Yasmin 18

Ada yang nungguin??🥰🥰
Langsung baca ya!🥰


Casting Yasmin author ganti ini aja ya. Cantikkan??🥰😍

****

Pandangannya semakin berputar dan Yasmin akhirnya pingsan kembali. Jaja dengan cepat menutup tubuh seksi Yasmin dengan handuk, lalu mengangkatnya dan menaruhnya di kursi sender rotan. Bik Narsih baru saja keluar dari dalam rumah, sambil memegang minyak kayu putih, lalu memberikannya pada Jaja.

Dengan hati-hati, Jaja mengelap wajah Yasmin dengan handuk kering, jangan kalian tanyakan bagaimana hatinya saat ini? Antara senang, haru dan horor. Bahkan debar jantungnya juga seakan berlomba, saat menatap wajah lelap basah Yasmin.

Setelah dipastikan kering, Jaja mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan leher Yasmin. Ia juga mengoleskannya pada telapak kaki Yasmin, dan kedua telapak tangan Yasmin agar hangat. Bagai ada sengatan listrik, saat kedua telapak tangannya bersentuhan dengan telapak tangan Yasmin. Dia tidak yakin, akan bisa tidur malam ini. Ia pasti akan selalu mengingat momen bersejarah seperti ini.

"Wah, Mas Jaja basah lagi ya. Demen banget sih, Mas. Kalau ke sini basah-basahan terus!" tegur Bik Narsih sambil terkekeh, diikuti seringai Jaja yang lebar. Ada benarnya juga, kemarin ia yang basah-basahan sampai pingsan, sekarang Yasmin yang basah-basahan lalu pingsan. Semoga jodoh! Jaja berangan terlalu tinggi.

Pelan Yasmin membuka matanya, jelas ia melihat Jaja saat ini. Begitu pun Jaja, tampak tersenyum tipis, sedikit takut.

"Alhamdulillah Ibu ..."

"Jaja berbalik!" Potong Yasmin cepat, wanita itu membuang pandangannya, lalu mencoba duduk saat ini. Jaja yang terheran, ikut berbalik. Ada apa?pikirnya.

Yasmin dibantu Narsih, berdiri dari duduknya. Dengan langkah santai meninggalkan Jaja yang masih berbalik.

"Tetap seperti itu dan jangan berbalik!" suara Yasmin setengah berteriak. Jaja mengangguk. Tidak berani melihat ke belakang. Matanya masih menatap kolam renang.

Jaja mengulum senyum, setidaknya hari ini dia sudah menyelamatkan Yasmin. Semoga Yasmin tidak lagi begitu membencinya. Jaja melihat kedua telapak tangannya, lalu tersenyum lagi. Jaja mencium keduanya bergantian. Ya ampun, senangnya!

****
"Bik, buatkan teh madu untuk saya, perut saya tidak enak," titah Yasmin sebelum naik ke lantai atas.

"Mas Jaja bagaimana, Bu?buatin teh juga?"

"Tidak usah, setelah ini dia pulang kok!" Bik Narsih menggaruk kepalanya, tidak biasanya majikannya ini terlihat galak dan ketus. Apalagi tidak menghormati tamu.

Yasmin masuk ke dalam kamar mandi, lalu mengguyur tubuhnya. Ya Allah, kalau tidak ada Jaja, siapa yang akan menolongku tadi? Wah, berarti dia tadi melihat tubuh setengah telanjangku! Aduh.
Yasmin menghentak-hentakkan kakinya di lantai kamar mandi. Merasa sangat kesal dengan dirinya sendiri. Yasmin menarik napas panjang, dengan cepat ia membilas tubuhnya lalu berpakaian santai.

Dress bahan rayon, motif bunga lili dengan model tali samping. Adalah pilihannya. Ia lalu membuka lemari pakaian suaminya, mengambil kaos biru polos dengan celana panjang bahan yang sudah lama tidak dipakai almarhum suaminya. Dengan ragu, ia memilih satu celana dalam suaminya, yang masih tersimpan rapi di laci khusus pakaian dalam.

"Muat gak ya?" Yasmin menganggkat celana dalam tepat di wajahnya.

"Celana dalam Arman saja, hampir tidak muat"

Kalimat yang pernah diucapkan Vera membuatnya menelan saliva. Dadanya tiba-tiba berdebar tidak karuan. Dan dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, itu sungguh luar binasa.

