Chapter 5 ~ Tiré par Gaia (Ditarik oleh Gaia)

Kalian semua, kembalilah! Akan aku jemput.

"Di mana ini?"

Rean berjalan di ruang serba putih. Dia linglung sendiri karena tidak menemukan apapun di sini.

Cucuku

Rean terjengit mendengar suara itu. Rasanya Rean pernah mendengar suara itu, tapi ia tidak ingat siapa? Dan di mana?

Rean menoleh ke sana kemari tidak menemukan siapapun. Hanya ruang hampa yang ia temui. Rean berjalan lagi untuk mencarinya. Semakin ia pergi jauh, semakin terlihat titik hitam di depannya.

Rean mengernyit, penasaran dengan titik hitam itu. Ia pun berlari mendekat, titik hitam itu semakin membentuk seseorang. Rean jadi senang bahwa dia tidak sendirian di sini.

"Permisi, sepertinya aku tersesat."

Orang yang Rean jumpai adalah seorang seusainya. Gadis itu tersenyum, tangannya terangkat dan membelai wajah Rean. Sentuhannya begitu hangat. Rean merasa deja vu dengan sentuhan gadis itu.

Hanya sesaat seperti itu, sampai gadis itu menyeringai dan menusuk jantung Rean dengan tangannya sendiri. Rean membeku sampai memuntahkan darah dari mulutnya.

Tangan gadis itu ditarik kembali. Di saat yang bersamaan muncul sebuah kepala. Kepala itu ia tarik dari tubuh Rean sampai wujudnya terlihat utuh.

Seperti kucing, tapi ekornya ada lima. Kucing itu dielus gadis yang menusuknya tadi. Terlihat dia menyeringai kepada Rean. Saat itu juga kesadaran Rean hilang.

ೋ๑୨۝୧๑ೋ

'Badanku terasa berat. Pipiku terasa basah. Apa yang terjadi padaku?'

Rean membuka matanya. Cahaya matahari langsung menusuk penglihatannya, membuatnya butuh beberapa waktu untuk menyesuaikan diri.

"Rean, kau sudah sadar?"

'Suara siapa itu?'

Penglihatan Rean berkunang-kunang, ditambah silaunya matahari membuatnya kesulitan melihat orang di depannya. Rean mencoba untuk duduk, tapi kepalanya jadi sangat pusing. Rean langsung terjaga saat terasa ada yang jatuh ke pangkuannya.

"Siapa?!"

Rean mengerjap beberapa kali. Melihat orang di depannya membuatnya terkejut.

"Rezaril?! Kenapa kau di sini? Danー"

Rean melihat ke pangkuannya. Ada seekor kucing, tapi ekornya ada lima. Kucing itu terus mengeluskan kepalanya ke tubuh Rean.

"Wah, apa ini kucing? Dapat dari mana, Rez? Bentuknya aneh."

Rean menelisik kucing itu. Terlihat imut di mata Rean. Telinganya merah, tubuhnya seputih salju, ekornya belang merah putih merah, dan ada coretan merah di kedua pipinya.

Rezaril menggaruk pipinya. "Sejak aku bangun kucing itu menjilati pipimu terus. Sepertinya mau membangunkanmu juga. Aku tidak tahu dari mana kucing itu datang."

Sesaat Rean seperti pernah melihatnya, akan tetapi otaknya tidak bisa mengingatnya. Rean melihat ke sekitar, ia baru sadar kalo sedang di tengah hutan.

"Di mana ini?"

"Ceritanya panjang. Sebenarnya...."

Rezaril menceritakan semuanya. Dari saat terkepung oleh preman dan bagaimana mereka bisa sampai ke sini.

"Aku awalnya khawatir karena tidak akan bertemu denganmu. Ternyata kita ke sini bersamaan."

Mendengar penjelasan Rezaril membuat Rean gak karuan. Banyak pertanyaan muncul di otaknya. Rautnya bahkan sangat pujat seperti makhluk halus.

"Aku sudah gila."

Rean meringkuk gemetaran. Nyawanya hampir keluar dari mulutnya karena begitu syok. Bisa-bisanya ia berada di tempat antah-berantah seperti ini?

Kucing yang di sebelahnya tadi terus menempel pada Rean. Sepertinya dia suka dengan Rean.

"Oiya, ini senjatamu. Benda ini tadinya menghantam kepalaku sampai aku terbangun."

Rezaril mengulurkan Katana dan kunci milik Rean. Rean mengerjap beberapa saat, matanya terus bergantian memandang Rezaril dan senjatanya sendiri.

"Ta-tahu dari mana kalau ini punyaku?" tanya Rean gelagaban.

"Kan tadi aku sudah cerita. Rean sendiri kesurupan sesuatu sampai identitas Saint-mu terbongkar, nih!"

