Yasmin 24
Jaja membopong tubuh Yasmin masuk ke dalam mobil lalu meletakkan tubuh Yasmin pelan di kursi belakang, serta meluruskan kaki Yasmin agar Yasmin lebih nyaman. Jaja juga mengambil bantal leher kemudian menyangga kepala Yasmin.
"Saya bukan jompo lho, Ja," ujar Yasmin sambil memutar bola mata malasnya. Jaja hanya menyeringai, lalu masuk ke dalam kursi kemudi.
"Kita langsung pulang, Bu?" tanya Jaja sambil memasang seatbelt.
"Iya, saya mau istirahat di rumah saja."
"Kalau mampir ke KUA dulu mau gak, Bu? Masih buka jam segini kok, Bu," ledek Jaja sambil terkekeh.
"Mulut kamu kalau bicara yang sopan, Ja. Saya tidak suka mendengarnya," ujar Yasmin ketus sambil melipat tangannya di dada.
"Emang mau ngapain ke KUA, Bu?" tanya Jaja keheranan.
"Jangan suudzon, Bu. Di KUA Kebayoran itu persis di sampingnya ada pom bensin, Bu. Ini si merah hampir habis bensinnya," terang Jaja sambil melihat ke arah Yasmin yang membuang pandangan.
"Oh ... bilang dong," sahut Yasmin sambil mengeluarkan uang tiga ratus ribu lalu diberikan pada Jaja.
"Ibu tidur saja, nanti kalau sudah sampai saya bangunkan," tukas Jaja sambil menyalankan mesin mobil. Membawa Yasmin membelah jalan Kebayoran Lama menuju Pondok Indah.
Tidak ada obrolan apa-apa di sana. Hanya deru nafas Yasmin yang mulai terdengar teratur, menandakan ia sudah tertidur pulas . Jaja melirik dari spion kemudian menghela nafas panjang lalu mengusap dadanya penuh kelegaan. Hampir saja kakinya tidak kuat menggendong Yasmin tadi, bukan karena berat tubuh Yasmin, melainkan karena aroma rambut dan tubuh Yasmin membuat dirinya hampir saja tidak sadarkan diri.
Wanita yang tengah tertidur saat ini mampu membuat dirinya seakan lelaki paling beruntung di muka bumi.
Meskipun Yasmin masih bersikap ketus padanya, namun Jaja tetap saja menyukai Yasmin. Justru sikap ketus itu yang membuat Jaja semakin penasaran pada Yasmin.
Jaja mampir di pom bensin khusus yang menyediakan bahan bakar shell untuk mobil minicooper Yasmin. Jaja memandang plang kantor KUA yang berada di samping pom bensin. Kapan bisa bawa Yasmin kesini?kayaknya ga bakalan mau deh. Gumam Jaja pesimis. Ia hanya menyeringai, lalu masuk lagi ke dalam mobil setelah pengisian bahan bakar selasai.
****
Brraakk!
Bu Ambar berjengkit kaget dari tidurnya, matanya yang baru saja terlelap, membuka dengan kaget. Ia bangun dari tidurnya sambil mengucek kedua matanya. Tampak suaminya Jamal pulang dengan tubuh bau rokok serta minuman keras.
"Pak, darimana saja?" tanya Bu Ambar memerhatikan wajah suaminya yang sangat berantakan.
"Bukan urusan lu!" sentak Jamal sambil melotot tajam pada Bu Ambar.
"Lu katanya turun dari mobil bagus? dari mana lu?mobil siapa yang lu naikin?melacur lu?"
Plaakk!
Entah keberanian dari mana Bu Ambar dengan kencang menampar wajah suaminya. Tangannya gemetar marah sekaligus takut, karena sorot mata suaminya kini berubah menyeramkan.
Plaakk! Plak!
Bu Ambar tersungkur mendapat dua tamparan dari suaminya. Sambil meneteskan air mata, Bu Ambar mengusap kedua pipinya, bahkan ada darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
"Gue nanya, malah lu tabok! Gila lu, ba***at!!" maki Jamal dengan kilatan marah dari wajahnya.
Aarrggggh!
Bu Ambar memekik sakit saat tangan Pak Jamal menarik rambut panjangnya dengan kasar. "Istri sampah! bisanya cuma nangis. Awas kalau sampai gue tahu lu melacur, gue mutilasi lu!" ancam Pak Jamal lalu mendorong kepala istrinya dengan kasar hingga membentur kayu tempat tidur.
Lelaki itu berjalan dengan cuek ke arah belakang mengambil handuk, lalu masuk ke dalam kamar mandi.
"Masak apa lu? gue mau makan!" teriak Jamal dari dalam kamar mandi.
Kedua pipi dan sudut bibirnya yang terluka menyebabkan Bu Ambar tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya. Ia mencoba bangkit dari simpuhannya.
"Heeh, denger kaga lu?gue mau makan!"
