Yasmin 29

****
"Yasmin, ada apa ini?" teguran seseorang dengan suara bariton membuat keduanya tersadar lalu melepaskan dekapan.

Yasmin kaget dengan lelaki yang kini memandangnya dengan penuh tanda tanya. Begitu juga Jaja yang sudah sangat salah tingkah, seperti pasangan yang ketahuan pacaran di semak-semak oleh warga. Antara kaget dan malu.

"Kamu bukannya sakit? Kenapa bisa ada disini?" tanya Dimas sambil berjalan mendekati Yasmin sambil mengulurkan tangan untuk membimbingnya berjalan. Jaja memandang keduanya dengan mata sayu.

"Aku bertemu dengan dokter sekaligus menjenguk ibunya Jaja." sahut Yasmin yang menoleh ke arah Jaja.

"Oh ya sudah, ayo kita pulang! Kamu tidak bawa mobilkan?" ajak Dimas tersenyum hangat.

"Tadiannya aku mau naik taksi online tapi karena ada kamu, ya sudah dengan kamu saja."

"Kami pamit ya, Ja," ujar Dimas mewakili Yasmin. Lelaki itu entah kenapa tidak begitu suka dengan Jaja.

Jaja mengangguk sambil tersenyum ramah.

"Hati-hati, Bu. Terimakasih atas kunjungannya dan semoga lekas sembuh." ucap Jaja tulus sambil mengangguk.

Tangan kanan Yasmin memeluk lengan Dimas. Mereka berjalan menuju lift dengan sangat hati-hati. Jaja tersenyum tipis melihatnya, pasangan yang cocok. Gumam Jaja dalam hati. Ia pun berbalik kembali ke kamar ibunya.

Sambil menungu pintu lift terbuka, Yasmin menoleh ke tempat Jaja berdiri tadi. Namun hanya punggung lelaki itu yang ia lihat. Bahkan sampai pintu lift terbuka, Jaja tidak berbalik melihat dirinya. Hatinya bagai tersentil. Apakah ia kecewa?

"Melamunkan apa sih?" tanya Dimas penasaran sambil menelisik raut wajah Yasmin. Wanita itu tersadar dari lamunannya.

"Eh...tidak apa-apa. Hanya inget pabrik saja," jawab Yasmin dengan senyum tipisnya.

"Apa perlu aku meninjau pabrik?"

"Ah, tidak usah, Mas. Kamu juga sedang banyak pekerjaan. Tidak apa-apa, ada Malik di sana."

"Jangan terlalu dekat dengan Jaja! nanti kamu bisa jatuh cinta. Lelaki miskin seperti Jaja pasti rela melakukan apa saja demi janda cantik seperti dirimu," ujar Dimas dengan nada penuh penekanan provokator.

Yasmin memandang Dimas dengan kening berkerut. "Maksud kamu?" tanya Yasmin dengan suara sedikit tinggi.

"Iya, aku tidak suka kamu terlalu dekat dengan Jaja. Bisa-bisa kebaikan kamu nanti dimanfaatkan." Lagi-lagi Dimas mengompori Yasmin.

"Masa sih?" Yasmin mencoba tidak percaya dengan ucapan Dimas. Namun di sisi lain hatinya seakan terketuk untuk membenarkan juga.

"Makanya jaga jarak, jangan terlalu dekat!" suara Dimas kembali mengingatkan Yasmin dengan penuh penekanan.

Ting

Pintu lift terbuka. Yasmin dibantu oleh Dimas berjalan keluar lift. Mata Yasmin disuguhi pemandangan Vera dengan jas putih kebesarannya, nampak sibuk berbicara dengan salah satu perawat di depan lobi pendaftaran. Yasmin tidak ingin menegur, ia berpura-pura tidak sadar akan kehadiran Vera di sana. Sayang sekali Vera menoleh dan melihat Yasmin bersama dengan Dimas sedang dituntun.

"Yasmin!" seru Vera memanggil Yasmin dengan cukup keras. Membuat Yasmin dan Dimas menghentikan langkah lalu menoleh ke asal suara.