'Oiya, lupa.'

Rean menerima senjatanya dan menyimpannya. Mimik gundah Rean semakin kentara terukir di wajahnya. Apa ia harus memaklumi kebingungannya? Toh, nanti akan di jawab satu persatu bukan?

"Haa, bangun juga kalian. Aku pikir kalian sudah jadi mayat."

Rean dan Rezaril celingak-celinguk melihat ke segala arah mencari asal suara tadi.

"Di atas pohon, Nona."

Begitu mendongak terlihat gadis bersurai pirang panjang. Pakaiannya agak mini di mata mereka berdua. Gadis itu terlihat santai saja duduk di batang pohon itu tanpa takut terjatuh.

"Permisiー"

"Namaku Lemon. Aku tinggal di sekitar sini, tadi anginnya terasa aneh. Saat aku kemari ada kalian yang terkapar."

Rean agak kesal ucapannya dipotong.  Rean sampai mengernyit karena merasa janggal dengan ucapan Lemon.

'Apa maksudnya angin?'

Lemon melompat dengan mulusnya mendarat di tanah tanpa goresan. Saat Lemon mendekat kucing yang di samping Rean jadi mendesis.

"Wow, aku bukan musuh."

'Oh, benar kucing.'

"Apa itu kucingmu? Dari tadi dia menempel terus padaku."

"Kau bercanda? Kalau aku tuannya, kucing itu tidak akan mendesis padaku."

"Lha, terus ini kucing siapa?"

Lemon mengedikkan bahunya. "Mana kutahu? Dia kan nempel sama kamu, adopsi saja."

Lemon mengayunkan jarinya ke depan, membuat angin berputar di sekitar kami dan hilang saat Lemon membuat garis vertikal dengan tangannya. Kucing tadi sudah tidak mendesis lagi padanya.

"Hah, nasib orang yang punya kemampuan dasyat. Kau orang baru 'kan? Ikuti aku!"

"Kenapa harus mengikutimu?"

"Kau mau selamat atau tidak di dunia ini? Kalian baru datang, sebaiknya kau ikuti aku dari pada kebingungan. Tidak perlu percaya padaku, tapi juga jangan langsung mengabaikannya begitu saja!"

Rean ingin menolak, tapi tidak ada alasan yang tepat untuk dilontarkan. Lemon benar, mereka berdua baru datang. Daripada tambah rumyam, masih beruntung mereka bertemu orang.

Rean sedikit bingung kucing yang tadi bersamanya terus mengikutinya. Rean sempat meninggalkannya di tempat yang agak terpencil, akan tetapi kucing itu pun balik lagi. Rean akhirnya pasrah kucing itu mengikutinya. Lagi pula Rean juga suka kucing.

Mereka bertiga menuju semakin ke dalam hutan. Rean dan Rezaril tidak tahu ini pagi atau siang. Hutannya terlalu lebat jadi tak banyak cahaya matahari yang masuk.

"Lemon, aku mau tanya."

Rean melihat ke Rezaril yang sudah mengangkat tangannya.

"Tanya apa?"

"Bagaimana kau tahu kami baru datang?"

Lemon berhenti, ia berbalik sambil memamerkan seringai di bibirnya.

"Kalian beruntung bertemu denganku. Setidaknya kalian tidak ditemukan oleh kaum Sinner. Bisa bahaya kalau kalian dimanfaatkan oleh mereka."

Lemon berbalik dan melanjutkan perjalanan.

"Untuk pertanyaanmu akan terjawab saat sampai di rumahku."

"Baiklah."

Suasana jadi canggung berkat topik barusan. Keheningan itu tidak berlangsung lama, karena di depan mereka nampak rumah kayu yang sudah ditumbuhi tanaman rambat. Di halamannya sendiri terdapat banyak bunga tulip kuning yang tumbuh.

Mata Rean menangkap keunikan di rumah ini. Banyak batu halus yang membentuk lingkaran mengelilingi rumah ini.

'Apa itu untuk hiasan?'

"Masuklah!"

Lemon masuk duluan ke rumah itu. Rean sekilas melihat sesuatu yang berkilau di sisi lain hutan ini. Itu membuatnya merinding dan bergegas masuk.

Di dalam rumah itu cukup luas. Tidak terlalu banyak pernak-pernik dan lebih sederhana.

"Lemon, kau tinggal di sini sendirian?"

"Tidak juga. Aku tinggal dengan guruku. Kebetulan guru sedang pergi ke kota cukup lama, jadi aku jaga rumah sendirian."

"Kau tidak takut tinggal di tengah hutan seperti ini?"

Lemon memandang remeh ke arah Rean dan Rezaril. "Heh, untuk apa aku takut kalau aku lebih kuat dari mereka?"

'Mereka?'

ೋ๑୨۝୧๑ೋ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top