📍 [log1000 × 10] Bumerang
❝SEMESTA, HARUSKAH MASA KELAMKU YANG LALU TERULANG KEMBALI SAAT INI?❞
~•••~
Selamat Membaca!!!
💭💭💭
Hari-hariku mulai terasa beda saat ini. Biasanya aku akan mendengarkan suara cerewet nan cempreng dari Fikay, gerutuan penuh kesal pada gadis yang terlalu mengidolakan Dika dari Nandini, suara kalem dan lembut dari Ghina. Namun, kini aku tak lagi mendengarkan semua itu. Aku merasa kesepian.
Dan itu semua karena kebodohanku sendiri yang ingin melampiaskan dendam. Sampai saat ini, aku terus berandai-andai jikalau tak melakukan perbuatan bodoh itu, pasti sampai saat ini mereka terus menjadi sahabatku selamanya.
Ya, kuakui kalau aku sangat egois dan ingin merasa menang.
Rasanya ingin menangis sekarang. Namun, tidak! Aku tidak boleh lemah seperti ini.
Oh, ya. Pasca kejadian aku nyaris saja dibunuh Ghina waktu itu, kedua orangtuaku yang masih ada urusan di luar kota, mendadak saja langsung pulang ke Surabaya. Mereka sangat khawatir. Bahkan, aku disuruh libur tiga hari untuk pemulihan luka di pergelangan tangan dan pundak. Padahal, aku merasa baik-baik saja.
Namun, aku tak bisa membantah. Alhasil, selama tiga hari aku terus berada di rumah dan beristirahat. Dan selama itu pula, aku tak kontak-kontakkan lagi dengan Fernan. Pertemuan terakhir kami adalah sejak di Hutan Mangrove sampai dia mengantarku pulang.
Oh, ya. Sebelumnya aku sempat dimintai keterangan oleh pihak polisi sebagai saksi atas percobaan pembunuhan yang dilakukan Ghina, serta pengakuan Ghina yang telah membunuh Nandini dan Fikay. Fernan pun ikut memberikan kesaksiannya dan mengatakan ia sempat mendengar percakapan antara aku dan Ghina.
Mengingat Ghina, perasaanku kembali tersayat. Tak pernah kusangka, bahwa dia adalah dalang di balik semua teror ini. Kejutan demi kejutan terus menghampiri diriku.
Aku tak tau harus bagaimana nanti saat masuk sekolah. Aku tak tau apakah semua siswa di SMA D mengetahui apa yang kualami waktu itu. Namun, berusaha untuk bersikap bodoh amat dan menganggap kejadian mengerikan itu tak pernah terjadi, kulangkahkan kaki masuk ke sekolah.
Sepertinya aku terlalu berlebihan. Nyatanya, semua siswa tampak biasa saja melihatku. Atau mungkin hanya perasaanku, kalau tatapan mereka tampak berbeda.
Aku sendiri sudah meniatkan diri untuk tak melakukan eksekusi lagi. Aku sangat menyesal. Sehingga, aku diam saja hari ini. Benar-benar seperti orang pendiam. Apalagi tak ada yang mengajakku berbicara.
Keadaan ini langsung mengingatkanku pada masa kelam saat SMP. Meski sudah berlalu, tetapi trauma itu masih melekat. Rupanya ketakutanku terbukti saat pulang sekolah.
"Aww." Sial, siapa barusan yang menjegal dan membuat lututku berciuman dengan lantai? Padahal, saat ini aku ingin segera pulang dan mengistirahatkan diri.
Akhirnya semua terjawab saat seorang gadis tiba-tiba berjongkok dan meraih pundakku yang masih terluka. Sialnya, dia justru meremas pundakku itu. Tentu saja aku meringis. Rasa perih itu masih ada.
"Sudah puas kamu, hah? Puas!" Aku masih diam saja saat Alicia berteriak dengan muka merah padam. Sebab, aku paham pasti dia akan membahas tentang kakaknya yang mendekam di penjara.
Ingin rasanya membalas perbuatan Alicia. Namun, aku sudah lelah. Capek dengan semua ini.
"Kamu sudah merundungku, lalu sekarang kamu membuat Kak Ghina masuk penjara. Kamu pikir aku bakal diam?"
Tak kuduga, tiba-tiba Alicia mendorongku sampai terbentur dinding. Aww, sial. Pundakku semakin perih rasanya. Spontan air mata mengambang begitu saja di pelupuk mata. Rasanya sakit, tapi aku tak tau harus berbuat apa.
Sampai akhirnya, seorang lelaki lewat di hadapanku bersama temannya. Fernando dan Dika. Melihat hal tersebut, aku langsung menatap penuh harap dan sangat menginginkan bantuan mereka untuk lepas dari kemarahan Alicia. Aku tak tahan lagi, perih di pundakku semakin menjadi-jadi. Apalagi tidak ada guru yang melewati lorong ini, jadi Alicia sangat bebas merundungku.
Namun, sepertinya aku terlalu banyak berharap, karena Fernan berlalu begitu saja setelah melirikku sekilas. Dika pun begitu. Kini, tak hanya pundakku saja yang perih, tapi perasaanku juga.
"Ngapain lihat Kak Nando kayak gitu? Ngarep bakal dibantu mereka? Jangan mimpi! Mereka nggak bakal bantu kamu. Karena kamu sudah berkali-kali ditegur Kak Nando, tapi masih saja bebal. Itulah akibatnya. Sekarang, tak ada yang menolongmu saat ini." Selepas itu, tanpa kuduga, beberapa siswa yang bergerombol di sekitar, tanpa perasaan menyiramku dengan air. Selepas mereka merasa puas, aku langsung ditinggal begitu saja.
Apakah aku seburuk itu sampai harus mendapatkan balasan seperti ini?
Sepertinya semesta sangat mengerti keadaanku. Tiba-tiba saja hujan turun dengan sangat deras saat aku akan berjalan ke gerbang sekolah. Di saat yang lain sibuk berteduh, aku justru dengan santai berjalan di bawah hujan. Bahkan, aku nyaris tak memikirkan bagaimana keadaan bukuku yang basah nantinya.
Di tengah rinai hujan ini, air mataku langsung mengalir deras. Tak ada yang tau kalau aku sedang menangis, sebab hujan berbaik hati menyembunyikan itu semua.
Semesta, haruskah masa kelamku yang lalu terulang kembali saat ini?
💭💭💭
Nyesek banget, deh, kalau jadi Fel 😢 Menurut kalian, apa yang dilakukan Alicia itu benar? Supaya Fel dapat karma dari perbuatannya selama ini?
As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.
Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.
Have a nice day.
©Surabaya, 8 Februari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top