Chapter 20 - The Brokenhearted


Malam ini, aku sedang berhadapan dengan Rory Silva di tengah koridor sekolah. Dengan refleks aku menghindari tatapannya dan berjalan dengan cepat melewatinya menuju gym.

"Nicole."

Langkahku terhenti ketika mendengar Rory memanggil namaku. Rory memasukkan kedua tangannya ke saku celana, kemudian berjalan menghampiriku di tengah koridor.

"Mengapa kau menghindariku seminggu ini?" Rory bertanya.

Aku membalikkan tubuhku ke arahnya, kemudian menunduk, "Aku merasa bersalah padamu."

"Karena kau terkunci di auditorium dan tidak datang pada malam itu?"

Aku menggigit bibirku, kemudian mengangguk.

Rory menghentikan langkahnya ketika ia berada tepat di depanku, sedangkan aku masih menunduk dan hanya berani menatap pantofel hitamnya.

"Relax, aku tidak marah padamu." Ucapnya.

Dengan cepat aku mendongak ke arahnya, "Tapi terlihat jelas bahwa kau kecewa padaku ketika kita bertemu di auditorium."

Rory tersenyum tipis, "Aku kecewa, tetapi aku tidak marah. Itu musibah, mau bagaimana lagi?"

"Kau menungguku hingga tengah malam, kan?" Aku menggigit bibirku. "Kau bisa bayangkan berapa nyamuk yang sudah menggigitmu ketika kau sedang menungguku?"

"Yeah, aku sampai ketiduran juga." Ia menghela napas dan menyibakkan rambutnya. "Aku salah, seharusnya aku tidak mengabaikanmu saat kau meminta maaf, aku sedang emosi waktu itu."

"I know, and I deserved that."

"Nicole, listen to me." Rory menekan kata-katanya, "That was an accident, don't feel bad about that. I'm sorry, okay?"

"Forgive me too, Rory. Kau menungguku hingga kau ketiduran. Mengapa kau tidak mencoba menghubungi Nick? Atau mengetuk pintu rumahku? Kita kan tetangga." Aku bertanya.

"Aku berspekulasi terlalu cepat. Sebenarnya aku mau mengajakmu ke homecoming bersamaku, tetapi kau tidak datang. Apakah ada alasan lain ketika seorang gadis tidak datang saat seseorang hendak melakukan homecoming proposal untuknya, kecuali ia menolak?"

Perkataan Rory hampir membuatku terkena serangan jantung mendadak. I mean, is it real? Rory berniat mengajakku pergi ke homecoming?!

"Kau--" Kedua netraku membulat sempurna, "--Kau mau mengajakku pergi ke homecoming?!"

"Yeah." Rory mengangguk.

"Bodoh sekali jika aku menolak ajakanmu, Rory. Apakah aku punya alasan untuk menolak ajakanmu?" Aku menekuk wajahku.

"I know." Rory tersenyum tipis, "We're friends since we were 5, when Jenkins family moved in and adopted you and Nick."

Aku mengangkat jari kelingkingku padanya, kemudian kami melakukan pinky promise.

"Berjanjilah padaku, kita jangan lagi bertengkar karena kesalahpahaman." Ucapku.

"I promise." Rory mengangguk.

Dari jarak sedekat ini, aku dapat merasakan harum parfum musk khas Rory yang membuatku semakin menyukainya. Aku tidak masalah terjebak friendzone selamanya, asalkan Rory tetap ada di sampingku seperti saat ini.

"By the way, you and Danielle, huh?" Aku membuka pembicaraan.

Rory mengernyit, "What do you mean?"

"I saw Danielle kissed you." Aku tersenyum tipis.

Rory berdecak, ia mengusap wajahnya, "No no no, itu tidak seperti apa yang kau kira. We're friends."

Aku memelototinya, "You're terrible! You kissed a girl and you two are not a couple yet?!"

"No!" Rory merendahkan suaranya. "I rejected her kiss."

Aku tersentak, "What?!"

Rory menghela napas panjang, ia menyibakkan rambutnya dan memejamkan matanya. "Sebenarnya aku tidak ingin membicarakan ini karena ini menyangkut harga dirinya Danielle. Aku tidak pernah melihat Danielle lebih dari teman, jadi aku menolak ciumannya."

"Kalau begitu kenapa kau mengajak Danielle pergi ke homecoming? I mean, she likes you!"

"I didn't know about that until today." Ia menghela napas. "Aku tidak ada rencana pergi bersamanya pada awalnya. Tetapi kami sudah berteman selama tiga tahun, apakah salah jika aku pergi bersamanya sebagai teman?"

"It's not your fault, Rory."

"Beberapa hari sebelum aku ingin mengajakmu, Danielle mengajakku duluan. Aku menolak karena aku ingin pergi bersamamu. Tetapi setelah malam itu, akhirnya aku mengiyakan ajakannya."

"I see." Aku bergumam. "Kau pasti tahu kalau kau punya fans club di sekolah ini. Apakah kau tidak terpikir untuk mencari homecoming date lain, bahkan pacar?" Aku bertanya padanya.