"Kayaknya yang ini ga muat deh." Yasmin memasukkan kembali celana dalam yang tadi ia pegang, lalu memilih yang lain. Membukanya satu persatu, memastikan ukurannya sedikit lebih besar dari ukuran suaminya.

"Nah, ini muat kayaknya." Yasmin membukanya lebar, memerhatikannya dengan seksama.

"Yah, kayaknya sama aja. Ya udah ini aja deh! Tapi nanti kalau tidak muat, trus masih tumpah, gimana? Aduh, ya ampun. Sial banget sih hari ini!"

Yasmin mengambil asal celana dalam almarhum suaminya. Dengan cepat turun ke bawah menuju kolam renang, nampak Jaja tengah berjongkok kedinginan, menghadap kolam renang.

Puukk

"Pakai nih!" Titah Yasmin sambil melemparkan satu stel baju kepada Jaja. Lelaki itu tersentak, lalu berbalik menatap Yasmin yang enggan melihat dirinya. Cepat Jaja mengambil baju yang tergeletak mengenaskan di lantai yang masih basah.

"Terimakasih, Bu," ucapJaja sambil tersenyum.

Yasmin mengangguk, lalu sedikit menoleh pada Jaja. Napasnya kembali terhenti sejenak.

"Maksud kamu itu apa sih ,Jaja? Kamu jangan kurang ajar sama saya, ya!" Bentak Yasmin dengan wajah merah.

Jaja semakin melongo. Dia salah apa lagi.

"T-tapi apa salah saya, Bu?"

"Tidak sopan kamu, lihat itu senjata kamu bangun!" Yasmin membuang pandangannya, kedua tangannya sudah berada di pinggang. Ia mencoba mengatur napasnya agar tidak terlalu sesak.

Jaja menoleh ke kanan ke kiri, juga ke bawah.

"Senjata apa, Bu?" Jaja menggaruk rambutnya yang tidak gatal, ia masih tidak mengerti.

"Ya ampun, tutalitnya. Itu lho rudal kamu, ish!"

"Rudal? Rudal yang buat perang menyerang negara? Saya ga punya, Bu! Gak bisa bikinnya juga," sahut Jaja polos, masih tidak mengerti.

"Ish, itu!" Akhirnya Yasmin menunjuk bagian tengah celana Jaja yang basah.

"Oh... ini saya," seru Jaja baru saja paham.

"Ini mah ti*it bu namanya, bukan rudal. Gede bener dong, kalau rudal. Gak ada celana dalam yang muat kalau gitu, kudu pake bedkaper baru muat. Hahahahaha ...," terang Jaja diiringi tawanya yang keras.

Sedangkan Yasmin berusaha menahan tawanya. Ia masih tidak mau menatap Jaja.

"Emang begini Bu, punya saya. Seperti ini belom bangun, masih bobo. Kalau bangun, ibu bisa ..."

"Yang sopan kamu kalau bicara, ya!" Bentak Yasmin tidak suka, entah kenapa perutnya mendadak mual mendengar ocehan tidak jelas Jaja.

Hhhhaaacim
hhaacchhiim

Jaja bersin. Dia sudah kedinginan.

"Sudah sana! Setelah ganti baju kamu pulang deh!" Yasmin mengibaskan tangannya. Lalu berbalik meninggalkan Jaja yang melongo menatap kepergian dirinya.

"Oh, iya. Untuk yang tadi terima kasih ya," ujar Yasmin berbalik menatap Jaja garis kurus, Yasmin tidak berani menurunkan sedikit saja bola matanya. Senyum tipisnya terukir.

"Eh, iya. Bu. Sama-sama. Lain kali, hati-hati kalau berenang ya, Bu," balas Jaja sungguh-sungguh. Saat ini, sedang ada yang mekar di hatinya, tepat saat Yasmin tersenyum tipis barusan.

Jaja melihat ke kanan dan kekiri, di mana ruang gantinya? Oh...itu dia. Gumam Jaja. Lalu dengan setengah berlari menghampiri ruang bilas kecil yang tidak jauh dari kolam.

Jaja mengguyur tubuhnya. Membuka pakaiannya satu persatu, ia pikir tidak ada orang. Yasmin bahkan tidak memberikan handuk kepadanya. Jaja melepas pakaiannya satu persatu, lalu mulai memakai pakaian kering yang diberikan Yasmin.

"Duh, ini mah celana dalam Reza, kecil banget! Kaga muat ini mah. Ck...ya udah pakai ajalah, ga papa ngintip dikit." Jaja memakai pakaiannya hingga rapi. Pakaian basahnya ia tenteng. Sambil sesekali, membetulkan letak segitiga bedkaper yang sangat sesak ia pakai. Matanya mencoba mencari plastik untuk wadah baju basah miliknya, namun tidak juga ketemu.

