Yasmin 31

Ada jambu ada jeruk bali
Sore sayangku ketemu Jaja kembali

*****

Jonathan Ortiz 50 tahun.🥰

*****

Yasmin membuka pesan whatsapp. Membaca beberapa pesan dari Maria, Renita dan juga Alex. Sekilas ia menemukan keanehan pada pembaharuan status Vera.

Alhamdulillah, akhirnya calon mertua mau tinggal di dekat aku. Makasih mama Ambar.

"Apa sih ini maksudnya?" Kening Yasmin berkerut. Bahkan dadanya sedikit sakit membaca status Vera. Bukankah Bu Ambar ibunya Jaja.

"Apa Jaja dan Bu Ambar berniat tinggal di rumah Vera? Oh...tidak bisa!"

Yasmin bangun dari ranjangnya. Berjalan terseok menuju lemari untuk mengambil tas selempang mini miliknya. Tangannya sibuk di layar ponsel sedang memesan taksi online.

Wajahnya gusar dan hatinya tidak tenang begitu membaca status WA milik Vera. Keluar dari kamar lalu dengan sangat hati-hati turun dari lantai dua. Ia harus tetap fokus pada langkahnya agar tidak tergelincir. Bik Narsih yang sedang menyapu ruang tengah memperhatikan majikannya yang berjalan melewatinya.

"Ibu, mau ke mana? ini sudah mau magrib." tanya Bik Narsih sambil berjalan mengekori Yasmin.

"Saya ada perlu perlu penting, Bik. Oh iya, tolong kamar samping dibereskan ya. Besok ada yang mau tinggal di situ sementara." titah Yasmin sambil memakai sendal jepit di teras.

"Serem, Bu. Udah lama tidak terpakai itu kamarnya." ujar Bik Narsih setengah bergidik.

Gimana tidak takut, bangunan kosong di samping rumah Yasmin itu sudah lama tidak berpenghuni. Bahkan barang-barangnya juga banyak yang sudah rusak. Bangunan itu dahulunya adalah kamar dari dua pembantu Yasmin sebelum Narsih bekerja dengan dirinya.

"Bersihkan atau gaji kamu saya potong?"

"Eh iya, Bu." Bik Narsih tergagap kemudian mengangguk. Duh, padahal malas banget rasanya mau berbenah rumah serem itu . Apalagi malam-malam begini. Semoga tidak ada makhluk-makluk aneh yang berseliweran. Aamiin. Rapal Bik Narsih dalam hati.

"Barang yang rusak buang saja, saya akan belikan yang baru. Seprei ganti dengan yang bersih, begitu juga dengan gordennya." titah Yasmin sebelum kakinya melangkah ke arah gerbang rumahnya.

"Emang siapa yang mau tinggal di situ, Bu?" tanya Bik Narsih setengah berteriak. Yasmin berbalik memandang pembantunya.

"Jaja dan ibunya."

Mata dan mulut Narsih sama terbuka lebarnya. Bahkan kini ia tersenyum sambil mengangguk. Tanpa melihat Yasmin lagi, Bik Narsih berlari secepat kilat masuk ke dalam rumah.

Yasmin menutup pintu gerbang rumahnya. Setelah itu naik ke dalam taksi online yang baru saja sampai. Perjalanan menuju rumah sakit cukup padat, karena bertepatan dengan jam pulang kantor. Yasmin memeriksa ponselnya kembali, tepatnya memeriksa status terbaru Vera yang memang foto Jaja dan memberikan judul love.

Yasmin memutar bola mata malasnya, ia sudah tidak sabar untuk segera sampai di rumah sakit tempat ibu Jaja dirawat. Jalanan begitu macet membuat Yasmin memilih mampir sebentar di sebuah toko cake kenamaan di wilayah Kebayoran. Ia membeli beberapa roti dan cake untuk dibawa ke rumah sakit. Setelah itu, ia baru melanjutkan kembali perjalanannya.

