📍 [⅔x + 1 = 3] I Hate You, Fernan ✓
❝NAMUN, LAGI-LAGI KENYATAAN MENAMPARKU SUPAYA BANGUN DARI HALUSINASI.❞
~•••~
Selamat Membaca!!!
💭💭💭
Aku benar-benar sebal dengan lelaki yang bernama Fernando itu. Kenapa, sih, dia harus terpilih jadi pengurus MPK? Gara-gara hal tersebut, aku jadi sering bertemu lelaki itu. Bahkan, pertemuan pertama kami pun sangat tidak bersahabat. Seolah dia sudah mengibarkan bendera perang padaku, padahal kami belum berkenalan.
Oh, ya. Untuk kalian yang penasaran siapa si Fernando yang menyebalkan ini, biar aku beritahu. Dia adalah lelaki yang saat itu pernah mempermalukanku di depan banyak orang saat aku melakukan eksekusi bersama sahabat-sahabatku. Bahkan, dengan ringannya ia mengklaim bahwa kami berempat tidak punya hati. Enak saja, kalau tidak punya hati, bagaimana kami bisa hidup sampai saat ini?
Kalau kalian ingin tahu bagaimana pertemuan pertama diriku yang menyebalkan dengan Fernando, sini, aku akan ceritakan pada kalian semuanya.
Jadi, saat itu aku dan ketiga sahabatku sedang berjalan menuju kelas setelah makan di kantin. Waktu itu aku asyik mengobrol dengan sahabatku, hingga akhirnya obrolan kami harus terhenti karena ada sesuatu yang membentur kepalaku. Jujur, saat itu kepalaku rasanya sakit sekali.
Aku baru menyadari bahwa yang membentur kepalaku adalah bola basket. Uhh, pantas saja. Bola basket, kan, keras.
"Fel, kamu nggak apa-apa?" Nandini, Ghina dan Fikay spontan mengelus kepalaku dengan lembut. Namun, aku tetap tidak terima. Siapa, sih, yang sembarangan melempar bola basket? Belum sempat aku berteriak untuk mencari tahu siapa yang beraninya melempar bola basket ke aku, tiba-tiba ada seorang lelaki yang jangkung datang ke arah kami.
Tatapan kami sempat berserobok selama beberapa saat. Aku nyaris saja tersesat pada tatapannya kalau saja aku tidak sadar bahwa lelaki ini yang melempar bola basket itu. Huh, padahal aku ingin memuji ketampanan lelaki ini. Atau mungkin lebih baik aku memaafkan dia saja, ya? Jujur, aku terpana dengan lelaki ini dalam sekali pandangan.
Namun, lagi-lagi kenyataan menamparku supaya bangun dari halusinasi. Lelaki yang seharusnya meminta maaf padaku dengan ringannya pergi begitu saja setelah mengambil bola basket. Kurang ajar!
"Hei! Kamu, kan, yang lempar bola basket ke aku?" teriakku pada lelaki tak bertanggung jawab itu. Aku sudah tak peduli dengan wajah tampannya, karena sikapnya tadi sukses membuatku kesal.
"Iya, kenapa?" Oh, semesta. Lelaki ini benar-benar membuatku kesal setengah mati.
"Tanggung jawab, dong. Minimal minta maaf gitu. Kamu nggak tahu, ya, rasanya kalau kami eksekusi!" teriakku lagi.
Namun, lelaki itu hanya mengangkat sebelah alisnya. Dengan santai, dia langsung kembali ke lapangan seolah kejadian tadi tidak ada apa-apanya. Bahkan kata "maaf" pun sama sekali tak keluar dari mulutnya. Sejak kejadian itu, aku berjanji pada diriku sendiri kalau lelaki ini suatu hari pasti akan kami eksekusi.
Namun, sayang, janji itu tak akan pernah terwujud. Ternyata, orang tua lelaki itu—yang rupanya bernama Fernando—adalah salah satu penyumbang terbesar di SMA D. Mau tak mau aku terpaksa untuk tidak berurusan dengan lelaki ini. Kalau tidak, nasibku pasti habis oleh papa, karena orang tua Fernan cukup berpengaruh di SMA D. Oh, semesta. Betapa malangnya diriku ....
💭💭💭
"Yuk, ke ruang OSIS," ajak Ghina saat kami sudah sampai ke sekolah. Hari ini, kami para pengurus OSIS-MPK akan berdiskusi tentang MOS yang akan kami laksanakan beberapa minggu lagi.
"Aku berharap MOS kali ini lebih seru daripada MOS tahun lalu. Dulu, kan, garing banget," celetuk Fikay. Benar juga ucapannya. Tahun lalu MOS kami memang biasa saja, tidak ada kesan mendalam.
"Tenang saja, aku ada ide supaya MOS kali ini luar biasa," ujarku penuh dengan misteri.
"Apaan?" Sontak mereka bertiga menoleh padaku.
"Nanti bakal kuberitahu, kita masuk ke ruang OSIS dulu, yuk."
Saat masuk ke ruang OSIS, dapat kulihat seseorang yang paling kubenci duduk dengan santainya di pojok ruangan. Lihatlah! Dia asyik sekali berbicara dengan perempuan lain, sedangkan pada diriku, dia selalu sewot dan tidak ada manis-manisnya. Oh, asal kalian tahu, aku tidak cemburu, ya. Hanya saja ... entahlah, aku tidak suka!
Saat masuk ke ruang OSIS, aku langsung menarik kursi yang ada di sebelah Fernan dengan kasar. Memang hal itu sengaja kulakukan. Sesuai dengan harapan, lelaki tak tahu diri itu menoleh padaku. Namun, hanya sesaat, karena setelah itu dia langsung kembali mengobrol dengan teman perempuannya. Ah, sial.
"Fel, kamu, kok, cemberut gitu?" Secara tiba-tiba Fikay yang ada di sebelah kiriku berbisik. Hah? Memangnya kentara banget, ya, kalau aku lagi kesal?
"Emang iya?" tanyaku balik. Namun, Fikay hanya terdiam sesaat sambil memperhatikan sebelah kananku. Secara perlahan, senyum mengembang dari bibirnya.
"Kamu cemburu?" bisiknya lagi, tetapi dengan pandangan menggoda.
"Cemburu apaan?" tanyaku bingung. Tanpa bicara, ia mengarahkan matanya ke samping kananku. Sial, apa dia mengira aku cemberut karena cemburu pada perempuan yang diajak Fernando mengobrol itu?
"Enggak sudi!" geramku.
💭💭💭
Holaaa, kembali lagi denganku. Siapa, nih, yang kesel sama sikap dinginnya Fernan? Hayuu, sini kita kumpul :")
Kalau Fernan mah, bodo amat lah ya. Cool aja. Wkwk.
As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.
Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.
Have a nice day.
©Surabaya, 22 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top