Yasmin 21
Gatot kaca
Makan kawat
Selamat membaca
Selamat beristirahat🥰😘
*****
"Begini, Non. Sebelumnya saya minta maaf sudah datang kesini. Maksud saya adalah untuk melaksakan amanat dari anak saya, Javier Ahmad." Bu Ambar menatap Jaja.
Anaknya itu masih menunduk, tentu saja dengan Reza duduk di pangkuannya. Bahkan Jaja menyembunyikan wajahnya di balik punggung Reza. Wajahnya sudah merona, bahkan debaran jantungnya terasa begitu cepat.
"Anak saya ingin..." sekali lagi Bu Ambar melirik Jaja.
"Anak saya ingin...ingin... melamar Non Yasmin menjadi istrinya?"
"Apa??" pekik Yasmin kaget. Bahkan matanya ikut melotot dan mulutnya setengah terbuka. Yasmin masih belum paham maksud dari ucapan Bu Ambar.
"Siapa?" tanya Yasmin pelan. Matanya masih memandang bu Ambar dan Jaja bergantian. Jaja masih menyembunyikan wajahnya di balik punggung Reza.
"Calon bini lu aga lemot ya, Ja?" bisik Bu Ambar sangat pelan, sehingga hanya Jaja yang mampu mendengarnya. Jaja yang tidak terima dengan ucapan ibunya, hanya melotot memberi kode.
"Maksud Ibu, Jaja mau melamar saya menjadi istrinya begitu?" tanya Yasmin lagi memastikan telinganya tidak salah mendengar.
"Tuh, Ja. Sekarang telinganya malah kaga denger. Masa nanya lagi, kan tadi gue udah bilang," bisik Bu Ambar lagi, kemudian melemparkan senyum pada Yasmin sambil mengangguk.
"Hahahahahaha..." Yasmin terbahak. Wanita itu menggelengkan kepala dengan cepat.
"Ja, dia malah ketawa, Ja. Mamah serem," bisik Bu Ambar lagi di telinga Jaja. Jaja melotot kembali pada ibunya, sambil menekan jari telunjuknya ke bibir dengan maksud agar ibunya diam.
"Amih, apa sih yang lucu?" tanya Reza dengan polosnya. Anak kecil itu tidak tahu apa penyebab amihnya tertawa sampai terbahak seperti itu.
Yasmin mencoba menguasai tarikan napasnya, tak dipungkiri saat ini dadanya berdebar. Apakah ia senang?sepertinya bukan. Lebih tepatnya ia hanya kaget saja, masih terlalu pagi sudah ada tamu yang benar-benar menggemaskan.
"Abang Jaja yang lucu," sahut Yasmin sambil menunjuk Jaja.
"Ja...," suara Yasmin memanggil Jaja. Lelaki muda itu mengeluarkan kepalanya dari persembunyian. Jaja tidak berani menatap wajah Yasmin, ia hanya menunduk malu.
"Apa benar yang baru saja ibu kamu katakan?" tanya Yasmin pada Jaja. Wanita itu bahkan merendahkan posisi kepalanya, agar dapat melihat wajah Jaja.
"Iya, Bu. Tapi ... itu juga kalau Ibu mau, kalau tidak mau tidak apa-apa. Saya tidak memaksa," sahut Jaja pelan, masih dengan posisi kepala menunduk.
"Heh ... liat dong calon bini lu! Nunduk aja sih," bisik Bu Ambar yang mulai sewot dengan kelakuan Jaja yang seperti bocah.
Yasmin tersenyum memandang ibu dan anak di depannya ini. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan orang aneh seperti mereka. Mimpi apa ia semalam?hingga pagi ini bisa dilamar seorang Jaja yang tidak ada dalam list kriteria calon suaminya.
"Abang Reza, ambil tasnya di kamar, Nak! Kita mau berangkat ke sekolah," titah Yasmin pada Reza. Ia tidak ingin Reza mendengar pembicaraan orang dewasa.
Anak lelaki kecil itu pun turun dari pangkuan Jaja. Sebelum melangkah ke kamarnya, Reza kembali menatap Jaja.
"Abang Jaja tidak boleh pulang ya!tungguin Eza." Jari kelingkingnya ia berikan pada Jaja. Sebagai tanda janji Jaja tidak akan pulang. Jaja tersenyum, lalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Reza.
"Abang janji," sahut Jaja sambil tersenyum.
Setelah memastikan Reza cukup jauh berjalan menaiki tangga rumah. Yasmin kembali memandang Jaja dan ibunya.
"Maaf sekali, Bu. Saya tidak bisa menerima lamaran Jaja. Sudah ada lelaki yang dijodohkan dengan saya. Lagian, Jaja di sini untuk bekerja pada saya bukan untuk hal lain. Maaf ya, Bu. Maaf ya, Ja," ujar Yasmin begitu lembut. Senyumnya bahkan tidak surut kepada bu Ambar yang aura wajahnya terlihat kecewa.
"Iya, Non. Tidak apa-apa. Saya juga udah tebak, pasti ditolak, tapi anak saya ngeyel." Bu Ambar melirik Jaja sengit. Hati Jaja mencelos kecewa, ternyata ia ditolak.