"Ii..iyaa," cicit Bu Ambar pelan sambil menahan sakit di seluruh wajahnya.
Ia tetap menyiapkan makan untuk suaminya. Memanaskan soto ayam yang ia buat, lalu ditambah telur ceplok kesukaan suaminya. Ia juga menyiapkan teh manis hangat sebagai teman makan suaminya.
"Sini lu!" panggil Pak Jamal membuka sedikit pintu kamar mandi. Bu Ambar dengan lemah berjalan ke kamar mandi.
"Gue butuh sarang, buka baju lu!" titah Pak Jamal pada istrinya yang sudah berada di dalam kamar mandi.
Reza memekik senang melihat amihnya digendong oleh Jaja saat akan turun dari mobil. Bik Narsih yang berdiri di depan pintu bersama Reza ikut melotot kaget melihat penampilan Jaja yang berubah. Ditambah saat ini Jaja sedang menggendong majikannya.
Ada apa ini? Narsih bermonolog.
Reza yang ditangannya sedang memegang ponsel, cepat membuka mode kamera lalu memotret amih dan abang Jaja kesayangannya.
"Amih kok digendong?" tanya Reza begitu amih dan Jaja sampai di depan pintu.
"Kaki Amih keseleo, Bang. Jadi susah jalannya," terang Yasmin sambil meringis.
"Narsih, kok bengong? Permisi saya mau lewat, ini Jaja berat gendong saya." Yasmin menegur Bik Narsih yang melongo menatap Jaja dan majikannya bergantian tanpa memberi jalan masuk bagi mereka.
"Eh...iya,Bu." Narsih tersadar lalu menggeser tubuhnya. Jaja masuk sambil menggendong Yasmin diikuti Reza yang kini sudah merekam adegan romantis amihnya.
"Kuat gak gendong saya ke lantai dua?" tanya Yasmin pelan sambil menatap Jaja.
"Kuat, Bu. Tenang aja," sahut Jaja lalu dengan sepenuh tenaganya menggendong Yasmin sampai ke lantai dua. Memutari tangga yang melingkar hingga ke atas. Peluhnya sudah bercucuran menetes di atas pakaian Yasmin. Nafasnya juga terdengar kasar karena kelelahan. Yasmin menjadi tidak enak hati melihat Jaja seperti ini, ada rasa kasihan sekaligus ingin tertawa. Yasmin membuka pintu kamar lebar.
"Saya boleh masuk ini, Bu?" tanya Jaja ragu. Bagaimanapun ini adalah ruangan pribadi majikannya. Sungguh tidak sopan rasanya jika Jaja masuk tanpa izin terlebih dahulu.
"Masuk saja," sahut Yasmin pelan, matanya mengarah pada ranjang besarnya.
Kaki Jaja melangkah hati-hati, matanya tidak berkedip melihat interior kamar Yasmin persis kamar tuan putri. Ranjangnya besar dan ada kelambunya. Ada foto besar pernikahan Yasmin dan almarhum Pak Arman dan foto kemesraan mereka lainnya.
Mewah sekali kamar Yasmin. Bahkan ada lemari pajangan berisi koleksi miniatur mobil mahal yang pasti adalah milik almarhum suaminya.
Semangat Jaja yang tadiannya berkobar kini mati total. Pantas Bu Yasmin menolakku, keadaan mereka bagaikan langit dan bumi. Begitu jauh perbedaan diantara mereka. Sebaiknya aku mundur perlahan, sebelum cinta ini terlalu mekar. Gumam Jaja sedih.
"Terima kasih, Ja. Kamu makan dulu sana!pasti tadi belum makan," titah Yasmin sambil membetulkan duduknya.
"Bik, tolong ambilkan makan untuk Jaja. Setelah itu kamu bantu saya ganti pakaian."
"Baik, Bu. Ayo Mas kita ke dapur," ajak Narsih bersemangat pada Jaja.
Lelaki itu dengan peluh bercucuran itu melangkah lunglai. Ada Reza yang masih asik memerhatikan foto dan video yang tadi ia ambil.
"Amih kakinya sakit banget ya?" tanya Reza terlihat khawatir pada amihnya. Reza duduk di samping Yasmin.
"Iya, Sayang, amih susah jalan. Doakan amih lekas sembuh ya." Yasmin mengecup kening Reza sambil mengusap pucuk kepalanya.
"Amih lihat! Abang fotoin amih sama abang Jaja tadi." Reza memperlihatkan hasil jepretannya pada Yasmin. Mata Yasmin melotot kaget, bahkan bibirnya tertarik ke atas. Foto yang sangat bagus dan keliatan romantis.
"Abang pinter banget sih."
"Temenin bang Jaja di bawah, Nak."
Reza tampak berpikir.
"Jangan sampai bibik godain papa Eza ya, Mih!" ledek Reza sambil berlari sekencangnya keluar dari kamar Yasmin. Wanita itu terkekeh mendengar celetukan anaknya barusan.
