Chapter 16

Geo mengantar Reventa sampai pulang ke rumah, sebelum Geo pergi Reventa menahan lengan cowok tersebut.

"Geo, lo sibuk?" tanya Reventa.

Geo menggeleng, kemudian menaikkan sebelah alisnya lalu bertanya, "Nggak, emangnya kenapa?" tanya Geo.

"Gue takut sendirian di rumah, lo mau temenin gue gak?" tanya Reventa.

Geo dengan senang hati menerima tawaran dari Arventa tentunya, bagaimana bisa ia melewatkan kesempatan emas yang tak datang dua kali. Geo memarkir motor di depan halaman rumah Arventa, kemudian mengikuti gadis tersebut yang masuk dalam rumahnya.

"Lo duduk aja di situ, gue bikinin minuman dulu," ucap Arventa.

Geo mengangguk dan duduk di kursi. Geo meluaskan pandangan dan memerhatikan setiap isi rumah Arventa yang sederhana.

Terpintas di pikirannya bahwa ia akan memiliki Arventa secara tiba-tiba.

Tak lama kemudian, datanglah Arventa sembari membawa biskuit dan minuman dingin lalu meletakkannya di atas meja.

"Makan yah, Kak," ucap Arventa.

Arventa duduk di samping Geo kemudian mendekat membuat pria yang berada di sampingnya langsung salah tingkah.

"Ada yang mau gue omongin," tatap Arventa serius ke Geo.

"Apa, Vent?" tanya Geo.

"Lo suka sama gue, Kak?" tanya Arventa.

Geo mengangguk mantap, "Gue cinta malahan," jawab Geo.

"Kalau lo serius sama gue, gue bakalan balas perasaan lo," perkataan Arventa sukses membuat Geo menahan napas.

"Gue gak bakalan kecewa-in lo, lo mau kan jadi pacar gue, Vent?"

"Eum, iyah," jawab Arventa.

Tanpa gugup dan ragu lagi, Geo memeluk Arventa seolah-olah gadis tersebut hanyalah miliknya.

Memang benar, sekarang Arventa milik Geo.

"Kak, jangan kasih tau sama ketua organisasi, yah," pinta Arventa.

"Hadeh, mana mau gue kasih tau ke Fadli, bisa-bisa dikeluarin kita," balas Geo.

"Gue mau nanya, kenapa lo mau sama gue?" tanya Geo.

"Membuka perasaan dan melupakan semuanya, dalam arti yang sesungguhnya merupakan pelampiasan," jawab Arventa jujur.

Geo mengepalkan tangannya, merasa marah setelah mendengar alasan Arventa menerimanya.

"Lo jadiin gue pelampiasan lo doang?!"

Arventa mengangguk. Detik selanjutnya Geo pergi tanpa pamit, yang dapat Arventa simpulkan adalah, hubungan dirinya dengan Geo telah berakhir.

"Yes, gue berhasil!"

Lompat Arventa, Arventa sengaja melakukan ini agar Geo berhenti mengejarnya.

"Memang menyakitkan, semoga lo bisa maafin gue," ujar Arventa.

~~~

Geo kembali ke tempat anak organisasi berkumpul, semuanya menatap cowok itu dengan heran yang datang tiba-tiba tanpa mengucapkan salam.

"Lo kenapa?" tanya Fadli.

"Gak kenapa-kenapa," jawab Geo, namun wajah pria tersebut tampak terlihat jengkel.

"Pasti ada apa-apa, jujur aja," balas Fadli.

"Urusan pribadi, lo gak ada hak buat tahu," balas Geo.

Fadli berdecak sebal, dan memilih untuk melanjutkan rapat mereka.

Sementara Rejav, Aksa dan Japra saling menatap. Mengerti akan maksud dari tatapan masing-masing, mereka kompak meminta izin.

"Maaf, bang. Kami bertiga harus pulang, ada urusan mendadak di rumah," izin Japra.

"Izin kenapa?"

"Kandang ayam kebakar, takut merambat ke rumah," jawab Japra.

Tanpa menunggu balasan dari Fadli, mereka berdua langsung pergi.

Fadli hanya menggelengkan kepala sambil menatap kepergian mereka bertiga dengan perasaan curiga.

Curiga akan dirinya yang telah dikelabui oleh Japra.

Dan kenyataannya memang benar.

Ketiga cowok itu, tidak langsung pulang, mereka lebih memilih untuk berjalan-jalan di suatu tempat yang membuat mereka sedikit terhibur.

"Eh, Pra. Ngapain lu bawa kita di taman bunga?" tanya Aksa.

"Manjain mata lah, emangnya apa lagi? Tuh liat! Cantik banget bro," jawab Japra kemudian melihat seseorang berambut sebahu yang berdiri membelakangi mereka.

"Widih, bener juga. Eh, coba panggil Pra," balas Aksa.

"Hai," panggil Japra.

Ketika orang tersebut berbalik, ternyata dia seorang laki-laki yang seperti preman, dan kenyataannya memang laki-laki itu seorang preman.

"Anjer, preman woi! Kabur," teriak Japra.

Rejav hanya berdiri santai dan menghampiri preman tersebut lalu minta maaf, "Maaf, temen saya kirain abang itu cewek," ucap Rejav.

"Hahaha, santai aja bro. Udah biasa mah gue disangka Cewek," balas preman tersebut.

"Ok bro, gue duluan," pamit Rejav.

Preman tersebut mengangguk ramah, setelah itu barulah Rejav menyusul dua sahabatnya.

"Hosh, lo berani banget, Jav. Lo baik-baik aja, kan?" tanya Japra.

Rejav mengangguk kecil sebagai jawaban.

Merasa tak ada yang menarik, mereka memilih untuk pulang dan menyusun rencana baru untuk pendekatan Rejav dan Arventa.

Sampai di rumah, mereka duduk di ruang tamu dan membicarakan langkah-langkah apa yang harus dilakukan Rejav untuk memilili Arventa.

"Gini aja, lo ngeue sama Venta biar hamil, dan akhirnya lo nikah dah sama Venta," usul Aksa mendapat tonjokan dari Rejav.

"Ngaco lo," balas Rejav.

"Iyah ngaco, diajak ngeue udah pasti Arventa gak mau, secara kenyataan otong Rejav itu kan kecil," ucap Japra membenarkan perkataan Rejav dan mengumbar berita yang tidak benar mengenai otong Rejav.

"Bangsat lu, otong gue besar, coeg," dan akhirnya Rejav membalas karena tidak terima mendengar penuturan Japra yang merendahkan masa depannya.

"Jika dibandingin punya gue sama lu berdua, beda jauh. Gue Harder lu berdua Easy, udah tau kan perbedaannya?" tanya Rejav.

Aksa dan Japra memicing, kompak memandang Rejav dengan tatapan sinis.

"Hoax, kalau bener kita buktikan siapa yang lebih besar. Pemenangnya bakalan--" Sebelum selesai, Japra dihadiahi semburan pedas oleh Aksa. "Asw, mulut lo pengen dicuci pake air panas biar bersih dari kuman mesum."

🐈

Selamat malam semuanya, pertama-tama author meminta maaf kepada kalian karena tidak mengupdate cerita ini dalam waktu yang sangat lama.

Untuk menebus hal itu ... Dari sekarang,  author akan rajin mengupdate cerita ini.

Salam dari author, Muhammad Taufiq.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top