📍 [²log8 × 5 (b)] Fernando

KARENA KAMU SUDAH MERASAKAN BAGAIMANA RASA TAKUT ITU, SEHARUSNYA KAMU MERASA JERA DAN TIDAK MENGULANGI PERBUATANMU YANG SAMA SEKALI TIDAK KEREN ITU.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

Fernando's POV

Akhirnya aku berhasil membuat Alicia segera beranjak dari kantin. Namun, saat gadis itu melewatiku, aku terkejut saat ia berbisik.

"Terima kasih, Kak Nando. Suatu saat, pasti akan kubalas kebaikan Kakak." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan kantin. Aku tentu saja tak memedulikan bisikannya tadi. Sebab, aku menolongnya bukan karena maksud lain, tetapi untuk membuat Felicia berhenti melakukan hal yang meresahkan.


Baru saja akan membantu Dika, teman Alicia, dan Pak Arman yang membersihkan lantai, kemejaku ditarik lagi. Huh ... pasti ini kerjaan annoying girl itu.

"Kamu tuh apa-apaan, sih? Ini urusanku dan Alicia. Bukan urusan kamu. Nggak perlu ikut campur urusanku. Ngerti nggak?" Di saat itu juga, emosiku rasanya meledak. Namun, aku berusaha menahannya semaksimal mungkin.

"Kamu itu yang apa-apaan? Kamu pikir dengan menindas adik kelas, kamu menjadi lebih keren?" Dan ... ya. Dia diam saja. Pada saat itu pula, tiba-tiba sebuah ide hadir dalam pikiranku. Ide yang cukup ekstrim, tetapi boleh juga untuk kucoba.

"Dika, maaf lagi, nih. Kamu bisa kan lanjutin bersihin? Aku ada urusan sebentar sama dia." Kulihat, Dika hanya mengangguk saja. Dia benar-benar irit bicara dan menurut saja dengan ucapanku.

Namun, aku tak terlalu banyak berpikir untuk itu. Dengan cepat kutarik tangan Felicia supaya dia mengikutiku. Lorong kosong, itu adalah tujuanku. Seperti dugaanku, lorong ini tampak sepi. Ya, memangnya siapa yang mau melewati lorong ini? Lorong yang hanya mengarah pada gudang belakang sekolah.

"Kamu ngapain bawa aku ke sini, hah? Lepasin!" Teriakan Felicia membuatku menghentikan langkah. Kami telah sampai ke ujung lorong. Tanganku yang mulanya memegang tangannya, kini dengan cepat meraih kedua bahunya. Setelah itu kudorong tubuhnya hingga menyentuh dinding.

Fel sempat meringis, tetapi aku tak memedulikannya. Aku terus membuat gadis itu tidak ada cela untuk pergi kemanapun. Namun, aku merasakan hal aneh saat melihat tatapannya. Dia tampak ... bengong menatapku? Heh, ternyata gadis ini takluk juga padaku. Membuat diriku semakin bersemangat memberikan pelajaran padanya.

Sela beberapa detik, ia seolah tersadar dengan perbuatan konyolnya yang bengong menatapku dengan pandangan ... memuja (?) Ya, aku tidak sedang over percaya diri. Namun, memang seperti ini kenyataannya. Dapat kulihat, dia berusaha berontak lagi, ingin melepaskan diri dari kungkunganku. Akan tetapi, semua usahanya sia-sia karena tenaganya yang tak sebanding denganku.

"Kamu mau apa, Fer? Aku nggak ada waktu banyak buat diem di sini." Aku masih saja diam sambil menatapnya dengan datar.

"Fernan. Lepasin!" Lagi-lagi ia berteriak. Namun, aku tak peduli. Aku mulai mendekat pada Felicia. Dapat kulihat, ia mulai ketakutan saat aku melakukan hal itu.

