Chapter 19 - He Used To Be Alone

"Loh, Ajay?"

"Apa yang kau lakukan di sini, Nicole? Kau tidak berdansa?" Ajay malah balik bertanya.

"Aku--" Aku menghela napas, "Aku sedang mencari udara segar. Bagaimana denganmu? Bukannya kau bilang kalau kau tidak akan datang ke homecoming?"

"Aku memang tidak masuk ke dalam gym, aku berada di auditorium sejak tadi sore. Ada beberapa hal yang harus kucek." Ia melirik arlojinya, "Dan sekarang aku akan pulang."

"Secepat itu? Apakah kau tidak mau bertemu Erin dan yang lainnya dulu?"

Ajay mengangkat salah satu alisnya, "Untuk apa?"

"Untuk berdansa!"

"Tidak, aku sibuk."

Aku mengerutkan bibirku, "Skye juga sibuk mengurusi hal-hal teknis, tetapi ia ikut berdansa!"

"Sutradara lebih sibuk daripada teknisi, Nicole."

"Oh, atau karena kau sebenarnya tidak bisa berdansa?" Aku tersenyum miring.

"Kau meremehkanku?"

Aku mengangkat kedua bahuku, "Kau tidak mau berdansa, jadi ya kuanggap saja begitu."

Ajay meraih tanganku, kemudian menarikku ke dalam gym. "I'll show you."

Aku berjalan mengikuti Ajay di belakang sambil terkekeh, rupanya sang sutradara tidak suka kalau egonya terusik.

Kami sampai di dalam gym. Ketika masuk ke dalam, DJ sedang memainkan musik yang lembut, aku melihat beberapa pasangan berdansa di tengah kerumunan. Sejujurnya aku sedikit bingung, bukannya slow dance dilakukan setelah pemenang homecoming king dan queen diumumkan?

"Oh, anu--" Aku menoleh ke arah Ajay, "--Are you okay with this?"

"With what?"

"Slow dance?"

Ajay menyeringai, "Don't underestimate my dance talent."

"Bukan itu maksudku--"

Namun terlambat, Ajay sudah menarikku ke tengah kerumunan dan mengajakku berdansa. Hal yang ingin kukatakan adalah, apakah Ajay tidak mempermasalahkan jika kami berdansa berdua? Karena hampir semua yang berdansa di tengah gym sekarang adalah pasangan.

Ajay meletakkan kedua tangannya di pinggangku, sedangkan aku tidak bereaksi apapun. Ia tertawa kecil, "Letakkan tanganmu di pundakku!"

"Oh, sorry." Aku mengikuti apa yang ia perintahkan.

Ajay mulai menggerakan kakinya untuk berdansa dengan lembut. Sejujurnya aku tidak tahu bagaimana cara melakukan slow dance, jadi aku hanya mengikuti gerakannya.

Hal yang kupermasalahkan adalah, jarak kami sekarang sangat dekat. Terkadang aku ingin menahan napas karena gugup. Mau bagaimanapun, aku tidak pernah sedekat ini dengan lawan jenis. Apalagi yang ada di depanku ini adalah Ajay. Terkadang aku takut Ajay berubah dan mengamuk seperti apa yang biasa ia lakukan saat latihan teater.

Tiba-tiba, ujung heels-ku mengenai sepatu hitam kulitnya yang bersinar. Aku berani bertaruh Ajay sudah menyemirnya tadi sore. Kedua netraku membulat sempurna, rasanya seperti terkena serangan jantung mendadak, ia pasti mengamuk lagi!

"Ajay! Sorry--"

Di luar dugaan, ia terkekeh, "It's okay."

"Huh? Kau tidak marah?"

Ia memperbaiki posisi kacamatanya, "Mood-ku sedang bagus. Chill out."

"Oh, hahaha." Aku tertawa canggung.

Kami masih terus menggerakan kedua kaki kami di tengah lantai dansa. Pandanganku menerawang jauh melewati bahunya. Pikiran-pikiran negatif itu kembali menghantuiku.

Tiba-tiba, Ajay mengarahkan tangannya ke pucuk kepalaku dengan perlahan.

Kedua netraku membulat sempurna, "What are you doing?!"

"Ada sepotong kecil ketombe confetti di rambutmu." Ia mengambil sebuah potongan kecil kertas confetti yang berkilauan dari rambutku. Entah dari mana asalnya confetti itu.

Jantungku nyaris meledak, kukira Ajay akan mengelus kepalaku atau sejenisnya. Tetapi aku akan lebih terkejut lagi kalau aku benar-benar memiliki ketombe.

"What's on your mind?" Ajay bertanya.

Dengan cepat aku menggeleng, "Oh, nothing."

"Kau terlihat sedang memikirkan sesuatu. You can talk to me." Ucapnya lagi.