"Ongkosnya lima puluh delapan ribu, Bu." ujar sang sopir taksi online pada Yasmin, setelah mereka sampai di lobi rumah sakit.
Yasmin mengeluarkan satu lembar uang merah lalu diberikannya pada sang sopir.

"Ambil saja kembaliannya! Ini juga buat anak istri di rumah ya, Mas." Yasmin menyodorkan plastik dengan logo toko cake serta beserta uangnya. Sang sopir memandang Yasmin dengan terpana, bahkan matanya kini berkaca-kaca.

"Ya Allah, Bu. Terimakasih atas kebaikannya. Semoga Allah membalas kebaikan ibu berlipat ganda." ujar sang sopir penuh rasa syukur.

"Aamiin." Yasmin mengaminkan sambil tersenyum tipis.

Senyum sang sopir begitu lepas melihat Yasmin turun dari mobilnya dengan hati-hati. Ia sangat senang hari ini, karena mendapat penumpang seperti Yasmin.

Security yang tadi pagi bertemu dengannya tampak memperhatikan langkah Yasmin. Pria tinggi tegap itu tersenyum pada Yasmin sambil membukakan pintu lobi. Yasmin ikut membalas senyumnya, lalu berjalan lurus menuju lift.

****
Jaja baru saja selesai sholat magrib di masjid rumah sakit yang berada di parkiran bawah Kemudian ia pergi keluar dari rumah sakit untuk membeli makan malam. Ibunya sedang ingin makan pecel lele katanya. Jadinya Jaja saat ini menyusuri trotoar sepanjang rumah sakit untuk mencari penjual pecal lele. Ia memesan tiga lele, dua tahu goreng, dua tempe goreng dan tiga bungkus nasi serta sambal penggugah selera.Perlu kalian ketahui, Bu Ambar biar kata tubuhnya kecil, makannya banyak. Tidak akan cukup satu porsi nasi.

Setelah mendapatkan makanan yang diinginkan, Jaja kembali ke ruang perawatan ibunya. Langkahnya nampak terhenti, saat sayup-sayup telinganya mendengar suara yang tidak asing lagi.

"Ya Allah, ibu kapan sampainya?" sapa Jaja ramah sambil meletakkan bungkusan makanan di atas meja kecil.

"Baru aja." Yasmin mengunggingkan senyum tipis pada Jaja.

"Oh, ini kan sudah malam, Bu. Kenapa ke rumah sakit? Mama saya sudah tidak apa-apa kok, Bu."

"Begini, saya dengar kamu akan tinggal di rumah Vera. Padahal saya sudah menyiapkan tempat tinggal untuk kamu dan ibu di bangunan samping rumah saya. Kamu pernah lihatkan?" ujar Yasmin sambil menatap lurus ke arah Jaja. Lelaki itu sedikit kikuk dipandang seperti ini oleh Yasmin.

"Iya, Bu. Saya tahu." jawab Jaja sambil tersenyum.

"Saya mau kamu dan ibu menempatinya, sampai kamu menemukan tempat yang lebih baik lagi. Saya harap kamu tidak menolak."

Jaja dan ibunya saling pandang. Bahkan Bu Ambar mengerlingkan sebelah matanya pada Jaja tanda setuju.

"Maaf, Bu. Saya jadi merepotkan ibu terus." ujar Jaja lirih. Jujur sebagai lelaki, jiwanya meronta. Sungguh tidak ingin menyusahkan siapapun apalagi seorang wanita. Tetapi memang tidak mudah juga mencari kontrakan bila terburu-buru seperti ini.

"Tidak apa-apa. Kamu juga biar tidak repot bekerja pada saya." sahut Yasmin lagi sambil menyunggingkan senyum.

Krruukk...krruukk ...

Suara perut Yasmin berbunyi. Jaja dan ibunya saling pandang. Yasmin menyeringai sambil memegang perutnya.

"Lapar ya, Non? Ayo kita makan sama-sama!" ajak Bu Ambar sambil menunjuk kantong plastik hitam berisi pecel lele tersebut.

