Bab VII

Setelah sibuk membersihkan panti, kini para donatur telah berdatangan. Sesuai kata bunda, panti Kasih telah memiliki lebih dari lima puluh donatur. Meski tak semua bisa hadir, setidaknya jumlahnya sedikit membuat mereka kewalahan.

Rapat diadakan di halaman samping panti yang cukup luas. Panti memang memiliki dua halaman. Halaman depan, terdapat sebuah taman bermain yang cukup luas. Halaman samping, tentu saja dibuat untuk acara-acara seperti ini.

Tenda tempat berteduh telah disediakan. Begitu pula makanan yang bersifat prasmanan. Semua anak panti dilarang keluar rumah dengan dijaga oleh pembantu yang biasanya membantu para pengurus mengurus kebutuhan anak panti. Kecuali Qilla dan Rey. Mereka berdua ditugaskan untuk membantu menyiapkan makanan jika makanan diarea prasmanan itu telah habis.

Bahkan acara belum dimulai, makanan sudah tinggal separuh. Membuat Rey dan Qilla sedikit kewalahan karena sering bolak-balik mengambil makanan.

Bunda tengah sibuk bersama donatur. Giliran Rey yang kini telah sibuk mengipasi wajah. Panas mentari di siang yang terik ini membuatnya sedikit kehilangan energi.

Rey menoleh ke samping, tepatnya kepada Qilla yang saat ini tengah nyaman-nyaman saja melayani para donatur mengambil makanan. Cowok itu heran, padahal rapat sudah dimulai mengapa donatur itu tetap saja mengambil makanan. Bukannya telah disediakan waktu untuk makan nanti?

"Udah, enggak usah banyak ngeluh." Rey terkesiap mendengar suara Qilla yang tiba-tiba saja menyapa telinganya.

"Yang ngeluh siapa coba?"

"Muka lo. Ya elo lah, pake ditanya." Rey hanya diam. Enggan membalas Qilla yang sepertinya sedang sensi. Entah cewek itu tengah PMS atau tidak, yang jelas wajahnya melebihi wajah garang bunda sekarang.

Cowok itu beranjak. Mendekati tenda tempat rapat diadakan. Meski tak jauh sound yang bunda pakai volumenya terdengar kecil, hingga ia harus mendekati tenda jika ingin mendengar lebih jelas apa yang bunda katakan. Lagi-lagi ia berniat menguping. Ya, meski itu tidak dilarang, Rey tetap harus waspada pada Qilla yang suka datang tiba-tiba.

"Saya pernah melihat sebuah tanah kosong di dekat sini, meski tidak terlalu luas saya rasa cukup untuk membangun sebuah TK. Saya juga dengar dari beberapa orang dekat sini, bahwa di wilayah ini tidak terdapat sebuah TK, benar tidak?" Rey melihat bunda mengangguk.

Rey melihat donatur berparas tampan itu berdiri. "Untuk biaya, biarkan kami selaku donatur akan mempersiapkannya sebaik mungkin. Karena TK ini akan dibangun untuk umum tentunya biaya bukanlah hal yang main-main. Kemarin-kemarin sudah kami sepakati bahwa sumbangan yang akan kami berikan bernilai seratus juta rupiah." Tepuk tangan dari para donatur bergemuruh.

"Aw." Kaki Rey secara refleks berjinjit. Qilla menjewenya tiba-tiba, membuat cowok itu terkesiap hendak terhuyung.

"Lo apa-apaan sih? Dateng-dateng main jewer." Rey mengusap-usap kupingnya setelah Qilla melepaskan jeweran.

"Lo tuh yang apa-apaan. Ngapain di sini? Mau nguping? Enggak sopan!"

"Heh! Walaupun gue enggak berniat nguping, suara Bunda kedengeran."

Qilla bersidekap dada. "Ya, setidaknya lo lakuin tugas lo dengan baik. Bukannya malah berdiri di sini, dengerin omongan mereka."