Dimas tersenyum ramah karena memang mengenal Vera cukup baik. Sedangkan Yasmin hanya tersenyum tipis, itu pun ia paksakan. Vera berhutang penjelasan status padanya.

"Hai, kok kalian ada di sini?" tanya Vera ramah sambil cipika-cipiki pada Yasmin kemudian pada Dimas.

"Kita ketemu di atas tadi," jawab Dimas sambil melirik Yasmin yang tampak kurang senang.

"Oh, gitu. Kaki kamu sudah lebih enakan ya. Syukurlah." Vera tersenyum sambil memperhatikan kaki Yasmin yang masih terbungkus.

"Iya," sahut Yasmin sekedarnya, ia sedang malas berbasa-basi dengan Vera terlalu lama.

"Ya sudah kalau gitu, aku naik dulu ya. Mau nengokin calon mertua yang kebetulan di rawat di atas," ujar Vera dengan penuh percaya diri. Bahkan kini ekor matanya melirik wajah Yasmin yang berubah sendu.

"Wow...kamu udah ada calon nih, selamat ya." Dimas mengusap pundak Vera tulus.

"Doakan saja segera ya!" Vera mengerlingkan sebelah matanya pada Yasmin lalu berjalan cuek meninggalkan Yasmin dan Dimas.

"Ayo, kita pulang!" ajak Dimas pada Yasmin.

Yasmin mengangguk lemah. Dimas tampak mengerutkan kening, di kepalanya berseliweran tanya, bagaimana cara mendapatkan Yasmin dengan cepat?. Sesekali ia melirik wanita di sampingnya ini dengan takjub. Tidak hanya cantik tapi juga kaya, pintar lagi. Tentu sangat disayangkan jika dia jatuh ke tangan lelaki lain.

Di lain tempat, Jaja baru saja melangkahkan masuk ke dalam bilik ibunya. Tadi ia sempat bertemu dan mengobrol dengan seorang teman yang adiknya juga dirawat di kelas yang sama dengan ibunya.

"Mamah ngapain?" tanya Jaja sambil menyeringai melihat ibunya sedang menghitung lembaran uang merah cukup banyak di atas bednya. Ia pun duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Yasmin lalu menariknya lebih dekat pada ibunya.

"Ini gue lagi nyapu. Aneh lu, udah jelas ini lagi ngitung duit. Masih aja nanya," sahut Bu Ambar kesal.

"Tuhkan, gue lupa deh tuh. Udah berapa ini duitnya?" Bu Ambar menggaruk rambutnya kasar.

"Perasaan Jaja gak pernah jaga lilin, Mah. Kenapa mamah dapat duit banyak banget?"

Puuk...

Bu Ambar memukul pundak anaknya.

"Emang gue babi ngepet! Ngaco nih anak ni!" ujar Bu Ambar sewot. Kedua tangannya membentangkan uang merah di atas selimut putih miliknya.

Jaja tertawa pelan memperhatikan ibunya yang sibuk menghitung uang kembali.

Jaja melihat tangannya yang tadi menggenggam jemari Yasmin. Membuka lalu menutupnya, terus saja begitu berulang kali. Sesekali ia membawa tangannya ke hidung. Menghirup aroma Yasmin yang sangat ia sukai, tanpa sadar Jaja mengulum senyum.

"Habis pegangan tangan sama bos lu, ya?" tebak Bu Ambar sambil memasukkan lagi dua amplop ke bawah bantalnya.

Jaja menoleh sambil tersipu malu, sadar akan ucapan ibunya sangat benar.

"Sini coba gue cium!" Bu Ambar menarik tangan Jaja dengan keras. Namun Jaja menahannya.

"Gak, ah. Nanti jadi bau iler!"

Puk! Puk!

"Aauu...aauuu... sakit, Mah!"

Bu Ambar lagi-lagi memukul pundak anaknya dengan gemas.

"Iler gue kalau diliterin laku, Ja."

"Hahahahaha...siapa yang mau beli iler?"
Jaja terbahak mendengar celetukan asal ibunya.

"Gawat kalau orang-orang kena iler Mama, bisa terbakar."

"Iler gue bukan bensin, bocaaah. Pelor juga otak lu!"

