Yasmin 22
Sekuat apa pun engkau genggam
Jika bukan milikmu, maka ia akan tetap terlepas.
Sekeras apa pun engkau menolak
Jika ia memang rezekimu, maka ia akan tetap datang padamu.
Cobalah ikhlas menjalani takdir yang telah Tuhan gariskan.
Diam-diam minum es
Selamat malam Jaja lovers🤣🤣
****
Suasana di dalam mobil semakin hening. Perjalanan menuju pabrik yang harusnya hanya memakan waktu setengah jam, saat ini bagaikan setahun bagi Yasmin. Jaja pun tiada bersuara, hanya fokus pada jalanan padat di depannya. Berkali-kali Yasmin mengibaskan tangannya di leher. Udara di dalam mobil yang harusnya memang cukup dingin, terasa panas bagi Yasmin.
Jaja yang sudah berubah wujud bagaikan pangeran membuat Yasmin salah tingkah dan sedikit gugup. Apalagi hanya berduaan saja seperti ini. Aroma panas kian terasa, membuat Yasmin merasa ada yang tidak beres dengan dirinya.
Matanya mencuri pandang ke kursi kemudi. Kenapa dia jadi ganteng gini sih? Gumam Yasmin dalam hati, kemudian membuang pandangannya. Ia tidak mau sampai Jaja tahu kalau dia memerhatikan dirinya.
"Gerah ya, Bu?" tanya Jaja saat memerhatikan Yasmin yang seperti kegerahan dari spion.
"Iya, tolong kencangkan lagi AC nya!" titah Yasmin, sambil menunjuk AC mobil. Di saat yang sama sambil memerhatikan jalanan, mata Jaja mencari posisi AC yang dimaksud. Namun ia tidak tahu bagaimana cara menggunakannya. Mobil mini cooper ini baru pertama kali Jaja kendarai. Belum menguasai interior mobil yang sudah sangat canggih menurutnya.
"Jangan bengong, Ja. Itu putar aja." Yasmin menunjuk tidak sabar. Ia memerhatikan Jaja yang masih saja tidak melakukan apa yang baru saja ia perintahkan.
"Maaf, Bu. Saya tidak tahu caranya, takut salah. Mobil ibu terlalu bagus." Jaja menyeringai.
"Ish, begitu aja ga bisa sih, Ja!" Yasmin mengerutu, ia memajukan sedikit tubuhnya ke depan. Tangannya mencoba meraih sesuatu yang yang berbentuk bulat, kemudian mencoba memutarnya sesuai dengan keinginannya.
Posisi tubuhnya dan Jaja begitu dekat walaupun hanya dari samping. Bahkan ia sampai menahan nafas, saat harum khas lelaki Jaja menyeruak ke dalam hidungnya. Bukan wangi parfum, melainkan wangi lelaki yang sudah lama tidak mampir di penciumannya.
Yasmin menggelengkan kepalanya, mencoba menghalau pikiran yang tidak semestinya lewat di kepalanya. Ia hendak kembali pada posisi duduknya semula. Namun sayang, Yasmin tidak hati-hati. High heels yang ia pakai tertekuk tiba-tiba membuat tubuhnya limbung ke depan dan...
Puukk
"Aduh!" pekik Jaja sangat kaget. Lagi-lagi telapak tangan Yasmin secara tidak memukul si Untung.
"Ehh ..." Yasmin melotot kaget lalu menarik cepat tangannya. Betapa malunya ia saat ini pada Jaja. Bagaimana tangannya bisa sampai di situ? Yasmin meletakkan kembali bokongnya di kursi penumpang. Ia meremas telapak tangan mesumnya. Duh, beneran gede kayaknya. Lagi-lagi Yasmin berdebar.
"Ibu tidak apa-apa?" tanya Jaja khawatir. Ia tahu saat ini Yasmin pasti malu.
"Tidak apa-apa. Mm...itu...mmm...maaf itu tadi tidak sengaja," ujar Yasmin sambil kikuk sambil merutuki dirinya sendiri. Seandainya bisa, saat ini ia ingin sekali pergi ke planet lain. Menyembunyikan wajah dan tangannya yang tidak tahu diri.
"Oh, itu. Tidak apa-apa kok, Bu. Alhamdulillah tadi dia cuma kaget saja Ibu pukul, padahalkan ga nakal ya, Bu. Untungnya si Untung tidak sampai terbangun," sahut Jaja dengan polosnya. Yasmin mengambil majalah yang ada di belakang kemudi dengan cepat, kemudian menutup wajahnya yang sudah sangat terbakar malu.
Begitu masuk ke dalam area parkir, Jaja memarkirkan mobil Yasmin di area parkir pejabat pabrik. Kurang lebih ada delapan mobil sudah terparkir rapi disana. Yasmin turun dengan terburu, tanpa menoleh lagi pada Jaja. Meskipun terasa ada yang aneh dengan mata kakinya yang keseleo tadi. Yasmin tidak terlalu mengindahkannya.
