" Puji Ajay.
Aku menatap kedua manik Rory dan tersenyum ketika ia mengelus pipiku dengan lembut. Skye mengganti pencahayaan panggung menjadi lebih redup. Secara perlahan, Rory mendongakkan wajahnya ke arahku untuk mencium sang putri.
Relax, Nicole Jenkins. Ini cuma Rory, teman masa kecilmu. Jantung, bersahabatlah denganku kali ini saja!
Aku bergumam di dalam hati. Namun gagal, aku merasa semakin gugup ketika merasakan napas Rory secara langsung. Itu artinya, kini jarak kami hanya tinggal beberapa centimeter saja! Aku merasakan kedua pipiku menghangat ketika wajah Rory semakin mendekat.
"Cut!" Ajay memotong adegan yang kami lakukan, Rory melepas genggamanku dan menjauhkan wajahnya dariku.
"What!? Why--" Aku menoleh ke arah Ajay dengan tatapan bingung.
"It just a stage kiss, kau bisa melakukannya di atas panggung bersama Rory. Ciuman kan memang begitu-begitu saja dari dulu, tidak ada yang berubah." Jawab Ajay santai.
"Ouch!" Ucap Danielle secara tiba-tiba, ia menutup mulutnya untuk menahan tawa. Ia terlihat sangat bahagia atas penderitaanku.
"Oh, oke." Jawabku sambil tersenyum kecut.
"Hey there, my favorite co-star, akting yang bagus!" Puji Rory, ia mengangkat telapak tangannya, mengisyaratkan aku untuk melakukan high five dengannya.
"Aktingmu juga bagus!" Aku menjawab sambil melakukan high five dengannya. "Good job!"
Setelah melakukan high five, kami terdiam. Kedua netra kami masih saling bertemu, Rory tersenyum.
"Um, Rory--"
Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, Ajay berteriak, "Danielle, Rory bersiap! Sekarang adegan final pertempuran antara penyihir dan ksatria! Aku ingin kalian lebih serius lagi!"
"Okay!" Rory menoleh ke arahku untuk yang terakhir kali sebelum pergi meninggalkanku, "Catch you later!"
Rory pergi meninggalkanku dan melangkah menuju sisi lain panggung, begitu pula dengan Danielle. Danielle memberikan pedang ksatria pada Rory dan mulai berakting dengan tongkat penyihirnya.
Aku menghela napas berat ketika menatap Rory di kejauhan. Bagaimana Rory bisa bersikap sesantai itu ketika harus menciumku di atas panggung? Sedangkan aku berusaha mati-matian untuk menstabilkan detak jantungku. Itu artinya, Rory memang benar-benar menganggapku sebagai temannya, tidak lebih, kan?
Apakah sudah waktunya bagiku untuk menyerah?
*****
Tepat pukul setengah lima sore, aku mendengar suara ketukan di pintu auditorium.
"Pesanan pizza datang!" Seru seorang pengantar pizza di pintu auditorium.
Ajay menepuk tangannya, "Latihan selesai, ayo makan pizza!" Serunya.
Seluruh anggota teater berhenti melakukan apa yang mereka lakukan, mereka bersorak gembira dan berkerumun di atas panggung.
Ajay menerima pizza tersebut dan membawanya ke atas panggung. Kami semua duduk melingkar di atas lantai kayu dan menikmati pizza bersama-sama. Pizza yang Ajay pesan sekitar lima box, dilengkapi dengan beberapa porsi pasta, garlic bread dan soft drink. Cukup untuk semua murid teater yang ada di sini.
Ketika kami sedang asyik menikmati hidangan, Rory mengambil satu slice pizza, kemudian menggendong ranselnya dan melangkah menuju Ajay. Ia berjongkok dan berbisik di telinga Ajay.
"Sure." Ajay mengangguk. "Go!"
"Thanks." Rory berdiri dan menoleh ke arah kami semua. "Guys, I have to go."
"Loh? Mau ke mana?" Tanya Natalie.
Namun Rory tidak menjawab, ia berjalan dengan cepat menuju pintu auditorium dan menghilang di koridor sekolah.
"Rory mau ke mana?" Tanya Danielle pada Ajay.
"Ada urusan." Jawab Ajay singkat sambil menggigit pizza-nya.
"I know, tapi ke mana?" Tanya Natalie.
"Tanya saja pada orangnya, dasar fans fanatik! Jangan tanya padaku!" Jawab Ajay dengan ketus.
