56 - FOR THE FIRST TIME


Jaz sungguh tidak mengira akan mendapatkan pesan dari Richard. Terlebih pria itu dengan jelas dan tanpa basa-basi mengajak untuk bertemu. Sekalipun banyak pertanyaan yang ingin dijejalkan Jaz ke dalam pesan singkat sebagai balasan, dia hanya bertanya tempat dan waktu. Begitu mendapatkannya, Jaz hanya menulis see you soon! seolah hatinya sedang tidak bergejolak hebat.

Tentu saja dia langsung memberitahu Anggi sebelum mengiyakan ajakan Richard, memastikan tidak ada jadwal yang harus dipenuhinya.

"So how are you feeling about that?"

"Yang jelas, saat ini daftar pertanyaan yang nggak mungkin gue ajukan ke Richard panjang banget. Gue cuma nggak mau pertemuan ini terus jadi canggung karena kami udah lama nggak ketemu. Rasanya emang aneh banget nggak liat muka dia setelah kami syuting bareng dan hampir tiap hari ketemu. I kind of miss him."

"Ya kita lihat aja nanti dia ngomong apa. Tapi pesenku cuma satu sih, Jaz."

"Apaan?"

"Dengerin Richard mau ngomong apa sampai selesai. Mungkin dia mau clear up beberapa hal sebelum kalian kembali harus keliling media buat press junket supaya nggak canggung. Apa pun itu, nggak usah berharap macem-macem."

Pesan yang cukup bijak tersebut ditanggapi Jaz dengan anggukan. "Gimana kalau dia nanya perasaan gue ke dia kayak apa sekarang, Nggi?"

Jawaban yang diberikan Anggi adalah tawa kecil. "Seharusnya kamu yang lebih tahu soal itu, Jaz. Memangnya kamu beneran nggak ada perasaan apa-apa sama Ricard walau sedikit? Nggak mungkin juga kamu masih mikirin Daniel."

Merasa menyesal sudah mengajukan pertanyaan itu, Jaz lantas diam. Satu hal yang pasti, dia sudah menghapus nama Daniel dari daftar pria yang harus dipikirkannya. Awalnya dia memang menduga akan perlu waktu untuk move ondari pria itu mengingat Daniel sungguh berbeda dari mantan-mantannya, tetapi ternyata tidak butuh waktu lama bagi Jaz untuk melupakan Daniel.

Hanya saja, Jaz masih belum mengetahui jawaban atas pertanyaan yang satu lagi, mengenai perasaannya ke Richard. Tidak peduli caranya, Jaz masih berada di area abu-abu, kabut masih memenuhi pandangannya dan tidak ada tanda-tanda akan tersibak dalam waktu singkat.

***

"Lo apa kabar?"

Pertanyaan yang diajukan Jaz itu ditanggapi Richard dengan anggukan mantap. "Gue baik-baik aja. Tinggal di Bali malah bikin gue lebih aktif dan sering gerak. Gue nggak ngabisin waktu buat main hape." Richard tersenyum lemah. "Lo sendiri? Gue perhatiin dari Instagram, lo makin sibuk."

Sejak kembali dari Florence, memang tidak ada komunikasi langsung dengan Jaz. Namun itu bukan berarti dirinya benar-benar menutup akses informasi tentang Jaz. Dia masih sering menekan tombol love di Instagram meskipun sudah tidak lagi meninggalkan komentar. Penolakan Jaz malam itu di Piazzale Michelangelo memang masih menyisakan perih, tapi tidak lantas dia punya alasan membenci Jaz.

"Sorry gue nggak pernah ngabarin," balas Jaz menyadari bahwa dengan mengucapkan kalimat itu, secara langsung dia mengakui satu kesalahan.

Dia memandang Richard yang mengenakan kemeja lengan panjang warna hijau tua dengan lengan yang digulung hingga siku. Perhatiannya juga tidak luput dari rambut-rambut tipis yang menghiasi wajah pria itu. Penampilannya sungguh sederhana, tetapi Jaz tetap merasakan pesona Richard yang menguar dengan kuat.

Bertemu kembali dengan Richard mengirimkan kembali semua kejadian yang mereka lewati bersama sejak memulai syuting Revulsion dalam pikiran Jaz. Saat ini, film yang mereka bintangi tersebut memasuki proses pasca-produksi, yang berarti hanya tinggal menunggu waktu sebelum keduanya harus mulai tampil bersama di media untuk mempromosikan filmnya.

"Selama lo sehat-sehat aja, gue nggak peduli lo nggak pernah ngabarin," ucap Richard. "Lo pasti bertanya-tanya kenapa gue ngajak lo ketemuan."

Mendapatkan pertanyaan itu, Jaz menggeser sedikit duduknya. Pandangannya beralih sesaat ke langit Jakarta yang tampak begitu cerah, tetapi panasnya tidak mencapai ke dalam restoran yang dipilih Richard untuk bertemu. Jujur dia memang masih punya banyak pertanyaan, tetapi Jaz sadar, hanya ada satu alasan Richard sampai ingin bertemu dengannya.

"Gue tahu ini berkaitan sama malam itu." Jaz merasa tidak perlu memberikan penjelasan lebih panjang. Kalimatnya mustahil disalahartikan oleh Richard.