"Saya juga udah bilangin, kagak bisa modal gede untung doang buat melamar anak orang, tapi dia tidak percaya. Emang si untung bisa jadi mahar? Aneh emang anak saya," cerocos Bu Ambar penuh semangat. Ia tidak tahu saja, kalau saat ini Jaja melihat ditinya dengan wajah ketakutan. Mulut ibunya terkadang tidak digembok, sehingga apa saja bisa ia ceritakan.
"Maaf, Bu. Saya tidak paham maksud Ibu." Yasmin mengerutkan keningnya.
"Mah..." Jaja kembali melotot pada ibunya. Namun wanita paruh baya itu tidak mendengar suara Jaja.
"Itu lho, Non, si Untung itu sesuatu yang ada di balik sempak kendornya," terang Bu Ambar sambil menunjuk selangk*ngan Jaja dan entah kenapa? Mata Yasmin mengikuti arah telunjuk ibu Jaja.
****
Jaja mengendarai mobil milik Yasmin dengan pelan. Tugas pertama ia hari ini adalah mengantarkan kembali ibunya pulang, kemudian dilanjutkan dengan mengantar Reza ke sekolah. Setelah itu, baru Jaja dan Yasmin menuju pabrik. Reza memilih duduk di kursi depan samping kemudi. Anak kecil itu terlihat sangat gembira saat mengetahui bahwa Jaja akan menjadi supir ibunya.
Berkali-kali Reza tersenyum pada Jaja. Lelaki muda itu pun membalas senyum Reza sambil matanya fokus menatap Jalan.
Yasmin dan Bu Ambar duduk di kursi penumpang belakang. Bu Ambar terlihat kikuk. Sesekali ia melirik Yasmin yang menurutnya sangat cantik, kaya pula. Sayang sekali menolak lamaran anaknya. Sedangkan Yasmin masih fokus pada ponselnya. Wanita itu membalas beberapa pesan yang masuk dari para lelaki yang masih saja gencar mengajaknya bertemu.
"Abang Jaja, tahu tidak, ikan apa yang suka tiba-tiba berhenti?" tanya Reza pada Jaja.
"Apa ya?" Jaja nampak berfikir.
"Gak tahu ya, payah ah Bang Jaja." Reza mencebik.
"Ini Abang lagi berfikir. Eh, iya deh. Abang nyerah tidak tahu jawabannya."
"Ikan pause. Hahahahahahaha..." Reza tertawa begitu juga Jaja. Bahkan bu Ambar ikut senyum-senyum di belakang sana. Hanya Yasmin yang tidak sadar dengan keadaan hangat di dalam mobilnya.
"Reza pinter banget sih," puji bu Ambar sambil mengusap pucuk kepala Reza. Anak kecil itu menyeringai kepada bu Ambar yang duduk persis di belakangnya.
Tidak lama kemudian, Jaja sampai di depan gang rumahnya. Bersiap menurunkan ibunya tepat di samping toko bangunan yang kebetulan belum buka.
"Non Yasmin terimakasih atas tumpangannya. Kapan-kapan main ya ke rumah saya," ujar bu Ambar sambil menunduk hormat.
"Sama-sama, Bu. Terimakasih atas sarapannya," sahut Yasmin yang diikuti senyuman hangat pada Bu Ambar.
"Bae-bae lu bawa mobil mahal nih, Ja. Jangan sampai lecet! nyawa lu, taruhannya," ujar bu Ambar sambil menepuk pundak anak lelakinya. Jaja mengangguk paham. Kemudian bu Ambar juga pamit pada Reza, bahkan anak kecil itu mencium punggung tangan bu Ambar dengan penuh hormat.
Jaja melajukan mobilnya kembali, kali ini menuju sekolah Reza. Sepanjang perjalanan Reza selalu saja berceloteh riang pada Jaja dan juga ibunya. Sangat jelas terlihat Reza begitu semangat pagi ini.
"Amih, Abang pulang sekolah mau dijemput abang Jaja aja," rengek Reza pada ibunya.
"Tidak bisa sayang, abang Jaja harus standby di pabrik, kalau amih mau rapat keluar pabrik, Amih repot kalau tidak ada bang Jaja."
Reza cemberut pada Yasmin, tetapi tidak lama karena setelahnya anak kecil itu mengangguk. "Ya sudah, tapi Amih harus jawab tebak-tebakkan Eza dulu."
Yasmin memijat keningnya. Entah dari mana anak lelakinya ini begitu suka bermain tebak-tebakan. Jaja mengulum senyum, tidak apa ditolak lamarannya. Asal ia bisa setiap hari memandang Yasmin seperti ini.
"Apa tebakannya, Bang?" tanya Yasmin pada Reza.
"Hewan apa yang bisa nyanyi dangdut?"
Yasmin tampak berpikir, tetapi ia tidak juga menemukan jawabannya.
"Amih tidak tahu," sahut Yasmin sambil menggeleng.
"Bang Jaja tahu tidak?" gantian Reza bertanya pada Jaja.
