pangeran mimpi dapat ucapan semoga mimpi buruk
Prompt 3: Mereka bertemu ketika Reve melihat Arvari berjalan ke rambu lalu lintas (dengan random prompt generator).
Word count: 690 words
- oOo -
AKU benar-benar sial hari ini.
Hal pertama yang mendalangi segala kesialan adalah pacarku, yang sudah menjadi mantan setengah jam lalu. Dia meneleponku untuk bertemu di kafe saudaranya. Segera. Sementara aku sedang bekerja di toko roti. Dia bilang aku harus cepat-cepat bertemu karena ada sesuatu yang penting. Akibatnya, aku harus menanggung amukan bosku terlebih dulu demi izinnya, dan hampir membuat kamar apartemenku pecah untuk memakai baju baru.
Aku menyesal melakukannya.
Kami bertemu hanya untuk mengucapkan perpisahan. Lebih tepatnya, dia yang memaksaku. Dia bilang kita sudah cukup. Ayahnya bakal segera menjodohkannya dengan gadis lain yang bukan aku. Maksudnya, gadis berpendidikan, tidak menenteng noda tepung ke mana-mana, dan luar biasa cantik.
Aku tidak bilang diriku jelek atau semacamnya. Hanya saja, sebagai gadis yang membayar sewa apartemen saja masih susah, aku sebaiknya tidak disandingkan dengan mantan pacarku.
Sekarang, aku tidak tahu apa yang mesti kulakukan selain menghela napas ratusan kali. Kalau bisa sampai ribuan. Ada amarah yang perlu kukeluarkan. Tapi tidak bisa. Ada rasa ingin menangis. Tapi air mata terhalang oleh rasa malu dan emosi yang meletup-letup. Akhirnya kuputuskan untuk menghabiskan uang jajan selama tiga hari dengan membeli kopi di kafe lain. Aku benci kopi dan rasa pahitnya yang menyengat. Namun, bau kopi selalu menenangkan.
Kupikir semuanya jadi tenang ketika kafein mulai mendistraksi pikiranku, sampai mataku menangkap seseorang di seberang zebra cross.
Pucat. Tinggi. Bernuansa hitam malam. Tidak salah lagi, dia pasti orang itu. Si putra Morpheus, anak dewa sialan yang berani-beraninya mencemplungkanku ke laut enam bulan lalu!
Dia melihatku lebih dulu, aku yakin, sebab matanya sedari tadi tidak lepas dariku. Dan ketika aku menyadari sosoknya, dia tersenyum.
Oh, tidak. Ini bakal buruk.
Kaum abadi tidak bisa tidak menyebabkan masalah ketika mereka tersenyum tanpa alasan.
Dan benar saja. Ketika sebuah bus berlalu di jalan, kontak kami terputus. Secara normal harusnya dia kelihatan lagi setelah bus menghilang, tapi sosoknya raib. Tempatnya berdiri semula hanya berisi orang-orang normal yang berlalu-lalang.
"Halo, Nona Ikan."
Aku melontarkan sumpah serapah dan tiba-tiba saja genggamanku pada gelas kopi lepas. Minuman itu jatuh, tumpah dan noda cokelatnya menodai sepatuku. Hebat.
"Ups. Aku turut berduka," kata si Putra Morpheus. Entah dengan kekuatan gaib apa yang membuat dia sudah ada di sampingku saat ini.
Aku merengut kesal. "Mau apa?"
"Ini baru pertama kudengar ada orang yang tidak menyapa dengan ramah,” kata Putra Mimpi.
"Dan ini juga pertama kalinya orang yang mendorong gadis ke laut bicara seolah dia tidak pernah melakukannya," balasku. "Kau bahkan tidak minta maaf."
Putra Mimpi mengangkat bahu. "Kau masih hidup. Kupikir sudah mati karena aku tidak dengar soal awak kapal yang menyelamatkan seorang gadis. Omong-omong," matanya tiba-tiba menelisikku dari bawah hingga atas, "penampilanmu terlalu sederhana dibanding yang kemarin."
Itu karena aku memang tidak memiliki kekayaan untuk naik ke kapal pesiar. Pamanku yang baik hati memberiku kesempatan berlibur, dan pria ini mengacaukannya. Aku benci itu. Sekarang, setelah enam bulan berlalu dan berharap kami takkan bertemu lagi, dia muncul bak kuncup bunga yang mengembang tiba-tiba. Plop!
Aku memutar langkah, berusaha pergi dari Putra Mimpi. Namun, seolah diatur ada sebuah mobil yang melaju kencang hingga aku nyaris saja tertabrak olehnya. Lenganku dicekal erat oleh si Putra Mimpi, dan entah kenapa aku tak berterima kasih atas itu. Bukan berarti aku lebih senang menjadi onggokan daging tak bernyawa daripada diselamatkan.
"Whoa, kali ini aku menyelamatkanmu," kata Putra Mimpi. "Berarti kita impas, kan?"
Kutarik paksa lenganku, hampir menabrak orang lain karena terhuyung. "Dalam mimpimu!"
Putra Mimpi menyeringai. Aku menyadari bahwa kata-kataku barusan salah besar untuk dilontarkan padanya. "Tapi, aku berani bertaruh mimpiku takkan sejelek ini. Aku punya beribu cara untuk membuatmu merasa berterima kasih dan, setidaknya, hormat padaku."
"Ya, ya, teruslah berkhayal sampai mimpi-mimpimu jadi racun untuk dirimu sendiri."
Putra Mimpi terkekeh. Aku tidak mau mendengarnya tertawa-tawa. Itu hanya merusak pendengaranku sampai ke otak.
Dia memang tidak berusaha mengejarku di trotoar, tapi tiba-tiba, aku merasakan sensasi bisikan yang tidak alamiah. Energinya membuat isi perutku teraduk.
Sampai jumpa, Nona Ikan. Itu suara si Putra Mimpi. Tenang saja, aku akan ingat kutukmu baik-baik. Dan, oh, jangan heran kalau mimpimu hari ini membuatmu sulit bangun. Berani taruhan, kalau bukan wajahku yang ada di dalam alam bawah sadarmu, itu pasti ayahku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top