BAB 1. TATAPAN TERSELUBUNG
ALDI PoV
Populer?
Satu kata yang paling digandrungi anak remaja tanggung kayak gua. Tapi sayangnya gua.. Enggak.
Gua sama sekali gak tertarik sama yang namanya populer. Apalagi digandrungi anak-anak cewek. Atau berlagak sok gaul dan nge-hitz. Itu bukan gua. Dan gua gak mau itu.
Gua pengen hidup gua tenang, aman, dan damai selama gua sekolah di SMA berstandar Internasional ini. Mengalir seperti air mengalir, mengikuti arus kemana air mengalir. Dan yang terpenting, gua gak mau jadi pusat perhatian semua orang. Risih.
"Di! Ke kantin! Biasa.. Seblak!"
Salah satu spesies paling deket sama gua ya Guruh, temen satu kelas yang punya kebiasaan mengamati semua raut wajah orang. Mau itu temen sekelas ataupun guru yang tengah mengajar. Dia mungkin punya kelebihan membaca raut wajah seseorang, yah.. Jiwa psikologisnya memang harus diacungi dua jempol.
"Yuk!"
Kali ini gua habis tidur dikelas, dengerin suara bu Menik yang selalu menceritakan masa lalunya. Testimoni kehidupannya sendiri kalo lagi ngebahas materi. Ya bisa dibilang, materi yang mana.. Ngebahas yang mana.. Kan jayus. Hidup itu emang penuh kejutan dan misteri, gua pikir guru semacam bu Menik itu orangnya killer, semacam guru yang selalu buat muridnya ketakutan kalau liat sampulnya doang. Dan ternyata sebaliknya, dia guru yang selalu terbawa perasaan jika ia menceritakan masa lalunya, apalagi tentang suaminya. Gua agak risih, sumpah. Ngantuk abis.
"Aldi, lo kayaknya lagi sedih gitu, kusut banget wajah lo. Banyak pikiran? Meratapi nasib?"
Guruh memang selalu tau apa yang gua rasain, dari raut wajah gua pastinya.
"Menurut lo?"
Gua mendelik sebal saat tangannya mulai menyodorkan satu mangkuk seblak kesukaan gua, yap tanpa rasa pedas. Sekolah ini memang bertaraf internasional, tapi jajanan disini memang bervariasi. Sekolah dan pihak orang tua murid menyarankan agar semua jajanan daerah disediakan disini.
Seperti biasa, kebanyakan siswa yang berada disini didominasi orang berkulit putih. Seperti orang berambut pirang dan bermata sipit. Ataupun dari berbagai anak dibelahan dunia. Dan disini pula, gua agak sulit buat cari temen yang satu negara sama gua. Guruh salah satunya. Yang lain hanya bisa berbahasa Inggris. Dan kali ini, mata gua terhenti sama satu cewek berambut hitam sebahu dihadapan gua. Tepat diseberang meja gua. Mata gua kembali salah fokus sama makanan yang dibawanya sekarang. Satu kotak nasi.
Apa dia gak beli? Atau sengaja bekal dari rumah?
Ya.. Karena kebanyakan anak di sekolah ini memiliki taraf hidup yang berekonomi tinggi. Mereka pasti mendapatkan uang jajan yang tinggi pula. Rupiah yang sangat mudah didapatkan dari setiap kantung perusahaan ayah mereka.
"Di! Aldi! Lo mikirin apaan sih! Jangan bilang lo lagi mikirin katak buat anak!"
"Sialan lo! Gua lagi mikirin pembunuhan kepala sekolah kita."
Guruh berdecak, "Sok detektif lo! Ngerjain tugas Bahasa Indonesia juga masih nyontek ke gua! Euh!"
Gua mendelik, masih fokus dengan cewek yang menjadi objek gue kali ini. Gua tau, seblak gua pasti udah dingin dan gak enak buat dimakan. Bodo amat.
Gua mengalihkan pandangan gua kearah pembantu sekolah dihalaman samping kantin. Diusianya yang renta, wajahnya yang mulai keriput seiring kerasnya dunia yang memperkerjakannya sebagai kuli pembantu sekolah. Tangannya masih lincah untuk menyapu beberapa ranting dan daun-daunan kering yang berjatuhan.
Setelah itu gua natap lagi cewek yang tadi makan sendiri dimeja seberang gua. Dan gua kaget, dia gak ada. Gua celingak-celinguk nyari tuh cewek.
"Di, lo nyari siapa sih! Gua ada disini sayang!"
Ingin rasanya gua muntah ditempat kalo nanggepin spesies didepan gua ini. Apalagi kalo dia ngomong manja kayak barusan, eneg gua, asli.
