Chapter 4 ~ D'autre Part (Di Sisi Lain)
Di malam yang gelap itu, Rean berjalan sangat terburu-buru. Langkahnya hampir berlari. Sesekali ia juga menggerutu.
"Haaah, kenapa baterai ponselku harus habis? Nda, harusnya tadi aku tidak mintamu untuk pulang duluan."
Rean mengacak-acak rambut pendeknya. Berjalan sendirian di jalanan sepi yang gelap membuatnya merinding. Minim kendaraan yang lewat di jalan itu kalau malam. Rean juga tidak tahu rumor apa yang beredar sampai jalanan sepi seperti ini.
Gara-gara remidi, Rean harus mengerjakan ulang ujiannya untuk nilai tambahan sebelum pulang. Gurunya memang kejam membiarkan gadis pulang sendirian di larut malam. Faktanya Rean menolak ajakan gurunya.
Saat menyadari fakta baterainya habis membuatnya nge-freeze. Rean tidak bisa memesan taksi atau ojol untuk pulang. Benar-benar sial!
"Apa sebaiknya aku menginap di rumah, Nda? Mumpung dekat dari sini."
Sontak Rean menggelengkan kepalanya. Menampar pipinya sendiri dengan keras. Ia hampir berpikir yang tidak-tidak.
"Pulang saja!"
Bruk
Terlalu sibuk menggerutu sampai tidak sadar bahunya menabrak seseorang dari arah seberang.
"Ah, maaf. Aku tidak melihat jalan."
Rean langsung berbalik, meminta maaf kepada orang yang ia tabrak. Kecerobohannya tidak bisa dikondisikan saat Rean sedang kacau.
"Tidak apa-apa, aku juga minta maaf."
Rean sesaat jadi deja vu dengan suara itu. Ia menajamkan penglihatannya dan menjumpai seorang laki-laki yang seumuran dengannya. Laki-laki itu memakai almamater sekolah yang berbeda darinya. Tapi perawakannya sangat tidak asing di matanya.
"Lho, Rez ... Rezaril 'kan?"
Orang yang dipanggil terkejut. Ia ikut menajamkan penglihatannya. Merasa sudah cukup mengenalinya, Rezaril tersenyum pada Rean.
"Wah, Rean. Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarnya?"
"Ehe, sangat baik. Kabarmu sendiri?"
"Sama, sangat baik. Kenapa kau berjalan sendirian di larut malam begini?"
"Aku habis pulang sekolah."
"Mau aku temani pulang?"
"Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri."
"Tidak, biar aku temani!" paksa Rezaril.
Ending-nya Rezaril mengantarkan Rean pulang duluan. Rean sebenarnya sungkan untuk menerimanya, tapi kalo sudah begini Rean jadi pasrah.
Walau sudah berdua pun, Rean masih salah fokus ke sekitar. Suasana mencekam membuat bulu kuduk berdiri.
"Apa kau takut?" tanya Rezaril.
"Sedikit."
Rezaril tersenyum. "Tidak apa-apa, aku akan menemani sampai rumah."
"Aku tidak bisa mengeluh kalau kau sudah memaksa."
"Kau tidak perlu takut."
Tangan Rezaril terangkat, mengelus rambut Rean. Niat hati untuk membuat Rean tenang, justru membuatnya salah tingkah.
Rean tertegun, sesaat tadi anginnya terasa aneh. Sangat dingin dan menusuk. Auranya juga berubah mencekam.
Rean memeluk dirinya sendiri untuk menghilangkan rasa takut. Dia menghiraukan Rezaril yang tampak baik-baik saja. Sampai ada lampu yang konslet membuat Rean berjengit.
Rezaril tiba-tiba berhenti, membuat Rean semakin ketakutan.
"Rez, kenapa berhenti?"
Rezaril melirik Rean dengan ujung matanya. Tatapannya menjadi serius.
"Apa kau mendengarnya?"
"Mendengar apー"
Kritt kritt
"Hii, suara apa itu?"
Rean spontan menarik ujung lengan almamater Rezaril karena ketakutan. Suara itu semakin lama semakin mendekat.
Tap Tap Tap
Rean mendengarnya dengan jelas. Serasa dari segala arah terdengar suara langkah kaki berat. Sampai seorang pria paruh baya terlihat di lampu seberang.
Pria itu menyeret linggis. Kepalanya tertunduk lesu dan tubuhnya terhuyung-huyung. Sepertinya dia mabuk.
Rezaril menarik Rean ke belakangnya. Masing-masing dari kami membeku melihat keadaan. Pria tadi mulai mengangkat wajahnya berbarengan dengan terangkatnya linggis.
