Bab VI
Malam semakin larut. Anak panti lainnya telah memasuki kamar masing-masing, kecuali Qilla dan Rey. Mereka berdua masih asik mengobrol bersama Leo dan juga Say. Padahal waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Entah Bunda tengah tidur atau apa, mereka masih bisa berada di luar. Biasanya, Bunda selalu mengawasi pintu dengan ketat. Bahkan tepat jam sembilan malam, anak-anak dilarang keluar kamar.
Say dan Leo bangkit berdiri, disusul Rey dan Qilla. Dua anak adam itu pamit pulang karena malam telah semakin larut. Qilla maupun Rey hanya bisa mengangguk sembari mengantarkan ke depan pintu gerbang sebelum menutup dan menguncinya.
Sampai di dalam panti, suasana sepi menyapa mereka. Entah di mana keberadaan para pengurus panti yang biasanya mondar-mandir membersihkan mainan anak-anak. Rey mengangkat bahunya tak acuh lalu meninggalkan Qilla, hendak pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Sebelum akhirnya suara tepukan yang sepertinya berasal dari Qilla membuat Rey menghentikan langkah, kemudian berbalik. Menatap Qilla aneh.
"Kenapa lo?" tanyanya sembari melangkah ke arah Qilla.
Qilla berjinjit, menyamakan tingginya dengan tinggi Rey meski sedikit kesusahan sebelum membisikinya sesuatu. "Stt. Bunda sama pengurus lainnya lagi rapat."
Dahi Rey mengernyit. "Rapat? Tumben malem."
"Entahlah. Mungkin cari aman kali ya. Biar anak panti lainnya enggak ganggu. Terutama buat lo."
"Kok gue?"
"Ya, karena elo yang sering ketahuan nguping." Setelah mengucapkan satu kalimat itu, Qilla berlalu meninggalkan Rey yang tengah berdecak.
Entah yang Qilla katakan kebenaran atau tidak, kini Rey melangkah mendekati ruang kepala yayasan yang letaknya di kamar dekat dengan dapur. Kamar yang sebenarnya dulu adalah kamar khusus anak panti yang masih bayi.
Dulu, ketika ia masih berusia sepuluh tahun. Bunda pernah bercerita asal mulanya panti ini didirikan. Kata Bunda, suaminya meninggal ketika usia perkawinan mereka masih menginjak dua tahun. Bunda yang saat itu masih belum dikaruniai seorang anak, memutuskan untuk mengadopsi salah satu anak jalanan yang keberadaan orang tuanya masih abu-abu, alias tidak jelas. Anak yang Bunda adopsi kini tengah mengenyam pendidikan di salah satu Universitas terbaik di Jepang.
Karena Bunda sangat menyukai anak kecil, ia mendirikan sebuah rumah singgah khusus anak jalanan. Lambat-laun, ketika warisan dari mendiang suaminya dibagikan, Bunda mendirikan panti ini. Awalnya panti kasih ini hanya berisikan anak-anak jalanan yang dibuang oleh orang tuanya. Semakin lama, panti ini diisi oleh anak-anak yang sengaja dibuang bahkan diletakkan di depan panti, pun sampai sekarang.
Bunda memanglah pendiri panti kasih ini, namun ia sama sekali tak senang dengan jabatan sebagai kepala yayasan. Oleh karena itu, jabatan yang seharusnya ia ambil, dialihkan kepada kakaknya, Ibu Tika.
Ah, Rey jadi sedih mengingat cerita itu.
Kini cowok itu tengah bersiap menguping. Ia merapatkan badannya pada pintu. Lalu menempelkan telinganya juga pada pintu seraya menutup sekitar kupingnya dengan kedua tangan.
"Berhubung para donatur akan datang ke panti besok, saya harap kalian bersiap-siap. Untuk Bunda tolong arahkan anak-anak membantu membersihkan panti juga taman de-" Ucapan Ibu Tika tak lagi bisa Rey dengar karena tiba-tiba ia mendengar sebuah langkah kaki.
Cowok itu menegakkan badan. Berlagak tidak tahu apa-apa dan berpura-pura hendak menuju dapur yang memang hanya beberapa langkah di depannya. Namun sayang pemilik langkah kaki itu segera mengetahui dan paham apa yang tengah Rey lakukan. Orang itu adalah Qilla.