Tidak lama kemudian, Bik Narsih masuk ke kamar Yasmin lalu dengan sigap membantu Yasmin mengganti pakaian. Bik Narsih juga dengan sabar membantu Yasmin menyeka wajahnya. Setelah rapi semua, Narsih pamit untuk kembali ke dapur.
"Bik, balkonnya buka, Bik!"
Bik Narsih membuka pintu balkon kamar Yasmin. Udara segar langsung masuk memenuhi kamar Yasmin yang terasa sedikit pengap.
"Saya turun ya, Bu. Mau nemenin Reza main sama Mas Jaja," ujar Narsih sambil menyeringai.
"Saya lagi pengen makan pisang goreng, beli di supermarket depan. Bukan beli yang sudah jadi ya, tapi kamu yang masak pisang gorengnya."
"Tapi, Bu..."
"Kamu menolak?"
"Eh...enggak kok, Bu. Iya saya ke sana sekarang. Uangnya, Bu?"
Yasmin memberikan selembar uang seratus ribu pada Narsih.
"Saya minta antar Mas Jaja aja kalau gitu ya, Bu," ujar Narsih lagi.
"Saya sudah pesankan ojek online," bohongnya pada Narsih.
Narsih hanya bisa menghela napas kasar. Aneh sekali majikannya ini, seakan tidak rela ia berdekatan dengan Jaja. Setelah menerima uang dari Yasmin, Narsih keluar dari kamar dengan langkah gontai.
Belom lama disuruh goreng peyek sekilo. Hari ini disuruh bikin pisang goreng. Padahal biasanya juga selalu pake g*****food kalau sedang ingin makan sesuatu. Aneh!
"Mau ke mana, Bik?" tanya Jaja saat melihat Narsih sudah rapi.
"Mau ke supermarket depan, Mas."
"Oh, saya antar saja," tawar Jaja sopan.
"Sudah dipesankan ojek online sama ibu. Saya pergi dulu ya, Mas."
Jaja dan Reza memerhatikan Narsih yang keluar dari pintu samping. Di depan gerbang sepertinya ojek online yang di pesan sudah tiba.
"Bang, berenang yuk! ajarin Eza." rengek Reza pada Jaja.
"Izin dulu sama amih. Eh, tapi Abang ga punya celana berenang."
"Abang tunggu di sini ya, Eza mau ke atas minta izin sama amih sekalian pinjam celana renang papa."
Belum lagi Jaja menyahut, Reza sudah terlebih dahulu berlari menuju kamar amihnya. Tidak lama, Reza sudah turun kembali dengan wajah senang, ditangannya ada celana pendek bewarna putih.
"Abang pake ini aja." Reza mengulurkan celana milik almarhum papanya.
"Ayo, Bang. Cepaat!!" Reza menarik tangan Jaja menuju kolam renang belakang.
Reza sudah membuka semua bajunya, hanya menyisakan sempak motif spiderman merah yang menutupi penisnya yang belum mau disunat. Ia duduk di pinggiran kolam sambil menunggu Jaja ganti baju di ruang bilas.
"Waaahh ... kerren banget papa Eza!" Pekik Reza melotot melihat penampilan Jaja yang sangat seksi dengan celana renang. Ia setengah berlari menghampiri Jaja.
"Jangan lari! nanti jatuh, Za." Jaja menggeleng melarang Reza agar tidak berlari.
"Abang keren banget sih," puji Reza dengan polosnya.
"Masa sih, hehehehe..." Jaja terkekeh mendengar pujian Reza. Keduanya lalu melakukan pemanasan sebelum masuk ke dalam kolam renang. Kolam renang besar itu terdiri dari dua bagian. Satu bagian yang memiliki kedalaman hanya tujuh puluh lima senti meter dan satunya lagi dengan kedalaman 1 meter lima puluh. Jaja mengajarkan Reza berenang di sisi kolam yang cetek.
Suara tawa Reza terdengar riang hingga ke balkon kamar Yasmin. Wanita itu senang mendengar Reza yang begitu senang saat ada Jaja di rumah. Perlahan ia mendekati balkon, walaupun kakinya sedang sakit, rasa penasaran itu lebih besar. Hingga ia memutuskan menahan rasa sakitnya dan melihat Reza yang sedang berenang bersama Jaja.
Mata Yasmin membulat melihat Jaja begitu seksi dengan celana renang milik almarhum suaminya. Yasmin bahkan tak bisa menelan salivanya karena secara naluri seorang wanita, Yasmin sangat menyukai bodygoal Jaja.
"Amih!!"
Panggil Reza sambil melihat ke atas balkon kamar amihnya. Yasmin melambaikan tangan sambil tersenyum. Kemudian pandangannya beralih pada Jaja yang juga kini sedang melihatnya.
Yasmin lemas, kakinya tidak mampu menumpu berat tubuhnya. Ia terlalu terpesona dengan Jaja.
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top