"Aku tidak pernah terburu-buru soal cinta, Nicole. Ketika semua orang memiliki pasangan, bukan berarti aku harus ikut mencari pasangan juga, kan?"

"You have a point."

"How about you?" Ia bertanya padaku.

"I'm waiting for a kind of fairytale, Rory." Aku tersenyum simpul.

"Jadi, jika ada pangeran kodok di depanmu, kau akan langsung mencium kodok itu?" Rory tersenyum dan menyikut lenganku.

"Jika ia setampan Aaron Taylor-Johnson remaja, mengapa tidak?" Aku mengangkat bahuku.

"By the way, mengapa kau tahu?"

Aku mengernyit, "Apanya?"

"Masalah aku dan Danielle. Are you stalking me?" Rory tersenyum miring.

"What?!" Aku terkejut. "No! Kalian berada di tengah lantai dansa, tentu saja semua orang bisa melihat--"

"Just kidding!" Rory tertawa renyah, "Kau tidak berubah sejak dulu, Nicole. Awkward dork, in a good way."

Aku menggigit bibirku, kedua pipiku pasti sudah berubah menjadi semerah tomat!

Tiba-tiba, pintu toilet wanita terbuka, aku melihat Danielle keluar dari dalam toilet. Ia mengernyit ketika melihat kami berdua.

"Sedang apa kau di sini, Nicole?" Ia bertanya dengan sedikit ketus.

"A-aku baru saja mengantar Ajay pulang, lalu bertemu Rory di sini." Aku menjawab.

Danielle mengangkat salah satu alisnya, kemudian melirikku dari ujung kepala hingga ujung kaki, seakan-akan aku ini 'pengemis' yang tidak berpakaian layak.

"Oh, okay." Ucap Danielle cuek, kemudian ia melangkah mendekati Rory dan menggandeng tangannya. "Ayo kembali ke gym, Rory!"

Tiba-tiba, aku melihat Caleb berlari di koridor menuju ke arah kami. Ia berhenti tepat di depan kami dan membungkuk untuk mengatur napasnya.

"Caleb? Mengapa kau berlari-lari di koridor?" Aku bertanya padanya.

"Nick--" Ia berhenti berbicara sambil mengatur napas, "--He's in trouble."

"What?!" Aku mengernyit.

"Follow me." Ucapnya.

Aku berjalan cepat mengikuti Caleb menuju ke arah gym. Di dalam gym, aku melihat kerumunan yang cukup besar.

"Nick ada di dalam." Lirih Caleb.

Dengan cepat aku menerobos kerumunan untuk melihat apa yang terjadi. Di tengah kerumunan, aku melihat Amber dan Nick berdiri berhadapan, suasana di sana terlihat memanas.

"I'm sick of you! Apakah kau tidak sayang padaku?!" Amber membentak Nick.

"So I am! You're clingy! Apakah kau harus selalu menggandeng tanganku? Membocorkan rencana kencan kita di depan semua orang? Menciumku di depan umum!?" Nick balas membentak Amber.

"I did all of that because I love you!"

"No." Nick menggeleng, ia merendahkan suaranya, "This isn't love."

"Nick, sudahlah, semua orang melihat kita." Lirih Amber.

"I don't care!"

Amber meninggikan suaranya dengan frustasi, "What I'm supposed to do?!"

"Jadilah gadis yang berperilaku normal!"

"Normal?! Kau malu berpacaran denganku?" Ucap Amber parau.

"Yes." Tegas Nick.

Amber tersentak, aku melihat kedua maniknya berkaca-kaca.

"I don't love you anymore, Amber. It's over." Lirih Nick, kemudian ia pergi meninggalkan Amber ke luar gym.

Amber menangis, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Beberapa cheerleader merangkul dan memeluk Amber, kemudian membawanya pergi dari kerumunan. Setelah Amber dan Nick pergi, kerumunan tersebut bubar.

Aku berlari kecil keluar gym untuk menyusul Nick. Setelah mencari-cari sepanjang koridor, aku menemukan Nick sedang duduk di salah satu tangga lantai dasar. Kedua matanya memerah, ia pasti sedang menahan tangis.

"Nick?" Lirihku. Aku mendekatinya secara perlahan.

Nick menoleh ke arahku, namun dengan cepat ia memalingkan pandangannya dariku dan menjawab dengan ketus, "Leave me alone, Nicole!"

"Are you okay?"

"Menurutmu?!" Ia membentakku.

"Kau membentak Amber di depan umum. But, why? Kalian baik-baik saja dua jam yang lalu."

Nick menghela napas berat, "Aku merasa harus bertindak ketika ia terus bergelayut di lenganku seperti lintah, tetapi itu semua malah membuatnya menangis."

"Oh, Nick--" Lirihku.

"I love her, so much. Aku suka perilaku Amber yang manis, tetapi aku tidak suka bermesraan di depan umum. It isn't my thing." Lirihnya.

Aku terkejut. Jujur saja, aku tidak pernah tahu kalau Nick juga sebenarnya risih dengan sikap Amber.

"Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri. Ketika Amber memperlakukanku dengan manis, aku merasa bangga pada diriku sendiri. Aku, Nick Jenkins, akhirnya punya pacar seorang cheerleader yang manis, aku juga menjadi quarterback dalam tim football. Itu adalah kehidupan yang sempurna bagi semua remaja seusia kita. Mungkin sekarang aku sudah sama kerennya seperti Caleb atau bahkan Rory." Lanjutnya.

"Go on, I'm listening." Lirihku.

"But I ruin that. I hurt Amber. I hurt myself too. I don't know her. Aku berpacaran dengannya di hari ketiga bersekolah tanpa mengenalnya lebih jauh. Aku hanya tidak tahan ketika seorang cheerleader yang sangat imut menyukaiku. Dan aku menyukainya juga, I can't help myself." Lirihnya, ia terisak.

Aku menyandarkan diri di pundak Nick dan mengelus lembut punggungnya.

"I was wrong, Nicole." Ia lanjut bercerita. "Kurasa aku belum siap dengan hubungan pertamaku. Aku tidak tahu cara mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya pada Amber. Yang kutahu adalah, dia bersikap manis padaku, dia menciumku, itu artinya ia sayang padaku, and that's enough. But what about me? Aku bahkan membiarkan diriku tenggelam dalam perilakunya yang terlalu manis."

"Kau seharusnya memberitahunya! Hubungan macam apa yang kedua belah pihak tidak saling terbuka!?" Aku mengomelinya.

"Ketika aku ingin berbicara dengannya, ia selalu berbicara panjang lebar dan tidak memberiku kesempatan untuk bicara." Jawabnya.

"Oh." Aku terdiam sejenak sambil menggigit bibir. "So, are you regret that? Amber is gone now." Tanyaku.

"Jangan munafik, Nicole. Aku tahu kau juga tidak suka dengan Amber." Nick menoleh ke arahku.

"I don't hate her. Meskipun aku merasa tidak nyaman dengan sikapnya, kurasa Amber akan mengerti dan berhenti bersikap menyebalkan kalau seseorang memberitahunya."

"I'm not sure. Tetapi, seharusnya aku memberitahunya secara halus, bukannya membentaknya di depan umum. Nick Jenkins yang keren sekarang kembali berubah menjadi pecundang." Ia tersenyum pahit.

"Yeah. Aku juga pecundang. Orang yang kusukai pergi ke homecoming bersama orang lain." Aku menghela napas berat.

"No, aku yang pecundang." Sanggah Nick.

"No! Kau quarterback! Semua orang mati-matian ingin mendapatkan posisimu! Kau keren Nick!"

Nick tersenyum, "Kau juga keren, sis, kau berperan sebagai Princess Abigail! Kau tahu berapa banyak gadis yang menginginkan peran itu di teater?"

"Aaaaw, Nick, you're so sweet." Aku tersenyum lebar.

"I'm so proud of you, sis." Lirihnya.

"I'm so proud of you too, bro!"

Perlahan, senyum Nick mengembang, kesedihannya memudar. Kami diliputi keheningan selama beberapa saat.

"Bagaimana kalau kita berdansa bersama?" Aku menyeringai dan menyikut lengannya.

Nick mengangkat salah satu alisnya, "Bukankah kau tidak bisa berdansa?"

"Aku baru saja mempelajari gerakan slow dance dari Ajay."

"Oh yeah?" Tanyanya dengan nada meremehkan.

"Just trust me!"

"Berdansa denganmu untuk melupakan Rory dan Amber?" Ia berdiri dan mengulurkan tangannya padaku, "May I have this dance, Princess?"

"Yes, Mr. Quarterback." Jawabku sambil meraih tangannya, kemudian berdiri.

Kami berdua tertawa bersama, lalu berjalan menelusuri koridor untuk kembali ke gymnasium dan berdansa. Syukurlah, Nick terlihat lebih ceria sekarang.

"So, kau dan Amber benar-benar berakhir?" Tanyaku.

Nick tersenyum pahit, "Yeah. I can't hurt her more than this. Rasanya tidak pantas kalau aku menampakan diri di depannya lagi. Aku bukan sosok yang ia idam-idamkan."

"If you're sure."

"Nicole, promise me one thing." Nick menoleh ke arahku. Terdapat penekanan dari nada perkataannya barusan.

"What is it?"

"Berjanjilah untuk mengenal calon pacarmu terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk pacaran." Ia berbicara serius.

Aku mengangkat bahuku, "Sure. Aku dan Rory kan sudah--"

"Bukan hanya Rory, tetapi semua pemuda yang mungkin akan kau sukai di masa depan." Sanggah Nick.

"Tapi, kurasa aku akan terus menyukai Rory hingga 10 tahun lagi." Aku tertawa kecil.

"Whatever. You're a dork, Nicole!"

"You're my twin. Technically, you're a dork too!"

Nick tertawa, ia merangkulku, "No, I'm a cool kid, you're a dork!"

Aku memicingkan mata dan menendang kakinya. Nick meringis kesakitan karena kakinya terkena ujung heels-ku, namun pada akhirnya kami tertawa bersama-sama.

*****

Nick udah single🎉🎉🎉

Ada yang minat?

Kalo author tetep nunggu Aiden🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top