Bab IV
Rey membolak balikkan buku paket pelajaran Bahasa Indonesia-nya. Hanya membaca sekilas, tak berniat membaca lebih jauh apalagi memahami. Pikiran-pikiran aneh tengah menyelimuti otaknya. Membuat fokus belajarnya berkurang drastis.
Seandainya ia memiliki keluarga.
Rey menggelengkan kepala. Berusaha membuat kata andai itu enyah dari otaknya. Kata andai yang terdengar mustahil ia dapatkan.
Rey menyerah. Ia menutup bukunya, lalu menaruh pensil yang sempat ia gunakan untuk memukul pelan pelipisnya ke meja. Pikirannya menerawang. Membayangkan sesuatu yang sebelumnya ia buang jauh-jauh. Sebuah keluarga utuh dan bahagia. Bagaimana jika ia memiliki keluarga angkat? Bahagiakah? Atau malah disiksa seperti di ftv-ftv.
Ketakutan akan keluarga membuat Rey menolak dengan tegas ketika ia hendak diminta sebagai anak adopsi, sedari kecil. Ia takut jika nanti telah berkumpul bersama keluarga angkatnya, ia malah disiksa dan disuruh mengamen. Terkesan terlalu mendrama memang. Tapi ketakutan itu memang nyata. Ketakutan yang selalu menghantui, membuatnya enggan menerima segala tawaran adopsi, meski orang yang berniat mengadopsinya itu tengah bergurau. Ya, sampai sekarang tak ada seorang pun yang meminta untuk mengadopsi Rey dengan serius.
Berbagai macam pertanyaan kini berkecamuk dalam otaknya. Seperti: bagaimana rasanya punya keluarga? Bagaimana rasanya punya ayah? Ibu? Atau bahkan saudara. Memang, Rey mengganggap warga panti asuhan Kasih ini adalah keluarganya. Menganggap bunda panti adalah ibunya. Tapi tetap saja rasanya berbeda, jika ia mempunyai keluarga.
Dan juga pertanyaan yang sampai sekarang belum mendapat jawaban yang memuaskan hatinya. Yaitu, mengapa ia tidak diadopsi sedari bayi? Atau pertanyaan, mengapa ia tidak pernah mendapat tawaran adopsi dengan serius? Sedangkan adik sepantinya banyak yang mendapatkan keluarga angkat sejak bayi. Bahkan saat baru beberapa hari berada di panti. Juga banyak yang telah menemukan keluarga baru, seperti temas seumurannya yang pernah satu panti dengannya.
Pernah suatu hari, ia bertanya akan hal itu pada bunda. Yang hanya mendapat jawaban, jika dulu panti ini tidak banyak memiliki donatur dan kenalan. Juga jawaban ketika ia bertanya tak ada orang yang serius ingin mengadopsinya? Bunda bilang jika itu belum rejeki Rey. Saat itu, Rey hanya bisa mengangguk pasrah. Dan ketakutannya akan keluarga kembali hingga sekarang.
Rey menggeram kemudian menggeleng. Berusaha mengeyahkan pertanyaan-pertanyaan yang terus saja menghantui otaknya. Membuat Ucup, teman satu kamarnya mengernyit heran. Tak pernah ia melihat Rey sekacau ini. Ya, meski tak kacau-kacau amat, Ucup rasa Rey tengah frustasi malam ini.
"Kenapa Bang?" tanya anak berumur 10 tahun itu.
Rey menggeleng. "Enggak apa-apa!"
"Alah, abang ngomongnya kek cewek. Enggak apa-apa aslinya mah apa-apa."
Rey mendelik. Tahu dari mana bocah itu masalah cewek?
"Heh bocah! Tahu dari mana lu hal begituan. Wah ... Enggak beres nih. Gue harus lapor Bunda." Rey beranjak berdiri. Membuat Ucup panik dan segera menahan lengannya.
"Eh, jangan dong Bang. Ucup tahu dari temen kok. Beneran deh. Ucup enggak berani pacaran."
