2. Starting The Misery
Gumpalan asap yang berasal dari cerutu Oliver mengepul di udara sebelum menyebar ke seisi ruangan. Jari-jari mengetuk lengan sofa, dengan tatapan terpaku pada perapian di hadapan. Dalam penerangan cahaya bulan yang mengintip melalui ventilasi, Oliver tampak seperti mahakarya yang dipahat sempurna.
Namun, tak ada yang tahu jika isi kepala Oliver penuh dengan ingatan mengenai peristiwa beberapa waktu lalu. Tarikan napas panjang seolah-olah menunjukkan betapa keras akalnya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang rasional, meski kejanggalan masih bersarang di hati. Wanita itu … mengapa begitu mirip dengan seseorang yang dia kenal?
Ini gila. Sesaat, setelah telaga bening keabuan itu bergetar penuh ketakutan, Oliver merasa jiwa terenggut dari raga, membuatnya melakukan tindakan gegabah di perayaan suci kekaisaran. Jika kaisar mengetahui hal tersebut, Oliver mungkin mendapat hukuman berupa penangguhan pelatihan ksatria yang berada di bawah pengawasannya.
Ketukan jari terhenti bersamaan dengan jarum panjang menunjuk ke angka dua belas. Cerutu yang terselip di bibir, diletakkan begitu saja di atas meja. Tubuhnya bangkit dari sofa, lalu berjalan menuju jendela yang terbiaskan sinar lampu dari luar ruangan.
Musim dingin pertama yang menyulitkan bagi Oliver. Melewatkan tiap malam panjang tanpa harap bertemu pagi keesokan hari. Bersikap normal di depan keluarga dan publik, meski kenyataannya mati terasa jauh lebih baik. Hari-hari terlalu berat untuk dilalui, seperti rantai panas yang mengikat diri.
Sebenarnya, apa yang sedang Oliver cari? Kehilangan seseorang yang berharga membuat warna dalam hidupnya meredup. Bersembunyi selama satu musim hanya menciptakan lubang kehampaan yang menyakitkan. Bahkan, bertahun-tahun menjadi perwakilan kekaisaran untuk melakukan hubungan diplomatik dengan wilayah lain terasa lebih mudah daripada harus belajar merelakan seseorang yang tak pernah lagi bisa diraih secara nyata.
Oliver sudah menunggu terlalu lama. Jika mengetahui penantian panjangnya akan berakhir nelangsa, dia akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan miliknya. Apa pun itu, meski kebencian adalah resikonya.
Kerinduan ini membunuhku perlahan-lahan.
Lamunan Oliver terputus karena suara derit pintu disusul derap langkah kaki yang semakin mendekat.
“Salam Yang Mulia.”
Oliver yang masih berada di posisi semula, hanya melirik melalui ekor mata, menunggu dalam diam.
“Hamba sudah mendapatkan informasi yang Anda butuhkan.” Elliot—tangan kanan Oliver—kembali bersuara seraya menyerahkan sebuah gulungan kertas yang langsung diterima dan dibuka oleh pria itu.
Lipatan samar muncul di kening Oliver saat membaca isi dari kertas tersebut. “Lilianne Ophelia Evander. Putri tunggal Viscount Evander yang berasal dari Kota Nival. Jadi, wanita itu tidak ada hubungannya dengan Marquess Zachary?”
“Tidak, Yang Mulia. Berdasarkan informasi yang hamba temukan, Lady Lilianne tidak memiliki garis keturunan Marquess Zachary. Leluhur Lady Lilianne merupakan seorang perantara dagang antar wilayah, sementara leluhur Marquess Zachary merupakan penasihat kekaisaran—seperti yang Anda tahu,” terang Elliot.
“Lalu, bagaimana mereka bisa memiliki kemiripan yang begitu jelas?” gumam Oliver, menutup kertas dan mengembalikannya kepada Elliot. “Mungkinkah informasi tersebut keliru?”
"Hanya itu yang hamba dapatkan, Yang Mulia."
Oliver melihat Elliot, lalu menggeleng pelan. Tidak mungkin. Elliot merupakan tangan kanan sekaligus orang kepercayaannya sejak dulu. Jadi, informasi yang Elliot berikan tidak akan pernah salah.
“Kini, Lady Lilianne masih berada di wilayah kekaisaran, tetapi menetap bersama keluarga Earl Hugo sejak dua tahun lalu.” Netra kehijauan Oliver menatap Elliot penuh makna. “Maka, kirimkan sebuah undangan ke kediaman Earl Hugo untuk Lady Lilianne dan putri mereka agar menghadiri pesta penyambutan ksatria dari medan perang.”
Meski penasaran dengan maksud Oliver yang tidak seperti biasanya, Elliot enggan bertanya. Sebagai bawahan, Elliot memang dilatih untuk tidak mencampuri urusan tuannya lebih dalam. “Baik, Yang Mulia.”
Oliver mengangguk. Dengan terampil, dia melepaskan ikatan pada jubah tidurnya, menampilkan otot-otot padat yang memiliki gurat bekas luka di beberapa bagian tubuh. “Aku akan pergi ke lapangan pelatihan. Jangan mengganggu jika bukan urusan penting.”
“Yang Mulia belum beristirahat.” Elliot yang khawatir, berusaha mencegah Oliver. Mau bagaimanapun kuatnya pria itu, manusia tetap membutuhkan istirahat demi menjaga kesehatan. Dan, sejak kedukaan yang dialami, jam tidur Oliver menjadi tak teratur. Jauh lebih berantakan dari saat upacara penobatannya sebagai Grand Duke yang baru, menggantikan sang ayah yang meninggal karena sakit.
