PROLOG
✰𝑪𝒆𝒑𝒆𝒕𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒆𝒔𝒂𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒌𝒓𝒊𝒑𝒔𝒊, 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒔𝒆𝒈𝒆𝒓𝒂 𝒓𝒆𝒔𝒆𝒑𝒔𝒊 ✰
𝐓𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐍𝐚𝐦𝐚
Memasuki semester akhir, mahasiswa fokus berkutat dengan skripsi. Bukan rahasia umum lagi kadang skripsi menjadi 'momok' menakutkan bagi mahasiswa semester akhir, bukan karena tidak mampu mengerjakan tetapi ada aja halangan menyelesaikan skripsi.
Awalnya mengira mengerjakan skripsi itu mudah tinggal copy-paste dari tinjauan empiris dan bisa jadi bahan baru untuk calon skripsi kita.
Sering kali ketersediaan data minim, hasil analisis yang tidak sesuai teori dan hipotesis, sampai metode analisis yang tidak koheren dengan topik pembahasan menjadi kerikil kecil perseteruan antara dosen dan mahasiswa. Bisa berimbas menjadi dosen yang susah ditemui atau dosen penguji mental yang mau melihat ketika usaha sampai muak. Kalau kasusnya begini tinggal mencari mediasi yang menjembatani antara sekretaris jurusan dam ketua jurusan.
Ternyata tidak semudah itu ferguso.
Masih ada latar belakang yang harus sinkron dengan, perumusan masalah, dan tujuan penelitian. Belum lagi pemilihan variabel harus sinkron dengan metode penelitian tentunya harus sepadan dengan hipotesis penelitian sampai kesimpulan. Kalau tidak memenuhi kriteria siap-siap berjumpa dengan revisi.
Terkadang atmosfer di perpustakaan menjadi mencekam, melihat wajah kusut senior, mereka menjadi apatis terhadap lingkungan sosial sekitar. Mungkin ketika melirik senior yang berpusing ria seakan mengatakan 'Ngerjain skripsi Bang / Kak' bisa baku hantam a.k.a namanya cari mati. Ternyata skripsi bisa buat mood swing.
Terkadang, biar lebih jaman now mengerjakan skripsi asiknya di cafe yang bernuansa cozy.
Bermodal beli minuman dan makanan yang pas dikantong bisa akses wifi gratis. Mengerjakan skripsi berjam-jam dan ditemani kopi sampai habis bergelas-gelas nggak akan menjamin skripsi rampung jika bobot obrolan yang menyimpang 60% lebih banyak dari memikirkan kalimat per kalimat skripsi.
Sekarang cewek berkuncir ekor kuda yang tersemat name tag bernama Beliza Prameswari itu mengalami apa yang dirasakan senior-senior tentang drama skripsi. Bagaimana rasanya? Ya, terkadang manis-manis jambu, bisa juga menjadi pahit getir. Terkadang dosen memberi harapan untuk bimbingan setelah itu membatalkan secara mendadak karena urusan lebih penting.
Tetapi ada yang lebih mengerikan... revisi yang tiada habis plus menghadapi dosen yang super duper sibuk. Alamat menyandang status mahasiswa abadi.
"Welcome to the jungle calon mahasiswa abadi, Belize Prameswari," seru salah satu temannya yang senasib menunggu di ruang tunggu dekat lorong ruangan dosen, dia bernama Kanita.
Kanita merupakan teman angkatan Beliza, mereka menjadi sahabat saling membantu satu sama lain. Seperti hal membantu tugas, membantu absen saat mata kuliah, sampai membantu dalam dunia perskripsian.
"Enak aja, mending jadi mahasiswa kupu-kupu daripada jadi mahasiswa abadi," balas Belize sambil menjulurkan lidahnya.
"Umur skripsi lo udah 10 bulan lebih, kalau usia kehamilan itu ibarat ketuban udah pecah, harusnya segera diambil tindakan," omel Kanita panjang lebar.
Belize menghembuskan napas pelan. "Masalahnya gue baru bimbingan tatap muka sekali, sisanya bimbingan online tapi hasilnya nggak maksimal. Bayangin aja sekarang udah bimbingan ke-10 dan dospem masih aja sibuk ama bisnis."
Sebagai teman angkatan, teman seperjuangan sekaligus bernasib sama Kanita hanya bisa menyemangati Belize.
Sebenarnya bukan kemauan mereka untuk rela memperpanjang semester demi mendapatkan gelar sarjana, karena biaya kuliah itu seiring menambah semester menjadi beban berat bagi mahasiswa. Masalah drama skripsi selesai jika ada kerjasama baik antara dosen dan mahasiswa.
Keduanya hening didukung dengan sunyinya area tunggu ruangam dosen. Keduanya sibuk menyelami pikiran masing-masing. Bagi Belize, menunggu dosen hal yang menantang kalau diumpamakan seperti lotre bisa menguntungkan bisa merugikan. Menunggu dosen sudah ia lakukan sejak menuntut kepastian dengan skripsinya.