"Fer, aku serius. Lepasin." Semakin ia berteriak, maka aku semakin mendekat padanya. Sebenarnya aku tak ingin melakukan hal yang menggelikan ini. Namun, aku tetap harus membuat gadis di depanku ini jera.

"FER. BERHENTI. JANGAN KURANG AJAR, YA!" Yash ... dia mulai ketakutan, sesuai dugaanku. Aku pun memundurkan kepala sambil tertawa.

"Bagaimana? Kamu merasa takut, kan?" Namun, dia masih tetap diam. Raut piasnya mulai berangsur-angsur menghilang. Tadi, aku sempat merasakan tangannya bergetar. Bibirnya pun ikut bergetar. Napasnya tak karuan, bahkan mulai keluar keringat dari dahinya. Yang membuatku semakin yakin kalau dia ketakutan adalah ... matanya yang berkaca-kaca. Aku tak menyangka, ideku ini sampai membuat gadis ini hampir menangis.

"Itulah yang dirasakan korban perundunganmu. Takut. Karena kamu sudah merasakan bagaimana rasa takut itu, seharusnya kamu merasa jera dan tidak mengulangi perbuatanmu yang sama sekali tidak keren itu." Tanpa peduli keadaannya, aku beranjak pergi, meninggalkan Felicia seorang diri.

Akan tetapi, saat aku mulai berbelok dan keluar dari lorong ini, sontak saja diriku terkejut melihat Dika berdiri dengan kedua tangan yang masuk ke saku celana dan satu alis terangkat. Hei, bukankah dia tadi kuminta untuk membantu Alicia?

"Aku sudah lihat semua yang kamu lakukan, Ndo." Oke, rupanya dia melihat kami tadi. Aku memutar bola mata dengan jengah. Semoga dia tak salah prasangka.

"Aku cuma ngasih pelajaran aja ke dia. Biar kapok. Aku tidak benar-benar melakukannya. Mana mungkin aku akan melakukan hal yang menggelikan itu? Dengan Felicia pula? Seperti tidak ada gadis lain yang lebih baik." Dika pun tertawa sambil menepuk bahuku.

"Yak, apa kau sudah tidak waras?" tanya Dika sembari menggelengkan kepalanya heran.

Tentu saja aku protes padanya. "Apa maksudmu, hah?"

"Kau pikir cara yang kau lakukan itu sudah benar?" Aku langsung menyipitkan mata saat mendengar pertanyaannya. Huh, kalau tidak benar, mengapa juga aku harus repot-repot melakukannya.

"Kenapa memangnya, heh?"

Lagi-lagi, Dika menggeleng. "Bego sekali kau ini. Kalau ada orang lain melihat kelakuanmu, walaupun alasanmu melakukan hal itu untuk tujuan 'mulia', tetap saja kau akan dianggap melakukan pelecehan."

Sontak aku terdiam mendengar ucapan lelaki bergigi kelinci ini. Benar juga, mengapa aku tidak memikirkan hal itu sama sekali. Meskipun tempat ini sepi, tapi tetap ada kemungkinan, kan, jika ada orang yang berniat melewati lorong ini.

"Kau ini ... masih tidak berubah. Ceroboh, tidak memikirkan resikonya dulu," cibir Dika. Sial, pipiku mendadak jadi panas. Untunglah tidak ada yang melihat aku dan Felicia tadi-kecuali Dika, tentu saja. Atau mungkin, sepertinya ada yang melihat kami berdua di lorong, tapi aku tidak menyadarinya? Argh ... semoga itu tidak terjadi.

"Untung saja Felicia adalah tipe perempuan yang takut jika akan dicium oleh lelaki aneh." Sontak aku membelalakkan mata saat Dika mengataiku aneh. Haish, menyebalkan. "Coba bayangkan jika Felicia justru tipe perempuan yang terima-terima saja dengan ciuman lelaki manapun, apa kau akan melanjutkan 'aksi'-mu itu, hah?"