Dompet miliknya sudah dikembalikan oleh Narsih tadi, saat ia menunggu dengan kedinginan. Bik Narsih juga memberikannya teh hangat, yang harus ia minum dengan cepat. Jaja memeriksa dompetnya, alhamdulillah semua kartu sakti masih tersimpan aman di dalamnya.

Krreeeng

Suara gerbang rumah terbuka, Jaja berjalan dari samping menuju halaman depan, sambil menenteng pakaian basahnya.

"Bang Jaja!" Pekik Reza kegirangan, anak lelaki itu bahkan berlari menghampiri Jaja, masih dengan seragam sekolahnya.

"Reza baru pulang sekolah?" tanya Jaja sambil berjongkok, menyamakan tingginya dengan Reza.

"Iya dong, masa baru pulang perang," sahut Reza sambil terkekeh. Bik Narsih yang ada di belakang Reza, ikut tertawa.

"Ayo, main sama Reza!" Reza sudah menarik paksa tangan Jaja.

"Abang mau pulang dulu ya, Za. kapan-kapan abang main lagi," ucap Jaja lembut sambil mengusap pucuk kepala Reza.

Wajah Reza mendadak muram, air matanya sudah akan tumpah.

"Udah yuk! Bang Jaja udah mau pulang." Seru bik Narsih sambil menarik pelan tangan Reza yang masih memegang erat lengan Jaja.

"Reza mau main sama Abang Jaja. Reza ga punya teman, hiks...hiks..." Reza menangis sedih, membuat Jaja iba.

"Ya sudah, tapi sebentar saja ya!" Jaja mengangguk, lalu mengusap air mata Reza.

"Reza boleh peluk, abang Jaja ga?"

Jaja mengangguk.

Mereka berpelukan. Bahkan Reza memeluk Jaja sangat erat.

"Gendong, Bang!" Pinta Reza sambil menyeringai. Dengan sigap, Jaja menggendong Reza. Anak lelaki itu tertawa dengan gembira. Bik Narsih, ikut terharu. Reza benar-benar merindukan sosok ayah di dalam rumah ini.

Tanpa mereka sadari, Yasmin memperhatikan dari balkon kamarnya. Senyum tipisnya terukir, saat melihat tawa renyah anaknya yang begitu gembira digendong oleh Jaja. Air matanya juga ikut membasahi pipi, apakah ia harus memilih salah satu dari sekian lelaki yang mendekatinya saat ini?

Sepertinya ia tidak boleh egois. Ia harus mengesampingkan kebahagiaannya, dan mengutamakan kebahagiaan Reza. Namun, siapa yang harus ia pilih? Belum ada yang mampu membuatnya berdebar saat berhadapan, kecuali...Jaja. Astaghfirulloh, takut. Yasmin bergidik ngeri sendiri, membayangkan.

Reza mengganti baju sekolahnya dibantu bik Narsih. Setelah itu, Reza kembali ke teras untuk bertemu Jaja.

"Ayo, Bang. Masuk! Kita main lego," ajak Reza dengan semangat. Jaja akhirnya pasrah, mengikuti langkah Reza masuk ke dalam kamarnya.

"Ibu ga marahkan, Bik? Kalau saya masuk ke kamar anaknya," bisik Jaja, saat bik Narsih ikit duduk bersama sambil menyuapi Reza.

"Nggak, ibu tahu kok, Mas. Tadi sudah saya beritahu, katanya tidak apa-apa," sahut bik Narsih sambil menyuapi Reza.

Pintu kamar Reza yang tidak tertutup, membuat Yasmin samar-samar mendengar tawa dan celoteh riang Reza, bik Narsih dan juga Jaja. Kamar Reza dan Yasmin berada di lantai yang sama, dan memang sengaja bukan tembok kedap suara. Sehingga masih dapat mendengar cukup jelas, percakapan yang terjadi di kamar anaknya.

Pelan Yasmin berjalan ke arah kamar Reza, mengintip aktifitas ketiganya. Wajah bik Narsih bersemu merah saat bersenda gurau pada Jaja. Yasmin memutar bola mata malasnya, ck...tumben banget bik Narsih, narsis. Gerutu Yasmin dalam hati.