Entah bagaimana Ajay bisa sepeka itu terhadap perasaan hatiku. Mood-ku benar-benar hancur setelah mengetahui Nat tidak bisa berdansa bersama Aiden karena kakinya yang dibalut oleh gips. Hubunganku dengan Rory juga masih merenggang, dan kini ia pergi ke homecoming bersama Danielle.

Tetapi, aku tidak mungkin menceritakan tentang Nat dan kubus teater itu pada Ajay, kan? Serta kecelakaan yang terjadi di auditorium beberapa minggu lalu? Lalu hubunganku dengan Rory? Ia pasti menganggapku benar-benar jatuh cinta pada Rory, dan tentu saja ia akan mengomeliku.

Aku menggeleng, "Entahlah, aku merasa semua orang yang ada di sini berkilauan, sedangkan cahayaku meredup. Dan ini pesta dansa sekolah pertamaku, aku tidak tahu harus berbuat apa, mood-ku buruk sekali."

Ajay mengernyit, "Meredup?"

"Yeah."

"Maksudmu, kau minder? Atau sejenisnya?"

"Maksudku--" Aku menoleh ke arah sekitar, "--Lihatlah pesta dansa sekolah yang ada di film-film--"

"Kita ini hidup di dunia nyata, Nicole." Lirihnya.

"Yeah, tetapi--kau tahu lah, seorang gadis remaja selalu ingin pesta dansa sekolah pertamanya dapat dikenang di hari tua. Mereka ingin menjadi tokoh utama dalam kisah mereka sendiri."

"Nicole, listen to me." Lirih Ajay.

Aku menatap lekat kedua manik obsidian milik pemuda di depanku.

"I dunno what your problem is, tetapi kau adalah main character di kehidupanmu sendiri. You're shiny too, just the way you are. Kalau kisahmu selalu lurus-lurus saja tanpa halangan, kisahmu akan sama seperti kisah-kisah orang lain. Kisahmu akan menjadi seperti Disney Princess yang menderita, lalu menikah dengan pangeran dan hidup bahagia selamanya. Meh, apa uniknya itu?" Ucapnya panjang lebar.

Aku tersenyum tipis, "Kau hanya berusaha menghiburku."

"Kapan aku pernah berbohong? Aku selalu mengucapkan apa yang ada di otakku, kan?" Ucapnya.

Aku menggigit bibirku dan menunduk. Aku merasa malu pada diriku sendiri ketika Ajay mengatakan hal seperti itu.

"Kau tahu, Nicole, sepertinya aku mulai terbiasa denganmu."

Aku mengernyit, "Maksudmu?"

"Yeah, sejak kita terkunci di auditorium seminggu yang lalu, kurasa aku--" Ia terdiam sejenak, "--Mulai terbiasa dengan kehadiran orang lain."

Aku menatap kedua manik obsidian miliknya dan menunggunya untuk kembali berbicara.

Ajay melanjutkan perkataannya, "I was a loner, that's why I lost in my temper sometimes. Aku bahkan tidak tahu terkadang sikapku ini menyakiti orang lain."

"Yeah, syukurlah kalau kau sadar." Ucapku dengan nada sarkastik.

"Kurasa kau benar Nicole, sesekali aku harus berteman dengan orang lain. Dengan aktor-aktorku, dengan kru The Enchanted Kingdom, dan yang lainnya. Aku harus memisahkan waktu kapan aku menjadi sutradara dan kapan menjadi murid Berry High biasa."

Aku tersenyum hangat, "Menjadi sutradara bukan berarti kau tidak boleh akrab dengan orang lain, Ajay."

"I know." Ajay terdiam sejenak, "Aku hanya ingin menjadi profesional sebagai sutradara. A director used to be alone, mereka tidak boleh mencampuri perasaan mereka dengan pekerjaan."

"Now, you're not alone. You have me." Aku berbisik.

Ajay menatap kedua manik ocean-ku untuk waktu yang cukup lama, namun lama kelamaan ia mengernyit dan sedikit meninggikan suaranya, "Sudah kubilang, kan? Tidak ada cinta lokasi di teater--"

"Jeez, as friends!" Dengan cepat aku mengoreksi pemikirannya yang bodoh itu.

"Yes, that's what we are, friends." Ajay tersenyum tipis.

"Teman tidak pernah membentak temannya!"

"My bad." Ucapnya. "Lupakan apa yang kuucapkan barusan, ayo kembali berdansa. Kau seharusnya bersyukur bisa berdansa dengan orang sibuk sepertiku!"

"Cih. Berdansa bersamamu sekaligus kena omel?"

Ajay terkekeh, "Itu tidak akan terjadi lagi. Promise!"

Setelah perbincangan yang canggung barusan, kami diliputi keheningan yang panjang. Kedua kaki kami masih bergerak mengikuti alunan musik. Entah kenapa, aku merasa Ajay yang ada di hadapanku ini sedikit melunak, aku menjadi tidak takut lagi dengannya.

