1. An Unforgettable Night


Lilianne terjebak. Di antara kerumunan manusia—mulai dari bangsawan hingga rakyat biasa—yang sedang menikmati kemeriahan Festival Flambeau, dia meliarkan tatapan kebingungan, berusaha mencari jejak Charlotte, sepupu dari pihak ibu, yang tiba-tiba menghilang setelah menyaksikan parade obor. Tak hanya itu, ksatria keluarga Hugo yang ditugaskan untuk menjaga mereka, ikut lenyap dari pandangan.

Berbagai kostum unik dan topeng yang digunakan orang-orang, semakin menyulitkan Lilianne untuk menemukan Charlotte maupun ksatria keluarga Hugo. Kepanikan muncul di wajah saat tubuhnya didorong menjauh, sementara parade jalanan akan dilaksanakan. Seraya membawa obor, mereka meninggalkan gerbang istana kekaisaran menuju Sungai Rush-sungai besar di tengah kota yang melambangkan kebijaksanaan kekaisaran Stalwart.

Kembang api meledak di langit berhiaskan bintang, memperlihatkan keindahan yang membuat decak kagum setiap orang, terkecuali Lilianne. Meski ini adalah salah satu tujuannya melakukan perjalanan ke Kota Sway, tetapi kehilangan Charlotte bukanlah bagian dari rencana. Tak mungkin dia menikmati perayaan besar yang diadakan setiap malam tahun baru tersebut tanpa sepupunya.

Merasa tak punya waktu, karena sebentar lagi keluarga Kekaisaran akan datang, Lilianne memutuskan untuk menarik diri. Entah itu ksatria atau Charlotte, dia harus menemukan keduanya. Namun, Charlotte tetap yang utama. Seorang ksatria tentu bisa melindungi dirinya sendiri daripada putri bungsu keluarga bangsawan yang nyaris sepanjang hidupnya mempelajari tata krama dan pengabdian kepada suami.

"Lotte, di manakah kamu? Jangan membuatku khawatir." Kekhawatiran melingkupi benak Lilianne bersamaan dengan embusan napasnya yang beruap. Musim dingin sudah datang. Meski intensitas turunnya salju tak sebanyak bulan lalu, sisa-sisa kristal padat masih terlihat di sepanjang jalan dan atap bangunan.

Hal itu juga yang mendasari kerisauan Lilianne. Tak seperti dirinya yang berasal dari kota Nival, sebelah utara kekaisaran Stalwart, wilayah yang memiliki musim dingin lebih lama, Charlotte merupakan wanita muda dari Heat yang cenderung memiliki durasi musim panas terpanjang. Berada di luar dalam kurun waktu cukup lama bisa menyebabkan hipotermia. Dan, seingat Lilianne, mantel yang digunakan Charlotte, tertinggal di dalam kereta Earl Hugo.

Berbekal keberanian karena sebenarnya Lilianne belum pernah berkeliling secara luas ke kekaisaran Stalwart, dia mengitari beberapa tempat yang kemungkinan dikunjungi oleh Charlotte. Pertama-tama, dia pergi ke taman yang terdapat patung air mancur—patung tersebut dianggap sebagai perwujudan dari Dewi Tikhe, lambang kemakmuran suatu Kota—tetapi di sana, dia hanya menemukan para ksatria kekaisaran yang sedang berpatroli.

Barangkali Charlotte sudah tiba lebih dulu di penginapan, Lilianne yang tidak mau masalah menjadi lebih besar karena melapor kepada ksatria, memilih tutup mulut dan mencari sendirian. Hela langkahnya menyusuri jalanan yang panjang. Beberapa kali para kusir kereta menawarkan tumpangan, yang berakhir penolakan secara halus dari Lilianne. Dia memang tidak segera bertolak ke penginapan, berharap Charlotte dan ksatria keluarga Hugo berada tidak jauh dari posisinya.

Malam kian larut. Udara dingin berembus kencang membuat helaian rambut perak Lilianne yang dikepang berantakan, melambai lembut. Dia bergerak semakin cepat. Dua tahun sudah berlalu sejak dia memilih untuk tinggal bersama keluarga Earl Hugo di Heat, tetapi Lilianne tetap mengingat pesan ibunya yang mengatakan jika para wanita bangsawan muda dilarang berkeliaran sampai larut malam.

