DESEMBER 2018 - REVIEW 1

Lulu balik lagi!

Setelah sekian minggu berkutat dengan empat (IYA, EMPAT) naskah yang masuk layout, akhirnya Lulu bisa agak santai dan memikirkan masa depan. Salah satu masa depan yang lagi Lulu pikirin adalah buku yang terbit di bulan Ramadhan nanti. Makanya Lulu buka deh review spesial cerita Religi. Kali aja ada yang jodoh, kan?

Sebenernya Lulu sudah ada sih naskah yang untuk bulan Ramadhan nanti. Tapi berhubung load tahun 2019 nanti meningkat, jadi Lulu harus mencari lagi demi bisa mencapai target.

Sekali lagi, Lulu ingatkan ya, review ini bertujuan membantu untuk meningkatkan kemampuan penulis berdasarkan kemampuan dan penilaian subjektif Lulu akan suatu cerita yang sekiranya Lulu ingin terbitkan. Misalnya Lulu kurang sreg atau gimana, jangan keburu berkecil hati terlebih dahulu karena di luar sana ada banyak sekali penerbit (baik yang besar maupun kecil) yang mungkin suka banget sama kisah yang kamu tulis. Setiap cerita punya pembacanya masing-masing.

Cukup ngobrolnya, mari kita bahas cerita pertama.

Cerita ini ditulis oleh Bisriyyuun statusnya sudah selesai ditulis. Mari kita bahas.

I. Kesan Pertama

Oke, karena memang mencari yang bergenre Religi, maka Lulu hilangkan semua unsur lain seperti gambar cover dan blurb. Karena jujur aja, dari keduanya sama sekali nggak ada bayangan sama sekali. Mari lanjut aja udah ke prolognya.

Terlepas dari penyajian tulisan yang masih kurang rapi, prolog ini cukup menimbulkan rasa penasaran Lulu. Kenapa? Karena cerita ini ada sangkut pautnya dengan orang ketiga. Entah kenapa Lulu doyan banget sama topik ini. Mungkin karena pernah tersakiti oleh orang ketiga (pret!).

Berhubung Lulu sedikit banyak perfeksionis, jadi sebenarnya agak terganggu dengan penyajian cerita yang kurang rapi, agak mengurangi ketertarikan untuk membaca karena bawaannya pengen dirapikan. Maafkan, Lulu biasanya proofread untuk semua cerita yang mau terbit, jadi udah mentalnya begitu.

II. Penyajian Tulisan

Nah ini dia. Mungkin Lulu nggak akan bahas satu per satu ya. Hanya bahas yang mungkin paling vital dan paling sering ditemui.

Penggunaan kata ulang adalah satu hal yang cukup mengganggu di bagian prolog. Dalam satu paragraf, ada 3 (tiga) kali kata ulang meskipun katanya beda. Jadi secara keseluruhan, Lulu merasa seperti mengulang-ulang. Bahasa Indonesia itu luas, bisa gunakan diksi yang berbeda dan istilah lain tanpa pengulangan.

Penggunaan kata ganti -nya juga banyak sekali. Ini bisa diminimalisasi. Misalnya:

Lulu memasukkan tangan ke dalam tas ransel. 

Tidak perlu ditambahkan -nya kalau itu tasnya si Lulu. Tapi jika Lulu mau nyolong, misalnya, baru deh tambahin tas ranselnya siapa gitu. Contoh di atas akan terbaca jelas si Lulu masukin tangan ke tas miliknya tanpa harus ditambahkan -nya.

Berikutnya, Lulu nggak akan bahas soal perbedaan kata depan ke dan di dengan awalan ke- dan di- ya, itu sudah sangat sering dibahas di part sebelumnya, silakan dibaca aja, karena masih ada terdapat banyak kekeliruan.

 Penggunaan huruf kapital juga perlu perhatian. Panduan lengkapnya bisa dibaca di PUEBI. Pada dasarnya nggak hanya nama orang dan awal kalimat yang perlu ditulis diawali huruf kapital, nama tempat pun perlu.

Selain itu, tanda baca juga memegang peranan penting dalam sebuah cerita. Nggak hanya butuh tanda titik untuk kalimat pernyataan, tanda tanda untuk kalimat tanya, dan tanda seru untuk kalimat bernada tinggi, tapi juga butuh tanda koma. Sekali lagi, ini terlalu teoritis jika dibahas di sini. Silakan buka PUEBI atau EYD. Di sana penjelasannya singkat kok, nggak memakan waktu banyak. Tapi untuk penggunaan tanda baca dalam dialog sudah tepat.

Susunan kalimat. Kayaknya ini juga sudah pernah Lulu bahas di part lain. Tapi nggak apa bahas lagi karena ini memang sering kejadian. Sebuah kalimat bisa dikatakan kalimat sederhana jika mempunyai dua unsur, yaitu subjek dan predikat. Atau bisa juga suatu fungsi kata berdiri sendiri sebagai frasa untuk menegaskan sesuatu atau membangun suasana.

Lulu dan Lala bertatapan. Tegang.

Begitu boleh.

Lulu menangis. Memeluk guling yang sudah basah dengan air mata.

Kurang pas. Kenapa? Karena di kalimat kedua nggak ada subjeknya. Kamu bisa tambahkan dengan kata ganti 'gadis itu' atau 'dia'. Misal males banget pake subjek, jadikan satu kalimat aja menjadi: Lulu menangis, memeluk guling yang sudah basah oleh air mata.