"Hahahahaha..." Jaja kembali terbahak, sedangkan Bu Ambar sudah kembali rebahan, memunggungi Jaja.

"Asal lu tahu, Ja. Bapak lu itu kena iler gua makanya dia jatuh cinta," celetuk Bu Ambar tanpa sadar. Padahal sebelumnya, ia tidak pernah sama sekali menyinggung ayah kandung Jaja.

Jaja yang mendengar ucapan ibunya ikut terhenyak dan dadanya berdebar kencang.

"Emang bapak Jaja siapa sih, Mah? Kenapa Mamah ga pernah cerita?"

Bu Ambar tersadar akan ucapannya barusan. Dengan cukup keras menggigit bibir bawahnya. Kenapa harus keceplosan sih? Pikirnya sambil menutup mulutnya.

"Mah," panggil Jaja lembut.

"Gue udah tidur."

"Lah, tidur kok nyahut? Hahaha...Mah, jawab dong!" Jaja sudah menarik baju ibunya agar terlentang melihatnya.

"Ayo cerita!" paksa Jaja lagi dengan tak sabaran.

"Pada zaman dahulu, hiduplah seorang wanita dengan waras cantik jelita."

"Paras, Mah, bukan waras. Gila apa wanitanya?" potong Jaja sewot membuat ibunya tertawa.

"Gue jatuh cinta sama bule, waktu itu gue pelayan di cottage. Bule itu jatuh cinta juga sama gue."

"Wah, kasian bulenya dong, Mah. Apes!" sela Jaja di tengah-tengah dongeng ibunya.

"Mau dengerin ga nih?" Bu Ambar melotot.

"Trus?"

"Trus, ya udah kebangetan cinta, Mamah serahkan perawan Mamah sama dia. Harusnya ga boleh begitu ya, Ja. Habis emak ga tahan liat Untung dia. Gede, Ja. Kayak punya lu, aduh mamah nyerah deh, kalau dia udah melorotin risleting celana. Mama jadi ikut buka BH," cerita Bu Ambar polos.

Jaja mendengarkan dengan seksama ucapan ibunya. Ada perasaan kecewa dalam hatinya, tidak mungkin seorang lelaki yang mencintai pasangannya mau merusak pasangannya. Ia juga kecewa pada ibunya kenapa mudah sekali menyerahkan mahkota kewanitaan pada orang asing. Bu Ambar sadar akan raut wajah Jaja yang berubah sendu. Ia merasa tidak enak hati.

"Maafin mamah, Ja. Saat itu mamah dimabuk cinta. Sampai akhirnya dia balik ke Spanyol karena visa tinggalnya sudah habis. Mamah ditinggal, tapi dia berjanji akan balik lagi. Nasib, cottage tempat Mama kerja kebakaran, sehingga mama pulang kampung. Sampai di kampung Mamah baru tahu kalau Mama hamil. Jadi nenek lu ngusir Mama, Ja. Mama luntang-lantung di jalan sampai akhirnya ketemu Jamal."

****
Di sebuah rumah besar. Seorang lelaki paruh baya tampak mondar-mandir di ruang TV. Sedangkan di depannya sudah duduk puteri sulungnya dan seorang anak saudaranya. Yasmin yang baru saja tiba dengan Dimas, merasa heran dengan tingkah papanya yang kelihatan resah.

"Ada apa sih, Pah? dari tadi mondar-mandir terus," tanya Yasmin dengan raut bingung.

"Bener yang namanya Jaja mau jadi suami kamu?"

"Apa?!" Yasmin dan Dimas sama-sama memekik kaget.

"Bukan Jaja, Om, tapi saya yang akan menjadi suami Yasmin sekaligus papa baru Reza," ucap Dimas dengan nada tegas.

"Apa?!" Kali ini Pak Miharja dan Yasmin memekik serentak.

*****
Bu Ambar mudanya geemmeess ya? Dikit-dikit buka beha, gatal kali ya behanya ada semut.🤣

Kuy, mampir e-book-nya dengan judul sama 'Rich Widow' atau mau mampir ke aplikasi KBM App juga ada ya. Judulnya 'Terpikat Janda Tajir' (beda judul dengan versi ebook)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top