Part 20
Yang sudah baca sampe part 20, tapi belum follow, kalian sungguh tega.🙄🙄😏
Buat yang sudah follow, maaciih yaa🥰😘😘😘🙏🙏
****
"Jaja mau melamar jandanya, Mah. Namanya Yasmin."
"Apa?"
"Maksud lu, jandanya bos lu?" Bu Ambar memastikan pendengarannya.
Jaja mengangguk sambil menyeringai.
"Ya udah, gue ganti baju dulu kalau gitu."
"Ya, tidak sekarang, Mah. Besok." Jaja terkekeh melihat kelakuan ibunya yang sangat menggelikan.
Bu Ambar tidak mengindakan ucapan Jaja, ia tetap berjalan ke ruang tengah, tepat dimana, lemari pakaiannya berada. Dengan cepat, bu Ambar mengganti celana pendeknya dengan celana kulot panjang. Lalu mengambil tas kecilnya yang disangkutkan di paku atas kasur.
"Ayo!" Bu Ambar menarik tangan Jaja. Cukup kuat, hingga mau tidak mau Jaja ikut berdiri bersama ibunya.
"Lha mau ke mana, Mah? Besok kata Jaja juga, bukan sekarang."
"Ayo kita ke Grogol! pusat re...re..ba..reba..rreeboisasi..sst... apaan sih ya? Eh...iya, pusat rehabilitasi orang gila!"
Jaja kaget, bahkan mulutnya setengah terbuka mendengar ucapan ibunya barusan.
"Lu perlu gue periksain, ayo!" Lagi-lagi Bu Ambar menarik tangan Jaja untuk keluar rumah. Namun Jaja menahan tubuhnya dengan kuat.
"Siapa yang gila, Mah?Jaja gak gila." Jaja menggeleng tidak paham, apa maksud ibunya sekarang?
Plaakk!
Bu Ambar menggeplak kepala Jaja cukup keras, hingga membuat pemuda itu meringis.
"Gila kali lu, Ja. Mana mungkin janda bos lu mau nrima lamaran, Lu?Ya Allah, sakit jiwa anak gue." Bu Ambar memijat pangkal hidungnya dengan keras.
"Yah, doainnya jangan gitu, Mah. Kan belum pernah nyoba. Ya, Mah. Besok, kita bareng ke rumah bu Yasmin. Saya diterima jadi supirnya, Mah," ujar Jaja dengan berbinar.
"Oh, jadi lu kerja dengan Bu Yasmin?" tanya Bu Ambar memastikan kembali ucapan anaknya.
"Tapi bukan berarti lu juga diterima jadi lakinya, bocah!! Modal gede si Untung doang lu!" Teriak bu Ambar di telinga Jaja.
"Kaga bisa dijadiin mahar si Untung, Javiiiieeerrr!!!" Bu Ambar lagi-lagi memekik frustasi. Ia meninggalkan Jaja yang duduk terdiam sambil menundukkan kepalanya.
****
Sedangkan di dalam rumah Yasmin, sudah dibuat kacau oleh Reza. Anak lelaki kecil itu marah, karena pada saat ia bangun sore hari, ia tidak menemukan Jaja di rumahnya. Itu membuat Reza ngambek pada Yasmin. Bahkan Reza mogok makan sore, ia menutup mulutnya saat bik Narsih menyodorkan sendok berisi nasi dengan potongan daging iga, ke dalam mulutnya anak majikannya ini.
"Kenapa Abang Jaja pulang? Eza kan masih mau main." tanya Reza sedih, air matanya sudah meluncur bebas membasahi pipinya.
Yasmin menarik napas panjang, sedih rasanya melihat Reza seperti ini, sangat terlihat anak lelaki kecil itu kecewa. "Bang Jaja kan harus kerja, Sayang," ujar Yasmin lembut, sambil mengusap pucuk kepalanya.
"Nggak, Bang Jaja lagi gak punya kerjaan, Amih. Bang Jaja katanya pengangguran," sahut Reza sambil melihat Yasmin dengan cukup serius. Darimana Reza tahu?apa mungkin Jaja sempat bercerita tadi, pada anaknya?
Tiba-tiba saja Yasmin teringat akan Jaja yang mulai besok pagi menjadi supir pribadinya.
"Amih besok ada kejutan buat Eza, tapi makannya harus dihabiskan dulu." Rayu Yasmin, ia mengambil piring makan yang sedari tadi dipegang bik Narsih, lalu menyodorkan sendok berisi nasi dan daging itu kepada Reza. Namun, anak lelaki itu masih saja membisu.
"Kejutan apa?" Tanya Reza sambil menatap ibunya dengan tajam, tidak ada senyuman. Hanya raut sedih dan kecewa yang tampak pada Reza.
"Yang pasti bikin abang senang," sahut Yasmin sambil menyeringai.
"Bohong dosa ya, Mih!" Ucapan Reza membuat Yasmin terkekeh.