"Tahu dong! Cheetah cheetatah. Hahahahaha ...," jawab Jaja sambil terbahak. Yasmin dan Reza juga ikut tertawa. Suasana pagi yang hangat seperti ini, sudah lama tidak ia rasakan. Penuh canda dan tawa, kembali ia teringat suaminya yang telah tiada. Ah...seandainya suaminya masih ada saat ini. Yasmin kembali bermonolog.
Jaja dan Reza masih terus saja bermain tebak-tebakkan hingga tidak terasa sampai juga di sekolah Reza. Wajah dengan senyum merekah, mengiringi Reza turun dari mobil amihnya. Sebelum turun, Reza sudah terlebih dahulu mencium punggung tangan amihnya serta mencium pipi kakan dan kirinya. Dilanjut dengan mencium punggung tangan Jaja.
"Bye, Amih! Bye, Abang Jaja." Reza melambaikan tangan pada amih dan juga Jaja. Langkahnya ringan menuju gerbang sekolah. Disana sudah ada dua guru yang menyambut kedatangannya dengan senyum manis.
"Selamat pagi, Reza. Diantar siapa hari ini?" sapa ramah salah seorang guru yang mengenakan kerudung biru.
"Pagi, Bu. Eza diantar papa baru," jawab Reza sambil menyeringai. Kedua guru yang berdiri di gerbang sekolah itu pun saling pandang. Setelah mencium punggung tangan kedua guru tersebut, Reza berjalan menuju kelas.
Sementara itu, Narsih masih berada di pasar Kramat Jati. Membeli aneka sayur mayur, buah, daging serta ikan. Peluhnya sudah bercucuran membasahi baju kaos yang ia pakai.
Rumah di Pondok Indah, tetapi disuruh belanja ke pasar Kramat Jati. Majikannya lagi kurang sehat kayaknya.
Jaja melajukan kembali mobilnya menuju pabrik. Jalanan pagi ini juga cukup padat dan sepertinya mereka akan terlambat sampai disana. Masih tidak ada suara yang terdengar dari keduanya. Yasmin asik dengan ponselnya sedangkan Jaja fokus pada jalanan padat merayap di depannya.
Beeppp...beeepp..
Hallo, Dimas. Iya aku lagi di jalan.
Sabtu ini kayaknya belum ada acara sih.
Oke. Bye.
Jaja melirik Yasmin dari spion. Wanita itu tampak tersenyum menatap ponselnya. Jaja merasa cemburu. Kenapa ia tidak pernah dapat senyuman manis seperti itu? Beruntung sekali yang menjadi ponsel bu Yasmin. Disenyumin, dibawa tidur dan selalu saja digenggam. Ah...seandainya saya adalah ponsel bu Yasmin. Jaja bermonolog.
"Di depan sana, kita belok kanan ya! Kita cari seragam untuk kamu pakai bekerja." ujar Yasmin sambil menunjuk perempatan yang akan mereka lewati. Jaja hanya mengangguk patuh, lalu memutar kemudinya masuk ke jalan yang ditunjuk Yasmin.
"Iya, di sini saja. Ayo kamu turun!" Yasmin turun terlebih dahulu dari mobilnya, padahal Jaja baru saja akan membukakan pintu untuknya.
Sudah ada dua pelayan butik yang sudah menunggu di depan pintu kaca. Tersenyum ramah pada Yasmin dan juga Jaja. Salah seorang dari mereka mengarahkan Yasmin dan Jaja menuju ruangan yang berisi pakaian laki-laki. Mulai dari kemeja, jas, celana bahan, jaket dan masih banyak lagi yang lainnya.
Jaja berdiri di belakang Yasmin. Yasmin melangkah ke kanan, ia ikut ke kanan. Yasmin berjalan ke kiri, ia ikut ke kiri. Yasmin menoleh ke belakang.
"Duduk aja di situ! biar saya pilih dulu bajunya," ujar Yasmin menunjuk sofa panjang yang tidak jauh dari mereka berdiri. Kemudian mat Yasmin menangkap satu stel kemeja biru gelap dengan celana bahan bewarna hitam.
"Coba yang ini." Yasmin meminta pada pelayan butik untuk mengambil stelan kemeja dari gantungan.
Jaja mengekori pelayan tersebut. Lalu masuk ke dalam ruang pas, ia mencoba baju kemeja mahal tersebut begitu juga dengan celana panjangnya.
"Beneran ini gue?" tanya Jaja pada dirinya sendiri. Ia memutar tubuhnya di depan cermin. Betapa terpesonanya ia. Jaja membuka pintu ruang pas baju tersebut.
"Bagaimana ...? Ya Tuhan, bagus sekali dipakai, Tuan," puji pelayan butik dengan wajah merona. Jaja hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia berjalan dengan sedikit kikuk menuju sofa, tempat Yasmin kini duduk.
"Apakah sudah cocok, Bu?" ujar Jaja pelan. Seketika Yasmin menoleh.
Mata Yasmin tidak berkedip. Bahkan majalah yang ia pegang saat ini meluncur bebas di lantai. Dadanya berdebar dan rona merah tercetak jelas di kedua pipinya.
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top