"Hei! Bisakah kau berhenti bersikap ketus pada semua orang sehari saja?" Danielle mendengkus kesal.
"Aku hanya bersikap ketus pada orang yang annoying seperti kalian." Jawab Ajay santai.
"Danielle, Ajay, sudahlah." Erin melerai mereka.
Danielle masih terlihat kesal. Ia mengambil satu slice pizza dan mengunyahnya untuk menutupi rasa kesalnya. Begitu pula Natalie. Ia menekuk wajahnya sambil meminum Cola.
"Bukankah itu hal yang bagus? Jatah pizza untuk kita jadi bertambah, kan?" Tanya Skye.
"Riiiiight! More pizza, more happiness!" Seru Myra sambil terus mengunyah.
"Yeah, tidak usah dipikirkan. Nikmati saja pizza-nya!" Jawab Ajay santai sambil meminum segelas Cola.
Rory pergi meninggalkan kami dengan tergesa-gesa, dan bahkan tidak berpamitan dulu denganku. Sejujurnya, aku merasa agak sedih. Entah kenapa sekarang Rory terasa seperti orang asing bagiku.
Memangnya Rory itu siapamu, Nicole? Hanya teman masa kecil, kan? Memangnya dia harus bilang padamu ke mana ia pergi?
Setelah menghabiskan seluruh hidangan, seluruh anggota teater bersiap untuk pulang. Ketika sedang merapikan barang-barangku, Ajay menghampiriku di bangku penonton auditorium.
"Nicole." Sapanya.
"Yeah?"
"Aktingmu semakin bagus. Sudah hampir dua minggu aku tidak melihatmu berlatih, dan perkembanganmu bagus sekali! Aku khawatir ketika aku tidak ada, akting kalian menjadi kacau. Tetapi tidak denganmu!" Ajay tersenyum.
"Really? Thanks!" Aku tersenyum lebar, kemudian melirik ke arah dua lembar kertas kecil yang ia pegang di tangannya. "What's that?"
Ajay mengusap tengkuk lehernya dengan canggung, kemudian ia menyerahkan satu lembar kertas tersebut padaku. "Aku mau mengajakmu pergi ke sini."
Aku mengambil kertas tersebut dari tangannya, ternyata kertas itu adalah tiket masuk ke pameran seni tahunan yang diadakan di Cedar Cove.
"Kau mengajakku pergi ke sini? Benarkah?" Tanyaku lagi.
Ia mengangguk. "Yeah. Akhir pekan. Aku akan menjemputmu jam empat sore."
*****
"NIIICCCKKKK!"
Sesampainya di rumah, aku berlari ke kamar Nick dan membanting pintu kamarnya.
"Jeez, Nicole! Bisakah kau ketuk pintu terlebih dahulu!?" Nick sedang membaca komik sambil berbaring di ranjangnya, dengan spontan ia menegakkan tubuhnya saat aku masuk.
"Seseorang mengajakku pergi ke pameran seni tahunan! Berdua saja!" Ucapku tanpa basa basi.
Nick membelalak. "Oh my God, that's a date!"
"A date?! Oh my God!" Aku mengusap-usap wajahku. "Apa yang harus kulakukan?!"
"Siapa yang mengajakmu?!" Tanyanya.
"Ajay."
"Ajay? Seriously?!"
Aku menjawabnya dengan anggukan. Nick terlihat shock, namun tidak lama kemudian, senyumnya mengembang.
"Pergilah kalau kau mau. You deserve it, sis." Ia mengangguk dengan antusias.
Aku menghela napas dan menepuk-nepuk kedua pipiku yang menghangat. Astaga, apakah aku benar-benar harus pergi berkencan bersama Ajay?!
"You like him, aren't you? So, go for it, Nicole! Apakah kau mau terus-menerus terjebak friendzone-nya Rory?" Tanyanya.
"Kurasa aku memang sudah menyukainya sejak lama, namun aku baru menyadarinya sekarang." Ucapku.
"Baguslah." Nick menyeringai, "Kau hutang satu cerita padaku setelah kencan kalian berakhir!"
Jika kalian bertanya, apakah aku senang ketika Ajay mengajakku? Yeah, aku sangat senang, sekaligus bingung. Apa yang harus kulakukan sekarang?
******
Nahloh bingung, pertama kali diajak kencan sama cowo ya?😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top