Dalam hati, Rey ingin tertawa melihat tingkah Ucup yang panik padahal ia hanya bercanda. Ia tahu betul bagaimana sosok Ucup. Tak mungkin cowok polos nan menyebalkan ini memiliki pacar di usia yang masih sangat belia. Lagipula bocah itu sangat takut pada bunda. Rey tak perlu khawatir.
"Iya-iya. Udah sono, belajar yang bener. Jangan cewek mulu."
Rey memutuskan untuk keluar. Ke mana saja, asal pikirannya akan keluarga bisa hilang. Meski sempat terhibur akan tingkah Ucup tadi, pikiran maupun pertanyaan tentang keluarga tak mau hilang dari kepalanya. Ia tak mau terlalu berharap. Meski nantinya ia akan hidup mandiri tanpa bunda panti ataupun keluarga, Rey harus siap.
Langkah kakinya memutuskan untuk pergi ke taman. Mungkin, Rey bisa sejenak menghilangkan pikirannya dengan angin sepoi di taman.
Dari kejauhan, Rey melihat Qilla yang tengah berdiam diri di salah satu ayunan. Entah apa yang gadis itu lakukan di taman malam-malam, yang jelas jiwa jahil Rey kembali. Ia bahkan melupakan pikiran akan bayangan keluarga.
Rey melangkah mengendap-endap. Takut ketahuan jika ia akan mengerjai Qilla kali ini. Rey bersembunyi di belakang pohon mangga tak jauh dari tempat Qilla duduk. Berkali-kali mengentip berusaha tidak ketahuan.
Ia mengambing ancang-ancang. Menghirup napas dalam lalu menghembuskannya. Dan ... "Hi ... Hi ... Hi ...," serunya menyerupai suara kuntilanak seperti di film-film.
Qilla yang merasa mendengar sesuatu, menoleh ke belakang. Kosong, tak ada siapa-siapa. Ia kembali menoleh ke depan, mengayunkan badannya di atas ayunan sembari bersenandung.
"Hi ... Hi ... Hi ...." Suara itu kembali terdengar.
Qilla yang memang tak percaya akan hal takhayul mengangkat bahunya tak acuh, lalu tetap fokus ke depan. Tak lagi menoleh ke belakang. Membuat Rey kesal karena niatnya mengerjai Qilla sepertinya akan berakhir gagal.
Rey mengulangi menirukan suaranya seperti kunti. Lagi-lagi tak mendapat respon berarti dari Qilla. Cewek itu tetap diam dengan pandangan ke depan dan bibir menyenandungkan suatu lagu. Rey tahu lagu itu. Entah apa judulnya, ia sering mendengar lagu itu di kelas.
Akhirnya Rey memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Hendak mengerjai Qilla dengan mengejutkannya dari belakang. Rey lagi-lagi melangkah pelan, mengendap-endap bak maling sedang beraksi.
"Gue tahu itu lo, Rey." Suara Qilla membuat Rey diam di tempat. Tak lagi melangkah.
"Yah ... Ketahuan deh."
Qilla berbalik, menatap Rey heran sebelum kembali menatap ke depan. Menatap jalanan perumahan yang lengang.
"Lo itu sebenernya enggak bakat ngerjain orang. Buktinya hari ini lo ketahuan."
Rey yang tak terima dibilang seperti itu, menggeleng keras. Meski menghadap depan, Rey tahu Qilla bisa merasa bahwa ia tengah menggeleng.
"Hari ini doang. Malem-malem sebelumnya lo sering kena kejailan gue."
"Itu artinya, malam ini lo enggak beruntung."
Rey melangkah mendekati Qilla. Kemudian mendudukkan tubuhnya di ayunan samping Qilla.
"Kayaknya lo bener. Malem ini gue lagi enggak beruntung."
Qilla menatapnya heran. Malam ini, Rey terlihat berbeda.
Bersambung...
040818
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top