"Eh, anak amih sudah pulang. Kok belum salim amih?" Yasmin masuk ke dalam kamar Reza. Anak lekaki kecil itu menghampiri Yasmin, lalu mencium punggung tangan ibunya. Sedangkan Jaja ikut tersenyum kikuk disana.

"Bik, tolong buatkan saya peyek kacang ya, sekarang!" titah Yasmin pada pembantunya.

"Sekarang, Bu?" tanya bik Narsih lagi, memastikan pendengarannya.

Yasmin mengangguk sambil tersenyum. Wajah ceria Narsih berubah suram, baru saja ia mencoba pendekatan pada Jaja. Eh, sudah dikasih tugas.

"Siap, Bu." Bik Narsih berjalan keluar kamar Reza.

"Satu kilo habiskan semua tepungnya," ujar Yasmin lagi. Bik Narsih hanya bisa pasrah. Meninggalkan majikannya bersama tamu di dalam kamar Reza.

"Abang Jaja, jangan bengong! Eza punya tebak-tebakkan. Jawab ya."

"Kalau tidak bisa jawab, Eza coret pake lipstik amih!"

"Kalau Abang bisa jawab, Abang dapat apa?"

"Abang boleh jadi papanya Eza," bisik Reza sangat pelan, tepat di telinga Jaja. Membuat lelaki muda itu tersentak. Jantungnya pun bertalu senang.

"Tapi ... boong! Yee!" Lanjut Reza lagi sambil tertawa. Yasmin yang duduk jauh dari tempat Reza dan Jaja melantai ikut penasaran . Kenapa anaknya bisa seceria ini bersama Jaja? Yasmin berjalan ke arah lemari, berpura-pura membereskan lemari pakaian anaknya, sambil memasang telinga.

Jaja pun ikut terkekeh, bagaikan sudah berada di atas langit. Tiba-tiba dihempaskan ke bumi, tepat jatuh di atas kabel listrik.

Jaja mengangguk semangat. Pertanyaan apa sih biasanya kalau anak kecil? Pasti dia bisalah menjawabnya.

"Kenapa zombie kalau menyerang selalu beramai-ramai?"

Jaja tampak berpikir, tebak-tebakan cukup sulit nih!

Dua menit berlalu, Jaja masih belum memiliki jawaban. "Abang tidak tahu, Za."

"Yah, payah. Ya karena kalau sendiri, namanya zomblo." Reza terbahak, begitu juga dengan Jaja. Yasmin sendiri dari kejauhan ikut tertawa juga.

Reza mengambil lipstik Yasmin yang biasa dia pakai untuk menghukum yang kalah saat bermain, baik itu saat bermain dengan bibik. Ataupun bermain dengam amihnya. Lalu Reza mencoretnya di pipi Jaja.

"Nih, ada lagi, Bang. Kenapa di keyboard komputer ada tulisan enter?"

Satu menit berlalu, Jaja menyerah, tidak bisa menjawabnya.

"Karena kalau tulisannya, entar. Programnya ga jalan-jalan dong. Hihihihi...," jawab Reza sambil tertawa. Entah sudah berapa tebak-tebakan yang diberikan reza, namun Jaja tidak dapat menjawabnya satupun. Alhasil, wajah Jaja penuh dengan coretan.

"Amih, lihat abang Jaja lucu!" Seru Reza sambil terbahak. Yasmin menoleh dan akhirnya tertawa. Sungguh mengenaskan wajah Jaja yang dicorat coret anaknya. Mereka tampak tertawa dengan gembira, bahkan Yasmin sampai memegang perutnya, karena merasa wajah Jaja sangat lucu.

Sementara itu, di lantai bawah. Tepatnya di dapur. Bik Narsih, sedang mangaduk baskom berisi tepung terigu yang dicampur tepung beras. Ia mengaduknya sambil serampangan.

"Kita aja disuruh bikin peyek sekilo, dia di sana ketawa terus. Ish ... Bu Yasmin, kadang nyebelin!" Bik Narsih menggerutu, betapa ia ingin ikut bergabung di atas bersama Jaja. Dengan kasar, ia memasang headset di telinganya. Sakit rasanya mendengar tawa dari lantai atas. Ia asik bersenandung sambil menggoreng peyek. Sehingga tidak sadar, ada tamu yang datang dan langsung naik ke lantai dua.

"Ada apa ini Yasmin? Siapa lelaki ini?" Suara yang terdengar tidak suka itu, menggema di kamar Reza.

****
Versi lengkapnya sudah tersedia di google play store ya. Pastikan kalian beli ebook original hanya di google play store.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top