Kurasa sang sutradara memiliki sisi lembut yang ia sembunyikan dari semua orang.

Aku mulai menikmati malam ini hingga tidak sengaja melihat sesuatu yang tidak ingin kulihat. Sekitar beberapa meter dariku, aku melihat Danielle memejamkan matanya dan mendongakkan wajahnya ke arah Rory. Kurasa Danielle ingin mencium Rory ketika slow dance berlangsung.

"Nicole!"

Fokusku teralihkan ketika mendengar Natalie memanggil namaku, dengan cepat aku menoleh ke arahnya. Di belakangnya, aku melihat Skye dan Erin juga. Aku dan Ajay menghentikan gerakan dansaku.

"Ajay? Bukannya kau bilang kau tidak akan datang?" Erin bertanya.

"Aku memang tidak berencana datang ke sini." Ia melirik ke arahku, "Tetapi Nicole memaksaku."

"Wait." Natalie mengernyit, "Are you guys--dating?"

"No!" Dengan cepat aku mengelak.

"Are you sure? Kami mengamati kalian berdua sejak tadi, loh." Skye melipat tangannya di dada.

"Tidak ada cinta lokasi di teater, titik." Tegas Ajay.

"Okay, but, what if Nicole is not in theatre?" Skye bertanya.

"Oh itu--" Dengan cepat Ajay menjawab. "--Tapi sayangnya Nicole adalah salah satu aktorku, kan?"

Erin memicingkan matanya dan melirik kami secara bergantian, "I'll keep my eyes on you two."

"Silahkan saja." Ajay menjawab dengan santai sambil memperbaiki posisi kacamatanya.

Ngomong-ngomong soal pasangan, aku kembali menoleh ke arah kerumunan untuk melihat Rory dan Danielle, namun mereka sudah hilang dari pandanganku. Apakah mereka pergi meninggalkan gym untuk pergi kencan sungguhan?

Perasaanku membaik selama beberapa saat ketika berdansa bersama Ajay. Namun, ketika melihat mereka berdua seperti tadi, perasaanku menjadi lebih hancur dari sebelumnya.

Ajay melihat arlojinya, "Sudah jam sembilan malam. Mohit pasti menungguku untuk pulang."

"Who is Mohit?" Aku bertanya padanya.

"Adikku. Aku terbiasa membacakan dongeng sebelum tidur untuknya." Ajay menjawab.

"Oh, you have a little brother?" Aku tersenyum lebar.

"Yes, and don't underestimate my parenting ability too."

"Sorry." Aku terkekeh, "Aku akan mengantarmu sampai depan sekolah."

"Good." Ajay menoleh ke arah Erin, Skye dan Natalie secara bergantian. "Bye, guys."

"Apa?! Kami baru saja bertemu denganmu dan kau sudah mau pulang!?" Natalie protes.

"Sayang sekali, the night is still young, but I understand, your brother needs you." Erin mengangguk.

"Bye." Skye menjawab dengan singkat.

Ajay berpamitan dengan ketiga teman kami, kemudian kami berjalan menuju lapangan parkir. Ajay terbiasa pergi ke sekolah dengan menggunakan mobil, dan aku akan mengantarnya hingga sampai ke mobilnya.

Kami sampai di mobil Audi mewah berwarna putih milik Ajay. Sebelum Ajay masuk ke dalam mobilnya, ia menoleh ke arahku.

"Drive savely, Mr. Director. Sampaikan salamku untuk Mohit!" Aku melambaikan tanganku padanya.

Ia mengangguk, "I will. Kau juga boleh bertemu secara langsung dengannya lain kali. Ia akan senang berkenalan denganmu, Nicole."

"Can't wait!" Aku tersenyum lebar.

"G'nite."

"Good night, Ajay."

Ajay masuk ke dalam mobil, kemudian menyalakan mesin mobilnya dan berkendara pulang.

Aku kembali ke dalam gedung sekolah dan berjalan menelusuri koridor untuk kembali ke dalam gym. Tiba-tiba, aku melihat seseorang yang sangat familiar berdiri di depan loker, tepat di seberang toilet wanita. Ia meletakkan tangannya di belakang tubuhnya dan bersandar di loker siswa. Ia menunduk dan menerawang jauh ke bawah lantai.

Ia menoleh ke arahku ketika mendengar suara heels-ku yang bergeming di koridor. Kedua manik ocean kami bertemu.

Yeah, aku sedang berhadapan dengan Rory Silva.

*****

Team Ajay, raise your hand!🙋

Huh, pake acara pulang duluan segala😑

Gapapa lah, mood-nya lagi bagus.

Ekspresi wajah Nicole waktu ga kena omel Ajay, sehariiii aja😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top