Part 12
Hari ini adalah hari keberangkatan aku ke negara Escalus. Berdasarkan hasil pertemuan kemarin pagi, telah diputuskan jika aku akan ikut bersama Raja William untuk melakukan persiapan pernikahan.
Gila, memang. Aku tidak menyangka bahwa dia ingin segera menikahiku, bulan depan!
Itu berarti hanya ada sedikit waktu bagiku menuntaskan misi; merebut warisan kerajaan Nightford yang telah Escalus curi. Jujur saja, semua hal tersebut membuatku resah.
Tanpa sadar, helaan napas terselip dari sela bibirku. Padahal hari masih sangat pagi, dan rambutku masoh belum selesai ditata oleh pelayan perempuanku.
Hari ini aku bersiap-siap dengan penampilan putri pada umumnya. Gaun dengan rok berlapis, korset yang lumayan mencekik, pernak pernik perhiasan, rambut yang tertata rapi, juga sepatu berhak dan dihiasi renda. Hal-hal feminim dan menyebalkan yang jarang sekali kukenakan.
Raven tiba dengan membawakan teh khas negeri ini. Teh tersebut sangat spesial karena memiliki aroma khas pir, apel, dan jeruk. Salah satu hal yang kusikai dai Nightford, dan mungkin akan kurindukan. Mengingat di Escalus tidak ada teh sejenis ini.
"Bawalah beberapa untuk diseduh di sana," kata Raven, di sela kesibukannya menuangkan teh ke dalam cangkirku.
"Kalau kau rindu rumah, kan bisa bahaya. Aku tidak mau putri kami membuat masalah di sana," sambungnya. Aku tahu dia bermaksud meledek, alih-alih khawatir. Aku tahu itu!
"Aku bukan anak kecil atau remaja labil lagi, tahu, Kakek Tua! Aku bisa mengurus diriku sendiri di luar sana," balasku agak ketus.
Namun Raven malah menyeringai jahil, "Oh, ya? Jadi kau sudah dewasa? Tapi kok, masih saja tidak bisa bangun pagi sendiri?"
"Raven!" omelku, barulah vampir muda itu tertawa terbahak-bahak.
"Maaf aku tidak bisa ikut bersamamu," tuturnya seusai tertawa, "tapi aki dan Jendral Satomi akan mengantar kalian sampai tiba di Escalus. Raja serigala itu rupanya sangat pemilih dan sombong. Dia bilang, tidak perlu membawa pelayan dari sini, semua pelayan di istanaku sudah lebih dari cukup!"
Raven meniru gaya berbicara Raja William di akhir, dan itu sangat mengundang tawaku. Habis, sangat tidak cocok untuk Raven.
"Aku akan cepat pulang, kok," balasku.
"Kau harus! Kalau tidak, nanti kau betulan dinikahi olehnya!" sahut Raven lagi, mendramatisir, "kau juga harus berhati-hati. Mereka pasti akan sangat waspada, mengingat latar belakang kemiliteranmu."
"Aku tahu."
"Jangan lupa untuk mengabari sehari sebelum melakukan pengeksekusian terakhir."
"Siap."
"Tuliskan waktu yang akurat juga."
"Siap."
Kemudian sepanjang sisa pagiku diisi dengan celoteh Raven. Dia terus mengingatkanku dengan perincian mengenai misiku. Sekarang dia mulai terdengar seperti Satomi, atau jangan-jangan Satomi yang menyuruhnya begini?
***
Alex berdiri di halaman pintu utama istana, berniat mengantarku pergi bersama rombongan dari negara Escalus. Berjejer tiga kereta kuda yang siap mengantar rombongan, juga memuat bermacam-macam perlengkapan untuk di bawa.
Kereta paling depan akan membawa Raja William dan Perdana Mentri Jefferson, kereta kedua untuk muatan barang, dan kereta terakhir untukku juga Satomi. Dia akan ikut mengawalku di dalam kereta, sedangkan Raven mengawal dengan menggiring dari luar kereta. Katanya sih, itu protokol untuk memastikan aku tiba dengan selamat di Escalus.
Perjalanan berlangsung cukup lama, sekitar 6 jam dari perbatasan negara. Itu sebab kuda kami melaju dengan santai dan adanya istirahat sejenak di pinggir danau.