"Iya bu, iya." Terpaksa ia mengalah. Berurusan dengan Qilla sama saja mengorbankan harga diri. Kelakuan mereka barusan tak luput dari perhatian para donatur. Membuat dua anak Adam itu tersenyum malu.

Rey melangkah perlahan menuju stand makanan. Untung di sana disediakan kursi, jika tidak ia bisa mati berdiri. Lebay memang, tapi tubuhnya yang saat ini sedang lemas tak bisa dipaksa terus berdiri. Ah, kadang Rey merasa benci menjadi cowok lemah. Dikit-dikit sakit. Kena angin sedikit sakit. Payah.

"Bentar lagi waktunya makan. Kita ambil makanan di dalem, ada yang kurang." Rey hanya bisa mengangguk. Lebih baik mengalah dengan cewek galak itu daripada harus mengorbankan harga dirinya jika kembali bertengkar.

"Ayo sekarang!" Qilla menarik lengan Rey. Cowok itu memberatkan badannya, tanda jika ia masih ingin duduk sebentar saja. Sungguh! Tubuhnya lemas saat ini.

"Ayo! Jan kek cewek deh." Dibilang seperti itu, Rey langsung bangkit berdiri. Enak saja cewek itu, dikit-dikit marah, nyuruh-nyuruh. Ya, meski akhirnya Rey tetap mengalah dan menuruti apa yang diperintahkan Qilla. Dasar budak cewek.

"Lo enggak lihat muka gue pucat? Gue lagi enggak enak badan. Ngertiin dong." Akhirnya kalimat sewot itu meluncur keluar dari bibirnya.

"Iya gue tau. Enggak enak badannya cewek sama cowok itu beda. Makanya lo harus bantu gue. Mau enggak mau. Enggak mau tau, gue."

Dasar diktaktor!

Rey tetap mengikuti langkah Qilla. Mengambil nampan yang telah berisi berbagai makanan untuk disatukan di stand makanan nanti.

Tak butuh waktu lama, acara makan dibuka. Para donatur berbondong-bondong memadati stand makanan. Membiarkan Rey, Qilla dan beberapa orang yang membantu menjaga stand makanan kewalahan. Untungnya prasmanan. Kalau tidak, dijamin Rey bakal pingsan di tempat.

.

Satu jam kemudian, rapat selesai. Anak-anak kembali diperbolehkan bermain di luar panti, meski tak keluar gerbang. Mereka tetap tertawa, menikmati waktu bersenang-senang.

Bunda datang menemui Qilla dan Rey yang kini beralih tugas menjaga adik-adik mereka. Bunda bilang, akan ada pembagian bingkisan seperti pada rapat-rapat sebelumnya.

Anak-anak panti bersorak girang mendengar kata bingkisan terlontar dari mulut bunda. Tak dapat dipungkiri kesenangan mereka membuat bunda, Rey maupun Qilla tersenyum lebar. Benar-benar bahagia melihat adik sepantinya senang.

Rey dan Qilla berbaris rapi di belakang adik panti mereka. Sembari mengatur anak-anak yang tak bisa diatur ataupun anak-anak yang terlalu senang hingga selalu melakukan loncatan kecil.

Perwakilan dari donatur yaitu Pak Aran membagikan hadiah satu persatu. Tak bisa dipungkiri gelak tawa bahagia dari anak panti membuat pria berumur 30 tahun lebih itu ikut merasa bahagia.

Rey yang kini berbaris paling ujung alias paling terakhir, akhirnya mendapat bingkisan. Namun sebelum hadiah itu diberikan padanya, Pak Aran memeluknya singkat sembari menepuk bahunya tiga kali. Hadiah pun diberikan. Bingkisan yang membuat Rey mengernyit heran karena jumlahnya lebih dari yang lain dapat. Walaupun begitu Rey tetap tersenyum. Setidaknya ia masih bersyukur bisa tinggal di sebuah panti asuhan yang telah membuatnya hidup lebih nyaman di banding anak jalanan.

Bersambung...

Masih semangat walau tabungan bab telah tandas. Wkwkwk.

070818

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top