Sebagian mahasiswa menganut 'jadi mahasiswa gentayangan buat dosen sampai muak'. Hari ini Belize ingin bernegosiasi agar Bu Nindi selaku dosen pembimbing mau mempertimbangkan skripsinya untuk maju ke tahap seminar.
"Liz, gimana udah dapat jawaban dari Bu Nindi?"
Belize menggeleng lemah. Dia terpaku dengan papan nama tersemat di ruangan dosen bernama Nindia Sari S.E.,M.Si. Ruangan sebesar kubus itu telah menarik magnet kaki Belize untuk melangkah. Benar saja, kali ini dia mengikuti kata hatinya. Meski akhirnya dia usir, ia tak apa. Lebih mencoba lalu dapat hasil daripada tidak mencoba sama sekali. Merasa dirinya punya hak untuk mempertahankan agar progress skripsinya menjadi lebih baik.
Setelah memberanikan diri, raut wajah Belize menggelap.
Tidak melayani konsultasi.
See, sudah diduga. rutuk Belize dalam hati.
Belize menggembungkan pipinya dan duduk bersebelahan kembali dengan Kanita.
"Udah-udah, stay positif aja. Siapa tau ibunya lagi nggak enak badan makanya nggak ke kampus," ucap Kanita sambil menepuk pundak Belize.
Dari kejauhan tempat duduk mereka, ada adik tingkat mereka yang diketahui bernama Bina, menghampiri Belize dan Kanita.
"Apakah di sini ada yang namanya Kak Beliza?"
"Ya, saya. Kenapa Ibu Nindi memanggil saya?" tanya Beliza antusias, secercah harapan akan muncul.
"Oh, bukan. Kakak ditunggu di ruangan sekretaris jurusan," jawab adik tingkat yang diketahui namanya Bina, membuat Beliza tak sengaja menjatuhkan draft skripsinya yang mengenai kaki Kanita.
Astaga belum aja dr
ama skripsi selesai, sekarang nambah masalah lagi.
"Terima kasih infonya Bin, sekarang gue mau nemuin bu Sekjur dulu."
"Sama-sama Kak Belis," seru Bina riang.
"No, panggil Elis bukan Belis," protes Beliza yang direspon senyum canggung dari Bina.
Memang untuk soal namanya, Belize menyayangkan namanya rentan menjadi plesetan lelucon.
Seperti ketika masa sekolah teman-teman dan gurunya sering menyebutnya Belis alias makhluk yang menjadi umpatan kasar ketika seseorang sedang marah. Terkadang mood bisa berubah menjadi orang kesetanan.
🎓🎓🎓
"Permisi, ibu memanggil saya?" tanya Beliza hati-hati.
"Kamu yang namanya Beliza Prameswari?"
Dengan langkah anggun Beliza mulai memperkenalkan diri, dari nama, nomor induk mahasiswa sampai asal jurusan. Setelah itu menunggu persetujuan Sekretaris jurusan yang diketahui namanya Bu Nana mempersilahkan duduk.
"Duduk," titahnya.
"Jadi begini, untuk mempertahankan akreditasi tetap berpredikat unggul maka kami memutuskan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan dengan meluluskan mahasiswa tepat waktu. Kamu dan ketiga teman lainnya angkatan 2015 tinggal punya kesempatan sampai semester depan, kalau tidak risikonya drop out, gimana?"
"Nggak gimana-gimana bu, saya sekarang lagi stuck sama revisi. Bu Nindi selalu memberi saya revisi tiap bimbingan, tetapi tidak memberitahu letak salahnya dimana. Kalau kayak gini bisa OGDJ bu."
"ODGJ itu apa, Nak?"
"Orang dalam gangguan jiwa bu."
"Bu Nindi titip pesan dengan saya untuk revisi skripsi kamu, tetapi dia berhenti menjadi dosen pembimbing kamu karena dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S3 di luar negeri. Jadi saya akan merekomendasikan dosen pembimbing baru yang pas untuk kamu. Untuk SK bimbingan nanti saya yang proses, yang penting demi akreditasi kita terjaga kredibilitas-nya. Sekarang saya akan tawarkan sama kamu.
Kalau kamu setuju saya akan mencarikan segera dosen pembimbing baru, tetapi kalau tidak mau kamu harus selesaikan sendiri masalah skripsi kamu. Jangan sampai waktu mepet mau drop out kamu minta dipercepat dengan saya. Ini berlaku dengan ketiga teman seangkatan kamu yang lainnya."
"Jadi nasib skripsi saya gimana?"
Bu Nana mendekati Belize.
"Kamu harus revisi dan ganti dosen pembimbing, mau?"
"MAU... MAU ...." teriak Belize dengan suara lantang.
"Sepakat."
Belize sadar dan membulatkan matanya. "Tunggu, maksudnya saya harus revisi lagi karena ganti pembimbing?"
Artinya gue harus rombak dari awal lagi
"Revisi plus ganti dospem."
Please cari rawa-rawa terdekat sekarang.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top