Aku yang tadi sudah membelalakkan mata sekarang makin melebarkan mataku. Aku tak peduli jika wajahku akan tampak menyeramkan, karena memang itu tujuanku. Lelaki ini benar-benar ....

"Sudah, ah. Ayo masuk kelas, habis ini jam istirahat mau selesai," ujar Dika sambil berjalan menuju kelas. Sepertinya ia mulai paham kode yang kuberikan padanya lewat tatapanku.

"Santai aja, dong. Nggak usah buru-buru. Semua guru, kan, lagi rapat. Omong-omong, Alicia gimana? Memangnya sudah kelar urusan bersihin lantainya? Kok kamu ngikutin dan nguping aku, hah?" tanyaku penuh selidik.

"Oh, jadi kamu mau berduaan doang sama Felicia? Hati-hati, loh. Yang ketiga ada setan." Aku memutar bola mata dengan kesal.

Langsung saja kukeplak pundak Dika. "Aku tanya apa, jawabannya malah melenceng. Jawab dulu, yang urusannya Alicia itu gimana?" tanyaku lagi.

"Ya, aku ngaku. Tadi, aku sengaja ninggalin mereka. Ah, biarin aja lah. Pokoknya, kan, kamu udah bantu pinjemin baju olahragamu buat Alicia sama manggil Pak Arman buat bantu dia. Aku justru lebih penasaran kamu mau ngapain sama Felicia." Langsung saja aku memutar bola mata dengan jengah. Ternyata lelaki ini punya tingkat kekepoan yang tinggi juga.

"Oh, jadi kamu mulai suka sama Alicia, ya? Kok perhatian banget gitu." Sontak saja aku membelalakkan mata. Enak saja dia menuduhku seperti itu.

"Jadi, kamu pilih Felicia atau Alicia? Ternyata pilihanmu itu sama-sama ada unsur -licia, ya?" Tanpa pikir panjang, kukeplak lagi pundaknya. Kurang ajar. Ya, dia memang bukan tukang nyinyir. Namun, mulutnya benar-benar lancar sekali jika berurusan dengan hal ini. Menjodohkanku seenak jidatnya.

💭💭💭

Holaaa ... hihi, Dika emang temen yang baik. Over baik malah, sampe ngejodohin temen sendiri seenak jidatnya 🤣 Jujur, sebenarnya part Fernando ini tuh panjang banget. Niat hati pengen nyatuin sama part sebelumnya. Tapi, karena kepanjangan, daripada nanti gumoh bacanya, aku bagi jadi dua part hihi.

Tujuanku pakai POV Fernando ini cuma mau meluruskan aja. Meskipun niat Nando itu biar Fel jera, tapi cara ngancemnya itu tetap aja salah. Aku buat POV ini pun gara-gara sempat dapat kritikan 🙈

Karena ... kalau nggak ada part Fernando yang ditegur Dika itu, aku takutnya malah menggiring pembaca buat beranggapan cara yang diambil Nando itu benar, padahal sebenarnya salah! Kalau sampai aku biarin, takutnya malah nyalahin aturan Teenfict 😭

Oke, buat next part kita akan kembali ke POV Fel. Tunggu up selanjutnya, yaw.

As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.

Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.

Omong-omong, SELAMAT HARI IBU! Ya, memang sih, kasih sayang ibu tuh sepanjang masa, nggak hanya di hari ibu ini. Cuma, aku mau bilang, apapun dan bagaimanapun keadaan ibu kita, tetap sayangi beliau. Karena, tanpa beliau, kita tak akan hadir di dunia hingga saat ini.

Aku benar-benar berterima kasih sama mama, karena selalu mendukung aku di dunia literasi ini, tanpa dukungan mama dan juga orang di sekitar, aku tidak akan bisa menjadi seperti sekarang 🤧. Mama terbest emang.

Have a nice day.

©Surabaya, 22 Desember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top