Kata kuncinya adalah jika mau berdiri sendiri, pastikan dia hanya berupa satu fungsi. Seperti 'tegang' tadi, dia adalah kata sifat. Sementara 'memeluk guling yang sudah basah dengan air mata' punya struktur kata kerja + kata sifat.

III. Latar Cerita

Hm... ini antara Lulu yang nggak nyambung atau emang ceritanya loncat tanpa adanya tanda-tanda. Entahlah.

Masih inget kan, di atas tadi prolognya soal suami dan istri. Tapi begitu masuk bab 1 seperti ditarik ke beberapa tahun silam. Tapi Lulu nggak bisa memastikannya secara langsung. Baru ketahuan pas ada keterangan kalau mereka itu masih SMP. Iya, memang ada clue yang menyatakan kalau itu masih masa sekolah di part 1, tapi Lulu pikir zaman SMA. Tapi ternyata mundur ke zaman SMP. Lama banget mundurnya....

Bisa jadi ini juga faktor minimnya deskripsi di awal cerita tentang isi kisah ini. Jadi, pikiran Lulu dibiarkan melayang-layang sendiri dan punya angan sendiri.

Selain soal keterangan waktu, setting tempat atau lokasi cerita juga tidak dijabarkan dengan singkat. Dengan adanya kendaraan sepeda, dan waktu yang ditarik mundur sekian tahun, membuat Lulu membayangkan waktu pas zaman Pak Habibie ke rumah Ibu Ainun naik becak (nonton deh, itu filmnya bagus). Adanya latar yang jelas sangat perlu untuk sebuah cerita.

Nggak masalah membuat cerita dengan setting tahun 1970-an di tahun 2018 ini, asal jelas. Jelas daerahnya, jelas di tahun berapa. Nggak perlu tepat dan terlalu detail yang penting cukup mendukung.

IV. Alur

Jujur, Lulu merasa alurnya terlalu lambat. Balik lagi, menurut Lulu karena ini dimulai dengan waktu yang terlampau jauh memulai. Atau bisa jadi karena kurangnya keterangan.

Kan awalnya soal si istri dan Mala. Kayaknya 2 part awal berkisah soal 'aku; dan istrinya. Mulai part 3 baru masuk sosok Mala yang disebut di prolog. Jadi, kalau Lulu hanya baca empat bab pertama, sudah pasti kebingungan cerita ini mau dikelompokkan untuk usia berapa. Di prolog harusnya dewasa, tapi masuk bab awal ceritanya anak SMP. Lulu rasa pembaca dewasa nggak akan suka penyajian awal part seperti ini.

Jika menyasar pembaca dewasa, dari awal harus dari sudut pandang orang dewasa yang menceritakan kembali kisah masa remajanya. Inget Dilan? Itu cerita remaja, tapi orang yang sudah dewasa bisa menikmatinya. Kenapa? Jelas itu adalah flashback masa SMA orang-orang yang sudah berumur 40-an. Jadi para remaja sekarang bisa menikmati karena ada unsur-unsur remajanya, tapi juga yang dewasa menikmati karena dia bisa mengenang masa remajanya.

Cerita Dilan ditulis oleh orang dewasa yang menceritakan kembali masa remajanya. Dari penulisannya kita tahu.

Kalau memang mau flashback menceritakan proses jadiannya si 'aku' dengan istri dengan adanya Mala di tengah mereka dengan menyasar pembaca dengan usia lebih muda, bisa memulai dengan prolog lain, atau tanpa prolog. Tapi, jika tanpa prolog dan tujuan akhir adalah pernikahan, balik lagi sih, target pembacanya tidak jelas dan terlalu luas.

V. Diksi dan Genre

Pemilihan katanya bagus dan indah. Dan di dalamnya juga ada puisi yang apik. Tapi, maaf sekali, karena latar dan target pembacanya tidak bisa Lulu identifikasi, maka ini jadi sesuatu yang kurang menarik dan tidak bisa dikatakan bagus atau tidak karena tergantung siapa target pembacanya. Tidak masalah menyasar niche (terbatas) reader, yang penting jelas. 

VI. Penutup

Ah, Lulu tahu apa yang menjadikan kisah ini sedikit membingungkan di balik semua diksi yang baik. Rentang waktunya terlalu panjang, menceritakan dari SMP sampai menikah. Ada masa lalu yang penting, tapi menggunakan alur maju sehingga mengambil titik yang terlalu jauh di belakang.

Ada dua saran untuk ini (selain soal teknik kepenulisan ya):

1. Jika mau menuliskan semua hal, mungkin bisa pake alur maju mundur. Sisipkan kejadian di bagian-bagian masa depan yang berhubungan dengan masa lalu, ketimbang mulai dari titik yang terlalu jauh dan bikin bias target pembaca

2. Fokuskan pada satu masa saja, tergantung apa premisnya

Semoga ini bisa jadi masukan yang membangun. Lulu menulis review ini sama sekali bukan bermaksud menghakimi penulis. Lulu hanya memberikan pendapat dari sudut pandang pembaca maupun sebagai bagian dari penerbit Lumiere Publishing.

Selalu semangat dan tetap menulis.

Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top