“Hanya jangan mengganggu jika bukan urusan penting, Elliot. Aku lebih tahu diriku sendiri daripada siapa pun.” Mengabaikan kekhawatiran Elliot yang dirasa terlalu berlebihan, Oliver melenggang ke ruangan pakaian.
“Baik, Yang Mulia.” Hela napas meluncur dari bibir Elliot sebelum pamit undur diri. Oliver yang keras kepala hanya bisa ditaklukkan oleh seseorang yang memilih untuk berdiri di garda depan atas dasar kemanusiaan, menyebabkan insiden buruk yang menjadi awal mula kehancuran Oliver.
***
Ini seperti bukan dirinya. Lilianne Ophelia Evander yang berjiwa bebas seharusnya berkutat dengan kue-kue cantik di toko dan menebarkan senyuman manis yang akan menarik hati pelanggan, bukannya justru berlatih menuangkan teh khas para bangsawan. Andai saja ayahnya tidak mengancam akan menjodohkannya dengan putra dari sekutu bisnis perdagangan, Lilianne enggan untuk menemui Madam Sophia yang terkenal pemarah.
“Jangan biarkan gelas berdenting saat diletakkan!” Madam Sophia memukul punggung tangan Lilianne menggunakan kipas yang selalu dibawa ke mana-mana.
“Ini sudah kesekian kalinya kau memukulku, Madam. Aku sudah berusaha keras, tetapi gelas itu tetap saja berbunyi.” Lilianne mengaduh seraya mengusap punggung tangannya. “Lagi pula, mengapa begitu banyak aturan aneh di sini? Entah berbunyi atau tidak, kami berbicara menggunakan mulut, bukan tangan.”
“Kau! Perlukah aku mengadukan hal ini kepada Viscount Evander agar kau segera dinikahkan dengan pria muda bangsawan pilihannya? Pengajaran ini berguna untukmu, Lady. Bagaimana bisa kau mendapatkan suami seorang bangsawan kelas atas jika sikapmu masih sembrono?” Madam Sophia membulatkan mata dengan bibir berwarna merah yang terus melontarkan nasihat kepada putri Viscount.
“Ikuti saja, Lili. Kita tak akan mendapatkan pendamping sesempurna Madam Sophia jika wanita itu mengamuk.” Charlotte yang juga mengikuti pelatihan, menyenggol lengan Lilianne yang akan membalas ucapan Madam Sophia.
“Kamu tahu jika aku tidak berniat mengikuti pesta debutan. Suasana hatiku juga mendadak buruk setelah malam perayaan kemarin.” Ucapan Lilianne seketika mendapatkan ringisan pelan dari Charlotte.
Mengenai Charlotte, akhirnya Lilianne bertemu sepupunya di depan penginapan bersama Sir Alex. Mereka menunggu Lilianne yang tak kunjung datang setelah Charlotte memutuskan untuk pergi lebih dulu karena merasa tidak enak badan, memunculkan kerisauan yang membuat keduanya nyaris melapor kepada ksatria kekaisaran. Lilianne yang tidak ingin menambah kecemasan Charlotte, memilih untuk tidak menceritakan pertemuannya dengan Oliver dan bagaimana pria itu membunuh orang yang hampir melecehkannya.
“Oh, ayolah Lili. Aku sering mendengar cerita tentang betapa tampannya pria bangsawan di pesta debutan! Bagaimana mungkin kita akan melewatkan kesempatan baik ini?” Wajah Charlotte berseri-seri, seolah-olah membayangkan ketampanan para pria muda bangsawan yang mungkin salah satunya adalah calon suaminya.
“Apakah kalian sudah selesai bergosip, nona-nona? Haruskah aku ikut mendengarkan omong kosong kalian atau melanjutkan pelatihan yang sangat menguras kesabaranku?” Tatapan Madam Sophia setajam pedang, seperti ingin memotong-motong Lilianne dan Charlotte yang langsung membisu.
“Sebelum itu, aku ingin memberitahu kalian hal yang penting. Membicarakan pria tampan merupakan tindakan tak bermoral. Setelah debut kalian, akan banyak undangan pesta teh yang datang, termasuk putri mahkota yang sering mengadakan perjamuan di istana Lili. Jadi, kalian harus belajar untuk bersikap selayaknya putri terhormat dari keluarga bangsawan.” Madam Sophia mengambil cangkir teh, berpura-pura minum, lalu meletakkan cangkir ke atas lapik dengan sangat perlahan, tetapi anggun. “Lihat? Tak sesulit yang kalian pikirkan. Gerakan tangan dan konsentrasi pikiran harus seimbang.”
“Gerakan tanganku sudah dilatih cepat untuk mengeluarkan kue dari panggangan. Jika dipaksa berhati-hati, tanganku akan gemetar.” Untuk kesekian kali, kipas Madam Sophia kembali mendarat ke punggung tangan Lilianne.
“Bisakah kau hanya ikuti aku tanpa banyak protes? Aku bahkan tidak bisa membayangkan siapa pria malang yang akan mempersuntingmu. Alih-alih pergi ke pesta, aku yakin kau akan membuat kue sepanjang hari hingga wajahmu penuh dengan tepung.”
“Tidak setiap hari. Jika ada perayaan besar kekaisaran, aku akan menutup toko kue dan datang ke sini.” Lilianne mengoreksi, yang semakin meningkatkan kekesalan Madam Sophie.
“Lady Lilianne! Kau akan mengikuti kelas tambahan bersamaku.”
Mendengar itu, Lilianne mendesah panjang dengan mimik pasrah. Ah, semuanya akan menjadi lebih sulit dari yang dia pikirkan.
***
Part dua untuk kalian. How 'bout this chap??? Hope u guys enjoy yaaa!
See u!!!
Bali, 3 November 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top