Saat itu juga, terlihat banyak orang bersenjata yang mengepung mereka berdua. Rean antara takut dan kesal. Hari ini nasibnya begitu sial sampai emosinya memuncak. Nyawanya bahkan sedang terancam bahaya. Kenapa ia harus bertemu dengan preman jalanan?
"Rean, kau tetaplah di belakangku dan jangan pergi sebelum kuinstruksikan!" pinta Rezaril serius.
Rean tidak merespon apapun. Ia hanya tertunduk. Tangannya masih digenggam oleh Rezaril.
Rezaril berpikir bahwa Rean ketakutan. Dia tidak tahu adanya perubahan pada diri Rean. Sampai pria tadi mengacungkan linggisnya ke arah mereka berdua dan orang yang mengepung langsung beraksi.
Rezaril sangat fokus untuk menghajar mereka. Saat jarak sudah lumayan dekat tiba-tiba kilatan cahaya muncul dan orang di depannya terbelah horizontal. Melihat mayat tak berdaya di hadapannya membuat Rezaril terhenyak.
"Cih, preman jalanan tak punya kerjaan."
Tanpa sepengetahuan Rezaril, Rean sudah berdiri membelakanginya dengan membawa Katana yang sudah berlumuran darah. Rezaril baru menyadari bahwa aura Rean jadi pekat dan mengerikan.
"Oi, kau juga Saint 'kan?"
Rean memandang Rezaril dengan ujung matanya. Iris merah itu menusuk hati Rezaril, membuatnya tidak berani mengambil tindakan.
"Sebaiknya kau menonton saja."
Rean membuka sarung tangannya. Mengambil kunci yang diberikan kakeknya sebelumnya. Diapitnya kunci itu di antara jempol dan keempat jari lain. Tangannya di rentangkan ke depan.
Di tengah preman bersenjata yang siap membunuhnya itu. Keluar es di sekitar Rean yang langsung membekukan semua preman bersenjata tadi dan menyisakan pria yang membawa linggis.
Karena jaraknya yang dekat dengan Rean. Rezaril hampir terkena es milik dari Rean. Cepat-cepat ia melepaskan api biru untuk menghalau es yang akan mengenainya.
"Pengguna Blue Fire, kemampuan peringkat atas yang langka. Kau harus berhati-hati."
Rezaril terhenyak mendengar ucapan Rean.
"Apa maksudmu?!"
"Kau akan tahu nanti."
Rean berjalan santai ke arah pria yang membawa linggis itu. Pria itu terlihat gelagapan ingin kabur. Sebelum ia kabur, pria tadi mengayunkan linggis ke arah Rean.
Rean dengan mudah menangkapnya. Terlihat seringaian terukis di bibir Rean. Linggis yang dipegang Rean langsung membeku, merambat cepat sampai ke pria tadi. Dalam hitungan detik semua yang membeku bersinar dan perlahan lenyap.
Sekarang hanya menyisakan Rean dan Rezaril. Rean menghampiri Rezaril sambil mengenakan kembali sarung tangannya.
"Mau apa kau? Kembalikan Rean!"
Rean menyeringai sambil menepuk pundak Rezaril.
"Aku percayakan dia padamu. Kalau terjadi sesuatu pada Rean, kau akan dalam masalah besar, Nak."
Setelah selesai mengucapkan itu, iris Rean berubah menjadi coklat. Rean terhuyung tak sadarkan diri. Rezaril cekatan untuk menangkapnya sebelum menghantam ke tanah.
Pikiran Rezaril berkecamuk, ia masih tak percaya bahwa Rean juga Saint.
'Kekuatan apa yang Rean miliki sampai kerasukan seperti itu?' batin Rezaril bingung.
Kalian semua kembalilah
Belum juga kecemasannya terjawab, ia sudah dikejutkan dengan suara misterius yang entah dari mana. Bersamaan dengan munculnya lingkaran sihir besar di bawah mereka. Di sekelilingnya muncul cahaya yang membentuk pilar. Cahayanya redup, tapi menjulang tinggi ke atas.
"Apa yangー"
Rean yang pingsan di dekapan Rezaril perlahan ikut lenyap bersama cahaya. Sekuat apapun Rezaril mendekap Rean, ia tak bisa mempertahankan Rean.
Akan aku jemput
Lingkaran sihir di bawah Rezaril berubah menjadi biru. Api biru mulai mengelilinginya. Semakin lama semakin besar sampai menjadi topan api biru yang melahap Rezaril.
Tak disangka lingkaran sihir itu membawa mereka ke tempat antah-berantah. Begitu bangun expresi keterkejutan itu tak terelakkan.
"Bangun juga kalian."
ೋ๑୨୧๑ೋ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top