Negara Escalus ternyata lebih besar dari yang aku bayangkan. Dari perbatasannya saja butuh waktu 4 jam untuk sampai ke istana pusat. Tetapi, ternyata Raja tidak menggunakan istana tersebut untuk tinggal. Raja menggunakan sebuah puri kecil di dekat berbatasan untuk ditinggali--jaraknya sekitar dua jam dari perbatasan. Di sanalah tujuan kami.
Aku sempat menyernyit saat mengetahui hal ini. Raja William yang melihat wajah anehku saat turun dari kereta, mengatakan, "Jangan aneh, ini termasuk strategi perlindungan terhadap pemegang kekuasaan."
"Lalu, istana megah di pusat itu untuk apa?" tanyaku penasaran.
"Hanya untuk bekerja. Aku di puri ini hanya untuk tidur, kok."
"Aaah," aku mengangguk paham.
Raja William sedikit tersenyum —dia tersenyum!—kemudian mengajak aku dan rombongan masuk. Kami dijamu dengan ramah di sana. Begitu banyak makanan tersaji, padahal di meja makan hanya ada aku dan Raja William, yang lain makan di ruang sebelah.
Berbagai makanan khas Escalus disajikan. Beberapa merupakan makan khusus bangsa warewolf yang tidak dapat aku konsumsi, didominasi daging hewan mentah.
"Mengapa diam saja? " tegur Raja William yang memergokiku terdiam di ujung meja makannya, "apa kurang cocok dengan seleramu? Aku pikir vampir juga memakan hal-hal seperti ini."
Seketika aku tersenyum simpul, "bukan begitu. Hidangan pembukanya sangat lezat, tapi ... aku memiliki sedikit kesulitan memakan makanan mentah," ucapku malu-malu. Dan tentu saja aku menggunakan diksi 'aku', setelah diceramahi Raja Leo yang tidak ingin diperlakukan formal ketika kami hanya berdua.
"Aku besar di wilayah manusia untuk waktu yang cukuo lama," jelasku lagi, beralasan.
Raja William meletakan alat makannya. "Lalu, apa yang biasanya kau makan?"
Pada saat itulah Raven muncul dengan sepiring daging steak di tangannya. Ia meletakan piring tersebut di hadapanku seraya menjawab pertanyaan Raja William, "Hidangan yang dimasak hingga matang, Yang Mulia."
Raven kau penyelamatku! Dalam hatu aku tidak berhenti menjerit.
Raja William mengangguk paham. "Akan kuingat itu," katanya.
Raven melemparkan senyumannya padaku. Senyuman penuh maksud, seolah berkata 'kay berhutang padaku karena ini.'
***
Rombonganku kembali ke Nightford segera setelah perjamuan. Agak sepi rasanya, butuh waktu satu minggu lagi untuk melihat wajah mereka. Tetapi, hanya seminggu, aku tidak boleh bersedih. Anggap saja sedang berada di kemah pelatihan asing, beres.
Raja William secara pribadi mengantarku ke kamar yang akan aku tempati di sayap timur puri ini. Berbeda denganku, kamarnya berada di sayap barat. Jalanannya agak berliku, menaiki menara melewati tangga yang begitu suram. Sepi sekali di perjalanan, hanya ada tangga sepanjang mata memandang.
Setelah sekian menit, akhirnya kami tiba di koridor. Ia bukakan sebuah pintu kayu untukku, di baliknya terdapat sebuah ruangan luas tanpa cat, hanya dinding kelabu yang senada dengan lantainya, dengan satu ranjang kecil, lemari dan meja yang terbuat dari kayu. Terkesan kuno, dingin, dan bukan kamar untuk menyambut tamu negara.
Aku bergeming sebab terkejut saat pandanganku menyorot seisi ruangan.
"Aku harap kau menyukai kamarmu," kata Raja William sesikit tersenyum. "Tidak masalah kan, dengan kamar ini? Hanya kamar ini yang kosong. Ya, dengan. Kepribadian mengikuti alur yang kau punya, seharusnya sih, tidak ada masalah."
Lagi-lagi aku bungkam.
"Beristirahatlah malam ini. Besok aktivitas baru sudah menunggu. Kita pergi ke istana pusat setiap pagi dan kembali saat malam tiba. Aku harap kau membiasakan diri di sini, Putri,"
Belum sempat kuungkapkan beberapa patah kata, Raja William sudah memalingkan tubuh, undur diri tanpa permisi. Aku bingung, sesaat yang lalu beliau sangat baik. Lalu sekarang mengapa ia kembali dingin? Ada apa ini?
TBC ke Part 14
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top