"Gue kira lo udah lupa." Richard menunduk, mengamati cangkir kopinya sebelum dia kembali memandang Jaz. "Gue pengen ketemu lo karena gue pengen tahu apakah setelah kita nggak ketemu, ada yang berubah tentang perasaan lo ke gue atau perasaan lo masih sama." Richard berdeham pelan. "Karena jujur, perasaan gue masih sama ke lo. Tapi gue pengen tahu apakah gue masih punya harapan atau gue harus move on karena gue nggak mau berasumsi tahu soal perasaan lo."

Richard memang ingin tahu karena dia perlu menata hatinya. Jika memang harapan itu tertutup baginya, setidaknya Richard bisa mulai menguburnya, dan membuka lembaran baru. Namun jika kesempatan itu masih mungkin dijangkau, Richard juga ingin tahu dengan pasti.

"Gue nggak bermaksud maksa lo buat nerima gue, Jaz. Gue cuma pengen tahu. Semoga ini nggak bikin lo ngerasa dipojokin," tambah Richard setelah menyadari ada kemungkinan Jaz salah paham dengan kalimat sebelumnya.

"Sebelum gue jawab pertanyaan lo, gue pengen bilang bahwa gue udah lupain Daniel, jadi dia nggak akan ada sangkut-pautnya dengan ini ke depannya," ucap Jaz meluruskan satu hal karena dia tidak ingin Richard beranggapan dia masih memikirkan Daniel. "Nggak ketemu lo selama ini nyadarin gue bahwa gue kangen sama lo. Gue nggak malu ngakuin itu, Richard." Jaz tersenyum saat menyadari Richard melakukan hal itu selepas pengakuan singkat tersebut. "Yang bisa gue bilang adalah gue masih berusaha nemu jawaban tentang perasaan gue ke lo. Gue nggak mau gegabah atau parahnya, ngasih lo harapan palsu. Tapi gue nggak akan ragu bilang, hati gue sekarang kebuka. Masalah apakah akhirnya itu buat lo atau buat cowok lain, gue belum tahu. Jadi kalau lo bersedia, gue minta waktu tambahan."

Ada lega yang menyelimuti Jaz ketika dia berhasil mengutarakan kebenaran yang sebelumnya ragu untuk diucapkannya. Dia hanya tidak yakin Richard akan bersuka cita mendengarnya. Namun pengalamannya bersama Daniel memberikan Jaz keyakinan, bahwa jika memang Richard adalah pria yang tepat untuknya, akan ada jalan bagi mereka untuk saling dekat. Dia percaya dengan kekuatana takdir.

"Apakah ada yang perlu gue lakuin buat jadi cowok itu, Jaz?" tanya Richard penasaran. "Karena asal lo tahu aja, gue bukan tipe yang gampang nyerah, apalagi buat perjuangin perasaan gue."

"Lo nggak perlu ngelakuin apa-apa, Richard," balas Jaz. "Gue nggak akan suka kalau lo malah nggak jadi diri lo sendiri demi gue. Masalahnya bukan di lo, tapi di gue yang emang belum yakin sama perasaan gue ke lo."

Richard mengangguk paham.

Jawaban yang diberikan Jaz memang tidak seperti yang dia harapkan, tetapi bukan berarti dia hanya mendapatkan alasan yang dibuat-buat dari perempuan itu. Richard berusaha memahami Jaz, dan dia sampai pada kesimpulan bahwa kesempatannya untuk bersama perempuan itu masih sangat terbuka. Dia hanya harus bersabar sedikit lebih lama.

"Apakah gue boleh minta deadline? Atau gue harus nunggu lagi dalam jangka waktu yang nggak pasti?"

Jaz jujur bingung menanggapi permintaan Richard. Perasaannya bukanlah sesuatu yang punya tanggal kadaluarsa atau bisa dipercepat sesuka hati. Namun dia dan Richard tidak baru saling kenal kemarin sore. Saat ini pun sudah ada benih—Jaz menganggap rasa rindunya akan pria itu bisa dijadikan dasar untuk mengevaluasi perasaan-perasaan lain yang muncul—hanya tinggal apakah dia cukup rajin menyiraminya atau membiarkannya mati begitu saja.

"Sebelum kita harus press junket, tanya gue lagi."

Jawaban itu cukup mengejutkan Richard. Namun dia pun lega karena perempuan yang duduk di depannya ini punya ketegasan dengan memberikan sesuatu yang pasti, hingga Richard tidak lagi harus menduga-duga.

"Gue pegang omongan lo, Jaz."

"By all means, Richard Ackles."


***

Halo semuanya,

Saya mau info aja bahwa saya udah selesai nulis cerita ini sampai tamat. Totalnya ada 66 bab sekaligus epilog. Dan saya akan publish beruntun sampai minggu depan, ya (mungkin keselip satu hari yang akan saya pakai buat posting Foolish Games). Setelah itu, saya bisa fokus buat nulis Foolish Games. Mungkin belum bisa daily dulu bulan ini, tapi semoga bulan depan bisa. Kita lihat aja nanti. Pengennya sih Foolish Games bisa selesai saya posting dalam tiga bulanan (kurang lebihnya) 

Anyway, itu aja sih info dari saya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top