"Amih janji tidak bohong," ujar Yasmin lagi, meyakinkan anaknya. Tidak lama, Reza akhirnya mau juga membuka mulut, melahap sendok demi sendok yang disodorkan Yasmin.
"Emangnya kejutan apa sih, Bu?" tanya Narsih yang tiba-tiba saja datang dari arah dapur. Sebelah tangannya memegang gelas berisi air putih untuk Reza.
"Kepo deh!" Yasmin mencebik.
Bik Narsih hanya bisa memainkan bola mata malasnya. Pekerjaan menggoreng peyek, belum juga usai. Padahal kedua kakinya sudah pegal berdiri lama, menggoreng peyek kacang.
Malam pun menjelang. Yasmin berbaring di ranjangnya, menikmati novel online yang ia baca di salah satu aplikasi. Sesekali ia menyeringai, lalu terlihat serius kembali. Rasanya benar-benar terhibur, bisa membaca seperti ini. Tanpa perlu menumpuk novel di rak bukunya. Meskipun ia sudah memiliki lebih dari lima puluh novel dan komik yang tersusun rapi di rak bukunya.
Beep...bepp...
Bunyi pesan masuk dari ponselnya. Cepat Yasmin memencet kata buka.
Malik
Besok ke pabrikkan? aku jemput ya!
Yasmin tampak berfikir, sebenarnya malas membalas pesan dari Malik. Takutnya lelaki itu menjadi besar kepala, tapi kalau tidak dibalas, besok malah dijemput beneran.
Iya, tidak usah. Terimakasih, aku besok diantar supir.
Yasmin mengetik balasan pesan Malik. Lalu ada juga pesan dari Dimas yang menanyakan dia lagi apa?sudah makan belum?besok mau makan siang bareng gak?
Yasmin menghela napas panjang. Mengetik balasan pesan kepada Dimas, hanya dengan gambar orang mengantuk. Lalu mematikan ponselnya, bahkan ia tidak mau membuka pesan dari papanya. Pesan itu pasti berisi rayuan agar ia mau dijodohkan dengan Devano.
Tok..tok..
"Permisi, Bu, saya mau ganti air minumnya."
"Oh iya, Bik. Silahkan." Yasmin mengangguk sambil tersenyum. Lalu dengan perlahan menaruh kepalanya di atas bantal.
"Bik, tadi pagi beneran Jaja yang menolong saya?" tanya Yasmin pada Bik Narsih, sebelum ART itu keluar dari kamar Yasmin.
"Iya, Bu. Dia kaget pas lihat Ibu tenggelam. Langsung nyebur gitu. Trus bawa naik Ibu ke atas. Trus tepuk-tepuk wajah Ibu, tapi Ibu tidak sadar. Mas Jaja juga menekan dada ibu."
"Apa?" Yasmin melotot kaget. Ia sampai susah menelan salivanya.
"Iya, dada ibu ditekan-tekan. Bukan tet*k Ibu lho ya. Jangan suudzon!" Terang Narsih penuh semangat.
"Tapi, jarinya sih kayaknya kesenggol pasti, Bu. Kecolek-colek dikitlah," lanjut bik Narsih lagi sambil menyeringai. Membuat Yasmin salah tingkah, bahkan Yasmin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tapi sebentarkan?"
"Iya, trus Ibu masih belum sadar. Makanya bibir ibu langsung dicium sama Mas Jaja. Disedot gitu, Bu. Baru Ibu..."
"Sudah cukup, saya mau istirahat!" Sela Yasmin cepat, wajahnya sudah merona malu. Saat mengetahui bahwa bibirnya dicium oleh Jaja.
Setelah Narsih keluar dari kamarya, Yasmin kemudian mematikan lampu dan naik kembali ke atas ranjang. Ia mencoba memejamkan mata, namun tidak bisa. Pelan Yasmin meraba bibirnya, atas dan bawah ia sentuh lembut. Wajahnya kembali merona malu, bahkan ia menutup wajahnya dengan guling.
"Dasar jablay!" Yasmin memaki dirinya sendiri. Malam ini sepertinya ia akan kembali susah tidur gara-gara Jaja.
Pukul empat shubuh, Jaja sudah membantu ibunya bersiap-siap. Pagi ini bu Ambar memutuskan untuk tidak jualan. Namun tetap membuat nasi uduk dan lontong sayur untuk diberikan kepada Yasmin. Calon menantunya, itu juga kalau jadi. Hahahaha...
Jaja tampak bersemangat, bahkan sambil bersenandung riang merapikan rantang yang akan diisi nasi uduk dan teman-temannya.
"Girang banget, Lu!" Ledek bu Ambar sambil menggelengkan kepala.
"Makasih mamah Ambar Pangestu Riani, sudah mau mengabulkan keinginan Javier." Jaja memeluk ibunya, sambil mendaratkan ciuman di pipi kanan dan kiri.
