Bab XXVI
Aran bertanya-tanya. Ada apa gerangan Rey sampai memeluknya seperti ini. Ia masih belum mengerti maksud dari pelukan Rey erat ini. Apa jangan-jangan Rey sudah mengetahui kebenarannya? Tapi mana mungkin, Rey bahkan tak pernah menyinggung masalah itu.
Yang Aran lakukan hanya memeluk cowok itu balik. Merasakan dekapan sang keponakan yang 17 tahun lalu masih sering ia timang dan ia bawa ke mana-mana. Ikut terharu sebenarnya. Tak menyangka jika keponakan kesayangannya ini sudah tumbuh besar dan semakin dewasa. Terlihat dari perubahan-perubahan yang bisa Aran tangkap.
Sedangkan bunda dan Bu Tika yang menyaksikan hanya tersenyum penuh haru. Mereka berdua pun tengah melakukan hal yang Aran dan Rey lakukan. Berpelukan.
Sengaja kepala yayasan panti itu tidak memberitahu apa yang sebenarnya terjadi pada Aran. Juga tak memberitahu Rey, jika mereka tahu apa yang selama ini ia dan Qilla lakukan. Ibu dapur langsung memberitahu bunda apa yang selama ini mereka berdua lakukan, sehari setelah mereka ketahuan. Bunda pun tak pernah menyinggung masalah misi mereka. Karena memang ia sudah tahu, dan tak pernah mempermasalahkannya. Makanya ia membiarkan Rey dan Qilla hingga beberapa waktu lalu berhasil menemukannya.
Bunda tahu, baik Rey maupun Qilla sama-sama butuh jawaban yang pasti. Jawaban yang beberapa saat lalu ia beberkan.
Pelukan terlepas. Rey tengah mengusap air mata yang mulai mengering di pipinya, lalu tersenyum.
"Saya tau. Saya tau semuanya," ujarnya, disambut pelototan mata oleh Aran.
Benarkah keponakannya itu sudah tahu semuanya? Apakah bunda yang memberitahunya, batin Aran dalam hati.
"Jadi ... Kamu sudah tau, semua?" Rey mengangguk. Meski tak semuanya ia tahu. Rey masih perlu satu jawaban. Yakni alasan mengapa bisa ia dititipkan ke panti ini.
Aran memeluk Rey erat. Pelukan yang sama terjadi lagi. Aran tak bisa menahan rasa bahagianya. Ia senang, teramat senang. Hingga tak tahu harus berkata apa selain berterima kasih pada yang di atas.
Kini Aran tak perlu lagi bersembunyi di balik nama donatur untuk menjenguk sekaligus melihat perkembangan keponakannya. Ia tak lagi perlu semua itu.
"Boleh saya panggil anda, Om?" tanya Rey ketika pelukan terlepas. Tentu saja Aran mengiyakan. Sedari dulu, ia sangat menginginkan keponakannya itu memanggilnya dengan sebutan Om, bukan bapak layaknya ia sebagai donatur.
"Saya-saya, enggak tau harus berkata apa. Intinya saya senang, sangat malah. Akhirnya momen yang saya tunggu datang juga," ungkap Aran.
Mereka yang tengah berada di dalam ruangan itu, serentak merasa senang. Tak terkecuali Rey. Meski masih ada sedikit rasa heran, mengapa ibunya tak pernah hadir sekalipun untuk menjenguknya atau bahkan hanya melihat keadaannya.
"Tapi maaf, saya belum bisa memaksa mbak Saras menjemput Rey sesuai janjinya dulu. Saya mohon maaf. Terlebih untuk kamu, Rey. Maafkan ibumu, sesalah apapun dia, dia tetap ibumu." Rey mengangguk, mengerti. Juga bunda dan Bu Tika. Semuanya paham, bagaimana kondisi Saras yang pastinya tertekan akibat semua kejadian ini.
Aran permisi sebentar, katanya ingin menelfon Saras. Kini giliran bunda dan Rey yang tengah berpelukan.
"Setelah Qilla, Bunda juga bakal kehilangan Rey. Apa bunda enggak sedih?"