"Lotte, kuharap kamu sudah berada di penginapan bersama Sir Alex." Gumaman Lilianne terbawa tiupan angin, tenggelam dalam riuh suara para manusia yang masih bersemangat mengikuti perayaan. Pada akhirnya, Lilianne menyerah. Tidak mungkin dia terus mencari Charlotte di kekaisaran yang sangat luas ini. Selain memakan banyak waktu, besok dia harus menemui Madam Sophia, Ratu pergaulan sosial kelas atas yang akan menjadi pendampingnya saat debut sosial beberapa bulan lagi.

Seraya merapatkan mantel, Lilianne bergegas ke penginapan yang berjarak tidak terlalu jauh dari pusat kota. Namun, sesaat setelah dia hendak menemui kusir, seseorang muncul! Pria berpakaian lusuh dengan sorot mata sayu dan merah berdiri di hadapan. Di tangannya, terdapat sebuah botol yang Lilianne yakini berisi alkohol.

Oh, tidak. Bagaimana ini?

Lilianne berusaha tenang. Mengambil langkah mundur, sebisa mungkin dia memberi jarak antara mereka berdua.

"Apa yang terjadi? Seorang wanita bangsawan berjalan sendirian di malam hari tanpa pengawalan? Bukankah ini merupakan kesempatan yang bagus?" Pria itu mendekat. Dilihat dari cara berjalan, sepertinya dia benar-benar mabuk. Seketika, peringatan berbahaya muncul di kepala Lilianne. Dia harus segera pergi.

Hanya saja, seiring dengan Lilianne yang bergerak menjauh, pria itu semakin mendekat, membuat Lilianne ketakutan. Kelereng abu-abunya mengedar, berharap ada seseorang atau ksatria yang bisa dimintai pertolongan, tetapi nahas. Jangankan lewat, dia justru terperangkap di sebuah gang dengan penerangan yang temaram.

"Jangan berani mendekat! Ksatria kekaisaran sedang berpatroli di sekitar sini." Kelima jari Lilianne yang bersarung tangan jaring, terangkat untuk menghentikan pergerakan pria itu.

"Apa kau mengira aku akan takut dengan ancamanmu? Tangan kecilmu itu bahkan tak mampu menamparku." Pria bertubuh besar itu tertawa, sangat kencang, membuat Lilianne bergidik. Tuhan Yang Agung, selamatkan dia!

"Jika Kaisar mengetahui tindakan tercelamu ini, hukuman yang sangat berat akan menantimu. Enyahlah sebelum Ksatria Kekaisaran datang," ucap Lilianne, marah. Gemetar yang dihasilkan oleh emosi, membuatnya ingin melayangkan pukulan di wajah pria itu.

Senyum mengerikan, menampilkan gigi-gigi kuning yang beberapa di antaranya sudah keropos, seolah-olah menunjukkan jika pria itu meremehkan Lilianne. Di gang gelap ini dan kemeriahan di luar, mampu meredam suara Lilianne meski berteriak sekalipun. Alih-alih dirinya, justru Lilianne yang akan dipandang skeptis karena berjalan-jalan seorang diri, seperti sengaja mengundang para pria untuk menghiburnya.

"Sebelum itu, mari kita bersenang-senang, Lady. Setidaknya, aku akan mati dalam kepuasan karena mendapatkan kehangatan dari seorang wanita bangsawan yang cantik."

Lari, cepat lari!

Bertepatan dengan pria itu yang mulai bersikap agresif, Lilianne mengangkat gaunnya hingga di atas mata kaki lalu berlari sekencang-kencangnya, membelah jalanan malam. Kegembiraan yang semula bersarang di dada karena pergi ke kota Sway untuk menyaksikan perayaan besar sekaligus keluarga kekaisaran, berubah menjadi mimpi buruk yang tak akan pernah Lilianne lupakan seumur hidup.

Derap langkah kaki berat masih terdengar dari arah belakang, sementara Lilianne sudah mulai kelelahan. Jika memang ini saatnya untuk menemui ajal, Lilianne hanya berharap di kehidupan selanjutnya dia akan menjadi wanita bangsawan kelas atas dan menikah dengan keluarga Kekaisaran. Setidaknya, kehidupannya yang lain lebih bahagia daripada mati sia-sia karena dikejar oleh pria mabuk.

Bahkan, Lilianne tak sempat meminta maaf kepada ayahnya karena sering membangkang dengan mengulur waktu untuk debut sosial.

"Tolong! Tolong aku!" Lilianne menangis. Cairan bening mengalir melalui kelopak mata, turun ke pipi. Kakinya terus berlari entah ke mana. Wanita muda yang sama sekali tidak tahu peta kekaisaran Stalwart, mencoba untuk menyelamatkan diri sendiri.