Gua kembali nyari tuh cewek berdada rata, eh! Sorry, gua salah fokus. Hehe.. Maklum, cowok normal. Tatapan gua terhenti sama tuh cewek yang lagi ngobrol akrab sama pembantu sekolah tadi. Pake acara cium tangan segala lagi! Tuh abah-abah emang siapanya tuh cewek? Masa iya dia kerabat atau keluarga orang kayak disekolah ini. Bukannya gua ngerendahin orang nih.. Tapi emang aneh aja. Siswa yang bersekolah disini, dan pastinya anak orang kaya, malah akrab sampai cium tangan sama pembantu sekolah?
Tanda tanya besar!
"Sekolah memang membosankan, tapi tidak untuk hari ini."
***
NADIA PoV
Hari ini aku dapet hadiah spesial banget dari ayah, yaps! Satu kotak bekal nasi padang. Bayangkan! Nasi Padang! Mantap bukan! Daripada jajanan-jajanan sekolah yang mahalnya gak ketulungan, dan gak enak. Ya.. Mending nasi padang lah! Apalagi makannya sendiri, uh.. Mantap..
"Nad, kamu mau kemana? Kok gak gabung sama kita-kita?"
Aku mulai mendengar ajakan-ajakan teman-temanku yang mayoritas berambut pirang. Kami semua memakai bahasa Inggris, begitupun aku.
"Aku sendiri aja, aku bawa bekal."
Aku memang anak seorang pembantu sekolah disini. Berkat pengabdian ayahku selama bekerja disekolah ini, aku bisa melanjutkan pendidikanku sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Itupun karena aku mendapatkan beasiswa dari sekolah. Dan karena kecerdasankulah, aku bisa bersekolah disini, tanpa biaya sepeserpun. Aku bangga sekali bisa membahagiakan ayah. Dengan semua tenaga yang aku punya, aku selalu membantu ayah membersihkan sekolah disaat-saat tertentu. Sekolah ini memang ketat dengan disiplin waktu. Hampir semua waktu bermain siswa disini tersita untuk belajar. Dan yang aku tahu, belajar itu memang menyenangkan dibanding membuang-buang waktu dengan mengobrol atau bergosip ria, membahas semua anak populer disekolah.
Jujur itu gak penting buat dibahas. Karena aku benci kepopuleran.
Aku anak yang biasa saja, anak beasiswa yang kadang mendapat teman atau ditinggalkan teman. Sudah biasa.
"Di! Aldi! Lo mikirin apaan sih! Jangan bilang lo lagi mikirin katak buat anak!"
"Sialan lo! Gua lagi mikirin pembunuhan kepala sekolah kita."
Nah.. Itu yang sekarang menjadi trending topic disekolah ini. Pembunuhan yang melibatkan ayahku menjadi pelaku utama dari berita fitnah ini. Ayahku melakukan pembunuhan? Aku sama sekali tidak percaya, itu fitnah. Ayahku marah dan tidak terima dengan gosip itu, dan aku berusaha untuk membelanya dari ejekan-ejekan anak satu sekolah.
Sebentar, aku memang anaknya penyendiri dan antisosial. Tapi bukan berarti aku gak peka sama lingkungan sekitar. Aku memang gadis jelek, dan miskin. Mana ada yang berani suka denganku? Anak Indonesia tulen yang jelek tapi sombong akan kejeniusan yang dimilikinya? Haha! GAK ADA. Miris.
Rasanya tidak enak jika diperhatikan oleh seseorang yang jelas-jelas menatapku secara terang-terangan seperti ini. Dia itu mata-mata atau apa? Jelas-jelas aku risih ditatap seperti itu. Apalagi saat aku lagi makan nasi padang yang beh.. Mantap sekali ini. Wajahku memang selalu cuek, dan datar. Tidak terlihat raut wajah salah tingkah seperti yang remaja lain rasakan sekarang. Mungkin dia fans atau sekedar mengejekku lewat tatapan tajamnya.
Aku mengalihkan pandanganku sejenak, melihat ayah yang tengah menyapu halaman kantin. Aku tersenyum kearahnya, beliaupun balas tersenyum. Tanpa sadar, akupun menghampirinya.
"Makasih nasi padangnya ayah! Aku suka.. Banget!"
Aku mencium tangan ayah, melihat peluh keringatnya memang membuatku seketika marah. Marah akan semua orang yang telah menuduh ayahku sebagai pembunuh kepala sekolah. Beritanya memang sudah geger disekolah. Ayah mendapat kesempatan untuk mendapatkan beberapa bukti bahwa dia memang bukan pembunuh aslinya.
"Nak, kamu jangan khawatir ya!"
"Aku akan bongkar semua kasus pembunuhan itu Yah! Aku janji. Ayah pasti akan bebas dari tuntutan hukum pengadilan nanti. Pasti!"
__________________________
HAY READERS WATTPAD!!! INI PART PERTAMA KITA LOH! GARING? HAHA! ABAIKAN. DISINI KITA MAU KASIH ORIENTASI DULU SAMA KARAKTER UTAMA CERITA INI:
1. Aldi
2. Nadia
~~~~~Vote komentarnya ya!!!~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top