"Sedih sih, pasti. Soalnya hanya kamu anak Bunda yang paling nakal, yang paling bikin naik darah, yang paling jahil. Bunda bakal ngerasa kehilangan kamu banget saat orang tuamu menjemputmu nanti. Tapi Bunda enggak apa. Cepat atau lambat, kamu pasti akan pergi." Bunda memeluk Rey erat.
"Rey janji akan sering main ke sini. Meski nanti Rey bakal tinggal jauh. Rey janji." Bunda mengangguk.
Aran kembali dengan senyum sumringah. Mereka semua tahu, ini pasti adalah tanda berita baik.
"Mbak Saras mau jemput Rey besok. Yah, walaupun kami harus bertengkar saat di telfon tadi."
Semuanya tersenyum senang. Terlebih Rey. Ia tak sabar melihat ibu kandungnya sekaligus idolanya secara langsung.
.
Sama seperti Qilla. Kini anak panti semuanya berkumpul di kamar Rey. Menyaksikan cowok jangkung itu membereskan barang-barangnya ditemani Aran. Omnya itu tak jadi pulang dan memutuskan untuk menginap bersamanya.
Sedangkan anak panti lainnya hanya terdiam. Berbeda dengan saat mereka hendak berpisah dengan Qilla yang kebanyakan mengobrol dan tertawa. Kali ini mereka semua terdiam. Mereka merasa sedih, sedih yang begitu mendalam dibanding sedih akan kepergian Qilla. Mereka merasa tak rela kehilangan Rey, panutan mereka.
Terlebih Ucup. Teman akrab sekaligus teman sekamar Rey itu sedari tadi merunduk sedih. Tak bisa membayangkan bagaimana ia tanpa Rey. Bagaimana jika tak ada seseorang yang menemaninya mengobrol seperti biasa? Rey adalah sosok kakak yang baik baginya meski menjengkelkan.
"Lu kenapa Cup?" Rey melihat keanehan Ucup malam itu.
"Enggak pa-pa."
"Ah, kek cewek lu. Kenapa? Sedih ya, gue mau pergi." Rey menghampirinya. Membiarkan Aran keluar karena paham sekarang adalah waktu bagi Rey menikmati suasana panti terakhir kali.
"Abang ih." Ucup malah merengek. Kemudian menangis. Tak peduli anak-anak panti lainnya akan mengejeknya cengeng atau lainnya, yang sekarang ia rasakan adalah kesedihan.
"Yah ... Kok nangis sih, Cup. Enggak malu."
Ucup menggeleng. Rey memeluknya erat.
"Abang jangan pergi ya, abang di sini aja. Nanti enggak ada yang nemenin Ucup ngobrol malem-malem. Enggak ada lagi yang bisa Ucup isengin. Enggak ada lagi yang mau marahin Ucup kalau Ucup salah. Abang jangan pergi," kata Ucup Histeris.
"Gue enggak pergi kok. Cuma pindah. Ucup jangan sedih gitu ih, bikin gue sedih juga kan. Gue janji Cup, gue janji akan sering main ke sini. Lu enggak perlu sedih." Tangis Ucup semakin keras. Rey bahkan tak tahu bagaimana cara menghentikannya.
Airin pun begitu. Ia beringsut mendekati Rey yang sedang memeluk Ucup. Ikut memeluk cowok tampan itu sebelum menangis, mengikuti Ucup. Anak sekecil Airin tanpa diberitahu pun mengerti jika Rey hendak meninggalkan mereka.
Semua anak panti mendekat. Memeluk Rey bersama-sama. Lalu menangis sama-sama. Benar-benar tak rela Rey pergi dari sisi mereka. Rey pun tak kuasa menahan tangis. Air matanya meluruh bersama perasaan hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia merasa begitu berharga di sini.
Aran tersenyum dari balik pintu. Keponakannya ini berhasil membius semua orang di sekelilingnya hingga menganggap ia begitu berharga. Bahkan sampai tak rela Rey meninggalkan panti.
Bersambung...
Siapkan tenaga. Bentar lagi end. Wkwkwk.
260818
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top