Lelaki itu hanya menyeringai memerhatikan tingkah Yasmin. Ia keluar dari mobil lalu berjalan ke arah pos keamanan parkir. Ada tiga orang yang bertugas dan semuanya kaget melihat dari mana tadi Jaja barusan keluar, serta dengan penampilan Jaja yang berubah bak model. Mereka bertiga melongo.
"Lu Jaja'kan?" tanya seorang petugas yang berkumis sambil melongo.
"Ha he ha ...." Jaja terbahak. "Keren gak, Bang?" Jaja menyisir rambutnya dengan tangan.
"Kok bisa lu keluar dari mobil Bu Yasmin?" tanya seorang lagi dengan penuh penasaran.
"Saya jadi supirnya sekarang, Bang," terang Jaja sambil mengistirahatkan bokongnya di kursi kayu.
"Wah, enak dong! Setiap hari bisa ketemu ibu bos cantik," seru petugas berkumis.
"Namanya rezeki anak sholeh, Bang," sahut Jaja yang diiringi tawa dari ketiga petugas keamanan pabrik tersebut.
"Sukur-sukur dijadiin suami, Bang. Ha he ha ...." Jaja terbahak begitu juga yang lainnya.
"Ja, kalau ngimpi jangan lupa bangun ya! Kesian emak lu!" ledek petugas yang usianya tidak beda jauh dari Jaja.
Yasmin tidak bisa fokus pada pekerjaannya karena peristiwa tadi pagi. Padahal ia sudah enam kali mencuci tangannya dengan sabun anti septik. Tetap saja telapak tangannya serasa berat. Ia melirik jam di dinding, sudah pukul sebelas siang dam dia dari tadi hanya bolak-balik cuci tangan. Padahal ada berkas yang harus ia pelajari terkait pengembangan usahanya.
Tok! Tok!
"Masuk."
Pintu terbuka dan ada Malik disana yang tengah tersenyum pada Yasmin. Kedua tangan Malik memegang nampan berisi dua gelas teh ginseng. Lelaki itu meletakkan nampan di atas meja. Lalu ikut duduk di sofa tamu ruangan Yasmin.
"Ada apa?" tanya Yasmin dengan wajah heran.
"Aku hanya ingin minum teh sama kamu, masa ga boleh," sahut Malik masih dengan senyuman manis. Yasmin bangun dari kursi kebesarannya lalu menghampiri Malik.
"Wangi tehnya enak, teh ginseng ya?" tanya Yasmin sambil membaui aroma tegas dari uap teh tersebut.
"Iya, aku punya banyak. Besok aku bawakan."
"Terimakasih, Malik." Yasmin tersenyum tulus, kemudian menyesap tehnya dengan pelan.
"Mmm ... apakah kamu sudah memikirkan tawaran aku yang kemarin?" tanya Malik ragu, namun matanya cukup tegas memandang Yasmin.
"Tawaran yang mana?"
"Perihal aku jadi ayah sambung bagi Reza. Aku ingin memperistri kamu Yasmin."
Yasmin menghela nafas panjang. Tanpa sengaja matanya mengarah pada bagian tengah celana Malik. Kecil deh kayaknya. Beda sama Jaja. Otak mesum Yasmin bisa-bisanya menerawang sesuatu di balik celana Malik.
"Ada apa, Yasmin?" tanya Malik heran, saat memerhatikan dirinya dengan begitu seksama.
"Ah, tidak apa-apa. Maaf Malik, aku belum bisa menerimanya. Kita lebih cocok berteman dan patner kerja deh," jawab Yasmin tegas. Ia harus segera memberikan jawaban tegas, agar Malik tidak selalu saja menerornya dengan tawaran pernikahan.
"Apa yang kurang dari saya?" tanya Malik dengan nada kecewa.
"Kamu baik, ganteng dan pekerja keras. Namun aku tidak bisa menganggap kamu lebih dari patner kerja. Maaf ya!"
"Baiklah, aku balik ke ruanganku dulu." Tanpa melihat Yasmin, Malik keluar dari ruangan dengan wajah kecewa. Bahkan senyuman yang diberikan Renita asisten Yasmin saja ia acuhkan.
Baru saja Yasmin kembali ke depan laptopnya. Ponsel dari atas meja berdering. Kening Yasmin bertaut saat melihat nomor wali kelas Reza yang memanggil.
["Hallo Assalamualaikum. Ya bu guru."]
["Oh, iya. Coba saya bicara dengan Dimas, Bu."]
["Hallo Dimas, kamu jemput Reza?kok ga bilang?"]
["Gak papa sih, tapi harusnya kasih kabar dulu kalau mau jemput anakku."]
["Oke ga papa. Hati-hati. Aku mau bicara dengan Reza."]
["Hallo Eza, pulang dengan Om Dimas ya."]