"Lo nguping lagi ya?" Suara Qilla melirih.
Rey menggeleng seraya memberikan senyum terbaiknnya. Senyum yang entah kenapa membuat Qilla jijik melihatnya.
"Enggak usah sok manis deh, lo."
"Yang sok manis siapa sih? Orang gue mau ke dapur juga," katanya sembari berlalu.
.
Pagi datang menyambut. Namun Rey masih bergelung di bawah selimut. Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah tadi, badannya terasa tidak enak. Entah apa yang terjadi kali ini, ia merasa tubuhnya sedang tidak baik-baik saja.
Ucup dan dua adik panti yang sekamar dengannya telah keluar meninggalkan dirinya sendiri. Mereka pasti tengah sibuk membersihkan panti. Tadi, selepas sholat subuh, bunda menyuruh anak-anak membantu membersihkan panti. Sesuai dengan apa yang Rey dengar semalam.
Bunda juga bilang, kali ini donatur datang untuk membahas pembangunan tk untuk anak panti juga umum yang beberapa waktu lalu Ibu Tika usulkan. Oleh karena itu, mereka harus segera bersiap karena acara rapat akan dimulai pada pukul 12 siang nanti.
Rey sebenarnya ingin beranjak pergi, ikut membantu. Tapi lagi-lagi tubuhnya berontak. Ia merasa sangat dingin ketika membuka selimut. Hendak memakai jaket namun tenaga masih belum terkumpul sempurna.
Cowok itu memaksa duduk dengan waktu yang cukup lama. Setelah dirasa pening di kepalanya sedikit membaik, ia beranjak. Memakai jaket lalu keluar kamar dengan langkah pelan.
Ia melihat banyak pekerja lalu lalang di dalam panti, sebagian adik pantinya juga ikut membantu. Rey melangkah keluar, berniat membantu membersihkan taman.
Melihat sebuah sapu tengah menganggur, Rey mendekati sapu itu. Menggunakannya sebentar, lalu duduk dengan waktu yang cukup lama dibandingkan ia menyapu. Seperti itu hingga beberapa kali.
Qilla yang melihat Rey berleha-leha, tidak banyak membantu malah cenderung banyak beristirahat, mendekatinya.
"Lo niat kerja enggak sih? Sapu cepet." Rey hanya menggangguk.
Sejujurnya badannya tengah lemas kali ini. Makanya ia lebih banyak istirahat daripada bekerja. Tidak tahu kah Qilla jika dirinya sedang sakit? Enak saja mengomel terus kerjanya.
Rey bangkit berdiri, menyapu dari ujung kanan sampai tengah, juga ujung kiri sampai tengah, lalu istirahat lagi. Ia memperhatikan sekeliling, ikut tertawa ketika adik pantinya tertawa. Ikut berseru jika ada yang terjatuh. Hal yang Rey lakukan tak luput dari perhatian Qilla. Cewek itu kembali menghampiri, lalu mengomeli Rey dengan berkata bahwa cowok itu tidak becus bekerja.
Jika saja Rey tidak sedang sakit, sudah dipastikan ia akan menjitak kepala seseorang yang sudah seenaknya saja itu. Dengan perasaan kesal, Rey melangkah meninggalkan taman. Ia memutuskan untuk membantu bagian dalam saja. Tak apa jika disuruh mengepel, mencuci piring atau sebagainya asalkan tidak bertemu Qilla.
Sampainya di dalam, Rey dikejutkan oleh aksi perebutan sapu oleh adik pantinya. Ia berdecak sebelum akhirnya memutuskan untuk melerai. Cowok itu berlari mencari sapu-sapu lain, sebelum sapu itu dipatahkan oleh dua bocah yang Rey tahu bisa gawat jika ditinggal lama.
Lagian ke mana sih pengurus lainnya?
Sayang seribu sayang, saat kembali, sapu yang Rey harapkan tidak patah akhirnya patah juga. Dengan pelaku yang kini tengah tersenyum sok manis di hadapan Rey yang sedang menganga.
Bersambung....
060818
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top