📍 [³log9 × 3²] Pesan (lagi)

KALIAN MENDAPATKAN SURAT ITU LAGI, TAPI AKU TIDAK MENDAPATKANNYA.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

“Astaga, apa lagi ini?!” Sontak aku berteriak kesal saat telah siap akan keluar dari kamar dengan seragam lengkap untuk sarapan. Bagaimana aku tidak kesal, karena tiba-tiba saja aku baru menyadari ada sebuah kertas yang terselip di dalam tasku saat mengecek apakah barang-barang yang harus dibawa ke sekolah sudah lengkap.

Sial, siapa yang beraninya taruh kertas itu di sini?! Dan lagi-lagi isi surat itu adalah ancaman! Sepertinya aku benar-benar sial, huh.

Dear, Felicia Ruth

Rupanya kau sudah lupa dengan kejadian yang menimpa sahabatmu itu, Revina Nandini!

Apa kau tidak melihat dengan baik, keadaannya yang mengenaskan? Darah yang bertebaran di mana-mana. Bau anyir yang sangat menganggu Indra penciuman. Sungguh kau melupakan hal itu?

Jangan kau pikir aku tak tahu. Saat itu, aku sadar bahwa kau dan sahabatmu mungkin akan mendatangi tempat Nandini kuundang waktu itu. Bagaimana aku bisa tahu? Tentu saja bisa! Jangan salah, aku selalu mengikutimu ke mana pun kau pergi.

Oke, sampai bagian ini aku merasa si penulis surat terlalu berlebihan. Akhir-akhir ini aku sama sekali tak merasa diikuti. Serius! Pasti dia hanya mengada-ada saja, supaya aku ketakutan. Dan untuk yang dia melihatku pergi ke tempat Nandini berada bersama Ghina dan Fikay, mungkin hanya kebetulan saja dia datang ke tempat itu, lalu melihat kami. Mungkin ....

Ternyata surat yang kukirim untukmu dan sahabatmu sama sekali tak mempan, ya? Kau masih saja melakukan perundungan.

Bahkan, di saat sahabat-sahabatmu dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak mau melakukan perundungan lagi karena teror yang menimpa Revina, kau masih saja kaku dengan kebiasaanmu. Kebiasaan yang buruk, asal kau tahu!

Aku benar-benar geram saat membaca ini. Siapa, sih, yang iseng banget kirim aku surat aneh? Sebenarnya aku muak untuk melanjutkan membaca surat itu, hanya saja rasa penasaran terus menggelitik yang membuat aku mau tak mau meneruskan untuk membaca.

Mungkin surat kedua ini jauh lebih panjang dari yang pernah kau terima sebelumnya. Hal ini kulakukan supaya kamu paham, yang kamu lakukan itu salah!

Ingatlah, apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai. Jika yang kau lakukan itu buruk, maka akan menerima dampak buruk dari yang kau lakukan.

Jangan coba-coba untuk melakukan aksi perundungan itu lagi jika tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa dirimu dan juga sahabatmu.

Jangan coba-coba untuk nekat.

Dan dia pikir aku akan menuruti isi surat yang ia tulis? Big no! Aku yakin, bahwa surat ini hanya akal-akalan saja. Meski waktu itu sempat kepikiran dengan pernyataan Ghina jika surat teror yang pernah kami terima dan kematian Nandini itu berhubungan, tetapi aku masih menyangkalnya.

Itu sangat tidak masuk akal!

Hanya karena aku dan sahabat-sahabatku melakukan perundungan, orang itu sampai tidak ada hati lalu memutuskan untuk membunuh Nandini? Yang benar saja? Pasti pembunuhnya adalah psikopat gila.

Jujur, sebenarnya aku tak terlalu mengikuti perkembangan bagaimana kasus kematian Nandini. Apakah sudah ada petunjuk mengenai pelakunya, aku pun tak tahu. Hanya saja, yang pasti pelaku pembunuhan Nandini masih belum tertangkap.

Semoga pelakunya segera tertangkap dan kebenaran pun bisa segera terungkap. Dengan segera aku langsung melangkah keluar rumah.

Dan tak lupa membuang kertas tak berguna itu di tempat sampah setelah kuremas beberapa kali.

💭💭💭

“Serius!?” Ghina dan Fikay sontak menutup kedua telinga mereka begitu aku berteriak. Melihat hal itu, aku mendengus kesal.

“Huh, kebiasaan kalau teriak nggak nanggung-nanggung, ya,” cibir Fikay dengan raut yang terlihat kesal. Saat itu juga, aku baru sadar bahwa hampir semua murid di kelas ini menoleh ke arah kami gara-gara teriakanku tadi. Ya, saat ini sedang jam kosong. Entah di mana guru yang seharusnya jadwal mengajar saat ini. Meski begitu, tentu saja aku merasa senang dengan jam kosong ini.

“Ngapain lihat-lihat, hah?” Setelah aku berteriak, mereka yang melihat ke arah kami langsung melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. Sial, mereka kepo sekali dengan urusan kami.

“Kamu, sih, langsung main teriak aja tadi. Mereka sampai noleh ke kita, kan?” Kali ini Ghina yang berujar dengan bersungut-sungut.

“Ya, maaf. Tapi, wajar lah aku kaget sampai teriak gitu.” Mendengar ucapanku, sontak saja raut mereka menjadi menggelap. Sial, ternyata tidak hanya aku saja yang mendapatkan surat teror itu lagi.

“Coba aku lihat suratmu, Ghin,” ujarku sembari menatap Ghina. Namun, belum sempat aku membaca isi surat tersebut, Fikay langsung saja berceletuk.

“Kamu juga dapat surat kayak gitu lagi, Fel?” Tanpa menoleh padanya, aku hanya mengangguk mengiyakan. Baru saja akan kubaca isi surat itu, aku sontak mengalihkan atensi ketika Ghina bertanya pada Fikay.

“Kenapa wajahmu jadi agak pucat gitu? Ada apa?” Dan benar saja, wajah Fikay tampak memucat. Sepertinya gadis itu ketakutan. Memangnya kenapa?

“Ada apa, sih?” Lalu, pertanyaan itu terjawab setelah Fikay melontarkan sebuah kalimat yang mengejutkanku.

“Kalian mendapatkan surat itu lagi, tapi aku tidak mendapatkannya.”

💭💭💭

Oke, misteri dimulai lagi. Si peneror mulai beraksi. Kalian paham nggak, nih, kenapa Fikay takut banget begitu tahu cuma dia yang ga dapat surat? Hmm 🤔

As always, jangan lupa vote dan komen cerita ini, ya.

Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.

Have a nice day.

©Surabaya, 12 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top