["Iya, oke. Hati-hati anak amih. Iya nanti sore Bang Jaja ke rumah lagi kok, anter Amih pulang."]
["Bye, Assalamualaikum."]
****
Dimas memang sengaja menjemput Reza sekolah. Ia ingin meluluhkan hati Reza, agar kelak mau menerima dirinya menjadi ayah sambung. Dimas melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali melirik Reza yang asik memerhatikan jalanan.
"Kita makan es krim, mau?" tanya Dimas pada Reza. Anak kecil itu menoleh.
"Mau dong, Om! Tapi sebelumnya Eza harus makan nasi dulu, baru boleh makan es krim," sahut Reza riang sambil tersenyum.
"Siap, Bos!" Dimas semakin optimis, ia rasa mampu menaklukan Reza dengan mudah.
Mereka berhenti di salah satu restoran cepat saji. Reza menggandeng tangan Dimas saat turun dari mobil. Anak itu terlihat sangat senang. Dimas memilih menu ayam goreng, kentang goreng, soft drink serta tidak lupa es krim untuk Reza. Dimas hanya memesan es kopi untuk dirinya.
"Reza mau gak punya papa baru?" tanya Dimas to the point.
"Mau dong, tapi harus lucu," sahut Reza tanpa melihat wajah Dimas yang sedikit bingung dengan ucapan Reza.
"Om lucu lho!" Dimas memuji dirinya sendiri.
"Kalau bisa jawab tebak-tebakan Eza, boleh jadi papa baru Eza. Kalau tidak bisa jawab ya, maaf." Reza menyeringai.
"Oke, om pasti bisa jawab tebak-tebakan dari Reza. Ayo apa tebakannya?" tantang Dimas dengan tak sabar. Pasti akan sangat mudah menjawab tebak-tebakan dari anak TK, pikirnya.
"Siapa nama gubernur yang jago menyanyi?" Reza melirik Dimas. Lalu dengan santai melanjutkan makannya. Dimas tampak berpikir. Namun ia tidak juga menemukan jawabannya.
"Kalau tidak bisa jawab, tidak bisa jadi papa Reza," ujar Reza lagi dengan semangat.
"Iya deh, om tidak tahu." Dimas menyerah, masa ia kalah dengan anak TK sih.
"Biduan kamil. Ha ha ha...." Reza terbahak, begitu juga Dimas.
"Gubernur Jawa barat ya, Za?" tanya Dimas dan diikuti anggukan Reza.
"Satu lagi dong! Kali ini om pasti bisa jawabnya."
"Oke, Ade Ray kalau kentut bunyinya gimana?"
"Yah, bunyi kentut, Za. Tuuut atau pessss."
"Salah" sahut Reza sambil menggelengkan kepalanya.
"Lha terus apa dong?" Dimas mulai gerah dengan ulah Reza.
"Bunyi kentut Ade Ray adalah brorot...brotooot...brootoot.... Hahahahaha." Reza kembali tertawa. Namun kali ini melirik licik pada Dimas. Dimas hanya menyeringai pasrah. Maaf ya om, amih hanya boleh menikah dengan abang Jaja. Gumam Reza dalam hati.
Setelah selesai makan, Dimas mengantarkan Reza kembali ke rumah. Ia disambut bik Narsih di depan gerbang. Dimas menggendong Reza masuk ke dalam kamar karena anak itu tertidur saat perjalanan pulang.
"Saya balik, Bik."
"Iya, Tuan. Terimakasih."
"Eh, iya. Saya mau tanya."
"Tanya aja Tuan, asal bukan tebak-tebakan seperti Reza."
"Hahahaha ...." Dimas tertawa. Bik Narsih menyeringai sambil menikmati wajah Dimas yang memang tampan. Duh nasib, kerja sama orang cantik yang dilihat orang ganteng semua. Coba ada satu aja mau sama saya. Eh ... Mas Jaja aja deh. Narsih bermonolog.
"Bu Yasmin pernah kedatangan tamu laki-laki ga?"
"Pernah dong, Tuan. Bapaknya."
"Bukan itu maksud saya, lelaki mungkin yang dekat dengan Yasmin."
Narsih tampak berfikir. "Tidak ada kayaknya."
Dimas tampak lega. "Tapi Non Yasmin mau dijodohkan dengan Devano" ujar Narsih lagi sambil tersenyum licik.
Teman-teman pabrik Jaja cukup kaget dengan kehadiran Jaja di pabrik yang berpenampilan keren. Mereka juga cukup kaget mendengar cerita Jaja saat ini yang menjadi supir Bu Yasmin. Bahkan Nanang berkali-kali meledek Jaja sambil menyikutnya. Jaja hanya menyeringai, ia menarik lengan Nanang menjauh dari teman-temannya yang lain.
"Nang, ajarin gue ilmu memikat janda!"
****
🤣🤣🤣🤣
Hayo, ilmu apa yang akan diajarkan oleh Nanang?? Yuks, mampirin ebook-nya, Kakak
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top