"Tolong! Selamatkan aku!" Barangkali terlalu fokus berlari, tak sengaja kaki Lilianne tersandung batu. Tubuhnya limbung dan nyaris jatuh andai saja sebuah tangan tidak menangkapnya. Mengira jika sosok itu adalah pria mabuk tadi, Lilianne terpejam dengan napas tak beraturan.

"J-jangan sakiti aku, tolong! Biarkan aku pergi. Aku tidak memiliki apa pun yang bisa diberikan. Tolong aku!"

"Apa maksudmu? Siapa yang akan menyakiti dirimu?"

Suara ini berbeda! Lilianne tentu masih ingat nada serak pria mabuk itu, yang tidak ada dalam suara ini. Tuhan menyelamatkannya. Hela napas lega meluncur setelah Lilianne berhasil menormalkan detak jantungnya.

"Seseorang sedang mengejar ku. Seorang pria mabuk. Aku tidak mengenalnya, tetapi dia membuatku takut." Kelopak mata Lilianne terbuka, sebelum mendongak, menatap wajah sang penolong.

Namun, kelegaan Lilianne seketika lenyap saat mendapati iris kehijauan dengan alis tebal yang membingkai sempurna. Tunggu dulu, pria ini tampak tidak asing. Dia tampak seperti...

Grand Duke of Heat!

Buru-buru, Lilianne melepaskan diri, tak menyangka jika pria yang menolongnya adalah keponakan Kaisar, penguasa wilayah Heat yang mulia. Sedang apa Grand Duke Achiles berada di sini? Padahal, keluarga Kekaisaran pasti masih berkumpul di sungai Rush bersama para bangsawan dan rakyat.

"Maafkan Hamba, Yang Mulia. Salam untuk Grand Duke of Heat yang agung." Meski ketakutan dan kepanikan menjadi satu, Lilianne masih berusaha untuk menyapa Oliver dengan baik. Dia menunduk dan menekuk sebelah kaki seraya memegang sisi keliman gaun.

"Kau sedang dikejar oleh seseorang? Apakah dia?" Oliver mengabaikan salam Lilianne, menatap lurus ke depan. Seorang pria mabuk yang dimaksud Lilianne berdiri tak jauh dari posisi mereka.

"Hei, kau! Dia lebih dulu kutemukan. Jadi, jika ingin bersenang-senang, maka tunggu aku selesai."

Pria mabuk itu sudah gila. Dia sama sekali tak mengenali Grand Duke Achiles yang sering muncul di judul utama majalah pagi. Hidupnya benar-benar akan berakhir mengenaskan.

"Tunggu di sini. Aku akan membereskan bajingan itu." Tanpa menunggu jawaban Lilianne, Oliver melenggang ke arah pria mabuk itu. Tatapan setajam elangnya, seakan-akan menghunus siapa pun yang melihat. Jas biru tua khusus anggota kekaisaran berbahan dasar beludru dengan lencana yang menyimbolkan tingkatan tertinggi ksatria membuat Oliver tampak gagah dan mampu mengintimidasi lawan.

Harap-harap cemas. Lilianne memperhatikan setiap tindakan Oliver dari balik bulu mata panjangnya. Entah apa yang akan Oliver lakukan kepada pria mabuk itu. Tiba-tiba, suara teriakan disertai robohnya tubuh besar pria mabuk ke tanah, mengejutkan Lilianne. Tidak sampai di situ, bola mata Lilianne nyaris keluar saat mendapati darah segar mengucur dari leher pria mabuk itu.

Oliver ... membunuhnya? Tatapan Lilianne jatuh pada Oliver yang berbalik dengan santai seraya membersihkan noda darah di pisau kecil yang tampak mengkilat menggunakan sapu tangan.

Tanpa pikir panjang, Lilianne mundur, sebelum kemudian berlari, meninggalkan Oliver dan pria mabuk itu. Dia baru saja melihat pembunuhan tepat di depan mata! Seorang Oliver Maximus Achiles yang telah menghilang selama satu musim, kembali dengan perangai yang menakutkan; mencabut nyawa seseorang tanpa rasa bersalah.

Lilianne berharap tidak akan bertemu Oliver lagi. Selamanya.

***

Sangat jauh berbeda dari alur ceritaku sebelumnya, tapi aku harap kalian tetap menikmati kisah ini, dan ikut memeriahkan kolaborasi ku bersama penulis-penulis keren lainnya!

Untuk update, kemungkinan ini akan update setiap hari Sabtu/Minggu, insyaallah.

Bali, 27 Oktober 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top