Chapter 13
Mereka berempat menuju kelas masing-masing, terutama Arventa yang telah ditunggu oleh Mona dan Cici. Setelah sampai, Mona menghampiri Arventa dan berteriak kala melihat pipi Arventa yang agak membengkak kemerahan.
"Astagfirulah, pipi lo kok gini, sih?" tanya Mona.
"Ditampar tadi, sama Rega," jawab Arventa.
Cici yang sedang minum, spontan melempar botol mineralnya dan mengusap pipi Arventa kemudian berkata dengan kesalnya, "Brengsek banget sih, Rega. Belum berubah juga sifatnya."
Arventa hanya dapat mengangguk, percuma dia membahas lebih jauh lagi karena tamparan dari Rega telah terlanjur terjadi. Jadi dia harus apa? Membalas Rega? Yang ada dia yang tambah bonyok.
"Ish, udah-udah, percuma juga marah ke dia, gak bakalan tobat," balas Arventa.
Cici dan Mona hanya mendengus, menurut mereka berdua, Arventa masih saja baik kepada cowok yang jelas-jelas menyakitinya. Jika mereka yang berada di posisi Arventa, mungkin wajah Rega telah penuh dengan luka cakaran dan sayatan dari kuku panjang nan indah mereka.
"Eh, daritadi Kak Geo ngekhawatirin lo, tuh," beritahu Cici dan Mona mengangguk mengiyakan.
"He'em, mukanya jangan ditanya lagi, penuh dengan peluh keringat yang sangat pas membasahi wajah seksinya," lanjut Mona membayangkan dirinya yang dicari oleh Geo dengan keadaan seksi seperti yang dikatakannya tadi.
"Oh," balas Arventa. Mona dan Cici tak tahan menyubit lengan Arventa dengan gemas.
"Arventa!" teriak seseorang yang masuk kelas mereka, dan ternyata pria tersebut adalah Geo.
"Eh, Kak Geo?" tanya Arventa.
Geo menghampiri Arventa dan memegang kedua bahu gadis tersebut penuh khawatir, "Pipi lo kenapa, hm? Siapa yang ngelakuin?" tanya Geo.
Mona dan Cici menggigit kuku jari tangan mereka, tak tahan melihat Geo yang begitu tampan sedang mengkhawatirkan Arventa.
"Eh, ini gak papa kok," balas Arventa, enggan menjawab pertanyaan Geo.
"Rega, kak, pelakunya," celetuk Cici.
Mona melotot menatap Cici yang ceplas-ceplos. Mengetahui siapa pelakunya, Geo mengepalkan tangan erat karena emosi. Dirinya telah berjanji jika ada seseorang yang menyakiti Arventa maka akan berurusan dengannya.
Tanpa pamit terlebih dahulu, Geo meninggalkan mereka bertiga yang langsung panik seketika. Tanpa lama-lama, Arventa berlari menyusul Geo untuk menahan pria tersebut. Karena, jika Fadli tahu mereka akan dikeluarkan dari organisasi.
"Hadeuh, ini semua tuh gara-gara, lo, Ci. Mulut kok lemes banget," gemas Mona menjitak dahi Cici.
Cici mengusap dahinya dan merenggut sebal, kemudian menyusul Arventa dan Mona yang mendahului.
Geo berjalan dengan buru-buru serta dada yang naik turun dikarenakan emosi yang meluap-luap, pandangan pria tersebut tertuju kepada Rega yang sedang bercanda bersama teman-temannya.
"Rega!" teriak Geo.
"Eh, Bang Geo, kenapa bang?" tanya Rega. Geo tak membalas maupun menjawab, melainkan memberi Rega sebuah hadiah berupa tonjokan yang keras tepat mendarat di pipi kanan cowok di depannya.
"Yang lo dapetin belum seberapa dari sakit yang dirasain cewek, gue!" sinis Geo tanpa rasa kasihan ke Rega karena hati dan logika Geo telah dikuasai oleh emosi yang membeludak.
Rega bangkit dari tanah dan membalas Geo, namun Geo dengan mudahnya menahan tangan Rega kemudian melayangkan tinju kedua kalinya di pipi kanan Rega, tak sampai di situ, Geo menahan Rega agar tidak terjatuh, bukan untuk menolong, malah Geo menambah sakit yang dirasakan Rega. Yaitu berupa tendangan mengenai perut Rega.
"Di organisasi, memang gue terkenal pendiam. Tapi, asal lo tau, sekali ada yang ngusik gue ataupun orang yang penting dalam hidup gue. Jangan harap lo bisa lolos, camkan itu!" peringat Geo.
Kemudian, datanglah Arventa, disusul oleh Mona dan Cici. Untung saja mereka cepat karena Geo hampir menendang wajah Rega yang telah babak belur, namun sebuah cubitan berhasil membuatnya berhenti dan malah meringis.
"Kak Geo, Rega bisa meninggal!"
Geo mengusap perutnya yang dicubit oleh Arventa, dan seketika emosinya mencair begitu saja kala melihat wajah Arventa yang menggemaskan ketika memarahinya.
"Biar aja gue bunuh, biar gak gangguin lo lagi," balas Geo.
Arventa berdecak, lalu ingin membantu Rega untuk berdiri tapi tangannya ditahan oleh Geo. Saat Arventa menengadah dan menatap Geo, tatapan dari pria tersebut sangat serius dan berhasil membiusnya dalam kediaman.
Geo tersenyum dan menampilkan gigi putihnya yang tersusun rapi, kemudian memerintakan mahasiswa lain untuk membantu Rega karena Geo tidak terima dan merasa cemburu ketika Arventa berinteraksi dengan pria lain, kecuali dirinya.
"Satu-satunya cewek yang buat gue gini, itu lo, Venta. Cuma, lo," ucap Geo.
Arventa sendiri bingung harus menjawab apa, sedangkan Mona dan Cici mengode Arventa agar cewek tersebut membalas Geo, namun Arventa begitu polosnya tidak peka dengan kode tersebut.
Karena kesal, Cici menarik Arventa dan langsung mengatakan di depan Geo, "Maaf yah, kak. Kita harus pergi dulu, ada urusan mendadak, hehehe," pamit Cici kemudian pergi, di sisi lain Mona terlebih dahulu menghampiri Geo juga.
Dan berkata, "Makasih yah, kak. Udah bonyokin, Rega," setelah itu Mona menyusul Cici dan Arventa.
Geo sendiri tersenyum miris, ternyata perlakuannya belum seberapa di mata Arventa, tapi, pria tersebut tidak berputus asa setelah menolong Arventa. Karena apa? Ia akan terus berjuang sampai memiliki hati Arventa.
Di sudut lain, Japra dan Aksa geleng-geleng kepala. Menurut mereka, bos Rejav kalah selangkah dibanding Geo dan sebagai sahabat, mereka berdua harus melakukan sesuatu untuk kembali menyamakan kedudukan Rejav dan Geo untuk menentukan siapa yang lebih layak menjadi pacar Arventa.
•••••••••
Jangan lupa vote dan komentar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top