"Udah sana, mandi! Sholat shubuh." Bu Ambar mendorong tubuh anaknya menuju kamar mandi. Sedangkan ia melanjutkan menggoreng bakwan dan tahu. Bu Ambar melirik jam dinding, tampak tertegun. Sudah dua hari suaminya tidak pulang, semenjak membawa kabur laptop Maya. Walaupum berperangai buruk, jujur Bu Ambar masih mencintai suaminya. Ia berharap suatu saat, Jamal bisa berubah lebih baik.
Setelah semua rapi, Jaja berjalan berasama Bu Ambar bersisian keluar dari gang. Satu, dua tetangga menegur dan bertanya mereka mau kemana masih gelap begini? Iya, masih pukul lima lewat dua puluh menit. Jadi langit belum begitu terang. Pagi ini, Jaja memakai kemeja kotak-kotak merah dan celana bahan bewarna hitam yang hampir pudar warnanya.
"Duh, Mpok Ambar tho, kirain siapa? Cantik banget. Gak jualan mpok?" tanya Minah, tetangga ujung gang.
"Libur dulu hari ini," sahut bu Ambar ramah, sambil menyunggingkan senyum.
Untuk sampai ke rumah Yasmin, mereka hanya perlu naik metromini satu kali. Setelah itu, berjalan kurang lebih satu kilometer untuk sampai ke rumah Yasmin. Bu Ambar mulai berpeluh. Baju bagusnya pun tampak tercetak basah.
"Cape ya, Mah?" tanya Jaja sambil menggandeng tangan ibunya.
"Ga usah nanya, kaga liat apa lu? Gue lepek gini. Hancur dah dandanan Sumi." Bu Ambar mencebik, namun langkahnya masih semangat mengiringi Jaja.
Teeett....teeett...
Bel rumah Yasmin berbunyi, Yasmin melirik jam. Sudah pukul enam tepat. Pasti itu Jaja, pikirnya. Ia saat ini sedang memakaikan seragam sekolah Reza.
"Ayo kita lihat siapa tamunya," ajak Yasmin pada puteranya.
"Emang Narsih ke mana, Mih?" tanya Reza sambil memegang jemari Yasmin.
"Ke pasar, Amih suruh belanja banyak."
Anak lelaki kecil itu mengangguk.
Kreeeeenng
Pintu gerbang besar itu terbuka.
"Ini dia kejutannya!" Seru Yasmin pada Reza. Jaja dan ibunya tampak bingung. Mereka masih berdiri di luar pagar.
"Yeyy ... Abang Jaja!" Pekik Reza kegirangan, ia bahkan menarik lengan Jaja untuk segera masuk. Bu Ambar bingung, mau masuk, belum disuruh masuk, tapi masa ia harus di luar.
"Eh, Maaf. Ibu siapa ya?" tanya Yasmin ramah, ia tidak tahu kalau wanita di depannya ini adalah ibu dari Jaja.
"Saya Ambar, Non. Ibunya ayang Jaja," jawab Bu Ambar sambil menarik garis bibirnya ke atas. Kening Yasmin berkerut, ayang Jaja?
"Saya di luar pager aja nih, Non? Nanti durhaka lho sama camer," ujar Bu Ambar lagi, posisi tubuhnya masih berada di luar gerbang, sedangkan Jaja sudah masuk ke dalam meninggalkan dirinya. Yasmin tersenyum kikuk. Entah apa maksud wanita paruh baya yang berparas cantik ini?.
"Eh iya, Bu. Mari masuk, silahkan." Yasmin memberi Jalan pada Bu Ambar, lalu menutup gerbangnya kembali.
"Rumahnya cakep ya, Non. Bagus lagi," puji Bu Ambar jujur, karena memang sedang menikmati dengan takjub halaman rumah Yasmin.
Kini Jaja, Bu Ambar, Yasmin, dan juga Reza, sudah ada di ruang tamu. Suasana tampak sedikit kaku, karena Jaja sedari tadi diam seribu bahasa. Hanya sesekali menyahuti pertanyaan Reza. Padahal sebelumnya, mereka sarapan bersama.
Makanan yang dibawakan oleh ibu Jaja, dilahap habis olehnya. Lontong sayur porsi dua orang, mampu dihabiskan oleh Yasmin.
Bahkan Reza makan cukup banyak dengan dua kali nambah nasi uduk dengan bihun goreng serta tempe orek. Berkali-kali Reza memuji masakan Bu Ambar dengan kata 'enak'.
"Begini, Non, sebelumnya saya minta maaf, sudah datang ke sini. Maksud saya ke sini adalah untuk melaksakan amanat dari anak saya Javier Ahmad." Bu Ambar menatap Jaja. Anaknya itu masih menunduk, tentu saja dengan Reza duduk di pangkuannya. Bahkan Jaja menyembunyikan wajahnya di balik tubuh Reza. Wajahnya sudah merona, bahkan debaran jantungnya terasa begitu cepat.
"Anak saya ingin ..." sekali lagi Bu Ambar melirik Jaja.
"Anak saya ingin melamar Non Yasmin menjadi istrinya?"
"Apa??"
*****
Hayo, jawaban Yasmin apa ya kira-kira??🥰
🤣🤣🤣Jaja bener-bener nyari mati.🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top