"Ah, tidak apa-apa, Bu. Nanti saya makan di rumah saja." Yasmin menolak halus sambil tersipu.

Kruuk...kruukk..

Bunyi perut itu semakin nyaring. Jaja dan Bu Ambar terbahak.

"Di sini, Bu. Cuci tangannya." Jaja menunjuk kamar mandi. Yasmin berjalan sedikit terseok mengikuti langkah Jaja. Sigap Jaja berbalik dan memegang lengan Yasmin sampai masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mereka mencuci tangan, kedua kembali ke bilik Bu Ambar. Pasien yang lain memperhatikan Jaja dan Yasmin tidak berkedip. Jelas sekali terlihat yang satu wanita berkelas yang satunya bule miskin.

Bu Ambar sudah mencuci tangan terlebih dahulu sebelum Yasmin dan Jaja. Bahkan ia sudah membuka bungkus nasi berikut pecel lele lengkap dengan sambal dan lalapannya.

"Ayo, Non. Jangan sungkan!" ajak Bu Ambar ramah. Yasmin duduk di kursi, sedangkan Jaja meminjam kursi pasien sebelah yang tidak terpakai. Nasi dibentang di atas ranjang Bu Ambar.

"Bu, Maaf. Saya tidak bisa makan ikan. Maksudnya saya tidak berani makan ikan, takut tertusuk durinya."

"Oh, gitu. Jadi non ga pernah makan ikan?" tanya Bu Ambar sambil melihat serius ke arah Yasmin.

"Pernah, Bu. Bukannya tidak suka, tapi takut tertusuk durinya. Saya trauma, waktu kecil makan ikan kemudian tangan saya tertusuk duri hingga harus di bawa ke rumah sakit." terang Yasmin jujur. Dia sangat trauma bila mengingat kejadian saat masih sekolah dasar dahulu.

"Duri ikan apaan, Non? Kok bisa sampai dibawa ke rumah sakit? Duri ikan hiu?"

"Hahahahaha..." Jaja dan Yasmin terbahak mendengar ucapan Bu Ambar yang sangat polos.

"Ya sudah, Ja. Kamu suapin Bu Yasmin. Kasian perutnya bunyi terus tuh." seru Bu Ambar sambil mengedipkan sebelah matanya. Tangannya terampil menyisihkan dua ekor ikan untuk Jaja dan Yasmin.

"Emang boleh, Bu?" tanya Jaja ragu. Jantungnya sudah memompa begitu cepat.

"Iya, Boleh." sahut Yasmin malu-malu.

Dengan tangan gemetar, Jaja menyuapi Yasmin dengan sangat hati-hati.

"Buka mulutnya, Bu!" ujar Jaja pelan sambil tersipu malu. Yasmin juga tidak kalah tersipunya, wajahnya memerah saat suapan pertama dari tangan Jaja masuk ke dalam mulutnya. Bagai tersengat listrik, keduanya terdiam tanpa suara. Jaja dengan hati-hati memilih daging ikan dan memastikan tidak ada tulang yang ikut terbawa dalam nasi. Kemudian menyuapinya lagi dan lagi.

Yasmin makan dengan lahap sekali. Mulutnya terus-terusan saja terbuka lebar saat Jaja menyodorkan nasi dari tangannya. Apakah Jaja tidak ikut makan? Ya, Jaja memilih untuk menyuapi Yasmin terlebih dahulu sambil menahan laparnya.

"Enak ya, Bu?" tanya Jaja sambil memperhatikan Yasmin yang merona.

"Enak." sahutnya cepat sambil terus mengunyah lalapan selada yang barusan Jaja suapkan ke dalam mulutnya. Jaja tersenyum, begitupun juga Yasmin. Hanya mereka yang tahu, debaran seperti apa kini yang mereka rasakan.

"Semoga aku sedang berhalusinasi. Yasmin, ini kamukan?" Vera masuk ke ruangan Bu Ambar untuk mengecek kondisinya sebelum pulang. Namun pemandangan romantis saat ini membuatnya sangat kaget.
****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top