📍 [³log(x-2³) = 2] Teguran
❝AKU NGGAK TERLALU PERCAYA HUKUM KARMA, TAPI AKU YAKIN, KALAU SETIAP PERBUATAN PASTI AKAN ADA TIMBAL BALIKNYA.❞
~•••~
Selamat Membaca!!!
💭💭💭
"Kalau jalan jangan sambil ngelamun. Fokus!" Haish ... laki-laki ini sangat menyebalkan.
"Santai, dong! Aku juga tau, kali," balasku tak mau kalah. Namun, ia menggeleng-gelengkan kepala. Ah, entahlah. Aku ingin segera menghindar dari lelaki ini. Baru saja akan melangkah pergi, tiba-tiba lenganku ditahan.
"Apa lagi, sih? Lepas nggak?" ucapku dengan geram sekaligus khawatir. Sial, kenapa aku harus bertemu dengan dia di tempat sepi lagi! Kulihat, tatapannya mulai menajam.
"Aku peringatkan sekali lagi, jangan buat kegaduhan! Memangnya apa, sih, keuntungan yang kamu dapat dari perundungan yang kamu lakukan?" Ucapannya barusan tentu saja langsung menyulut emosiku. Enak saja dia melarang seenak jidatnya.
"Hei, kamu-"
"Kepopuleran? Bukannya kamu sudah dapat itu karena 'status'-mu sebagai anak kepala yayasan sekolah kita, hm? Bukannya kamu sudah dapat itu karena 'status'-mu sebagai Ketua II OSIS? Apa segitu masih kurang?"
Saat aku akan membuka mulut dan mengeluarkan suara, lagi-lagi ia menyelaku, "Perhatian? Ya, memang kamu dapat perhatian dari semua orang dari kelakuanmu yang buruk. Hanya saja, apa kamu tidak lihat kalau semua orang itu tidak melihatmu sebagai orang yang patut dikagumi? Tapi sebagai orang yang patut dihindari!"
"Hei-"
"Apa kamu nggak sadar, secara tidak langsung kamu membuat semua orang semakin menjauhimu. Karena, mereka takut jika mereka dekat dengan dirimu, lalu mereka tak sengaja melakukan kesalahan yang membuatmu atau teman-temanmu marah, maka kalian akan menjalankan eksekusi kalian yang sama sekali tak berguna itu!" Hening sesaat, aku pun tetap terbungkam. Menunggu dia sekalian menyelesaikan semua kalimatnya. Karena, sejujurnya aku kesal sejak tadi ucapanku disela terus.
"Yang tidak aku habis pikir adalah, kenapa kamu terus-menerus merundung Alicia dan Rina? Terutama Alicia. Memangnya dia punya salah apa sama kamu? Sejauh ini yang kulihat, mereka tidak mencari masalah sedikit pun padamu. Tidak sedikit pun. Bahkan, untuk dekat dengan dirimu dan teman-temanmu saja tidak berani. Justru, aku melihat kalau kamu yang cari-cari kesalahan Alicia dan Rina agar kamu bisa merundung mereka. Benar, kan?"
"Sudah selesai bicaranya?" Setelah aku bertanya seperti itu, dia langsung bungkam. Oke, ini adalah saatku untuk membalas ucapannya.
"Apapun itu, aku bodoh amat. Itu urusanku, bukan urusanmu. Lagipula, kamu juga tidak terlibat, kan, kalau aku meng-eksekusi Alicia? Aku tidak menyeretmu kalau sedang meng-eksekusi siapapun, termasuk dengan Alicia. Memangnya kamu siapanya dia? Pacar? Nggak, kan? Saudara? Bukan juga, kan? Ya, sudah, nggak usah ikut campur! Beres, ngapain kamu jadi ikut repot, sih. Kamu diem aja juga nggak bakal kena dampak apa-apa." Setelah membalas ucapannya, aku segera melepas genggaman Fernan di lenganku dan beranjak pergi ke kelas.
Namun, langkahku terhenti saat lelaki itu berbicara lagi. "Aku nggak terlalu percaya hukum karma, tapi aku yakin, kalau setiap perbuatan pasti akan ada timbal baliknya." Selepas itu, aku mendengar suara derap sepatu yang mulai terdengar menjauh. Rupanya dia langsung pergi setelah berbicara padaku.
Ah, aku bodoh amat!
💭💭💭
"Nggak usah, Al. Aku bantuin kamu bukan buat terima ini dari kamu." Mataku sejak tadi tidak lepas memperhatikan seorang pemuda jangkung yang sedang menggenggam pakaian olahraga yang terlipat rapi. Pemuda itu tengah berdebat dengan seorang gadis berkuncir kuda. Ya, mereka adalah Fernando dan Alicia.
Saat ini, terlihat Fernando dan Dika sedang mengantri untuk membeli makanan. Lalu, tampak Alicia dan temannya yang bernama Rina berada di samping mereka.
"Nggak apa-apa, Kak. Ini sebagai ucapan terima kasihku aja karena Kak Nando sudah pinjamin aku baju olahraga dan bantu bersihkan lantai kemarin."
Aku diam saja. Entahlah Alicia sadar atau tidak aku berada di sini-seharusnya dia sadar, sih. Hanya saja, mengapa ia menemui Fernan di kantin jika untuk mengembalikan baju olahraga saja? Kenapa tidak menghampiri kelasnya? Aku curiga, jangan-jangan dia memang ingin menunjukkan bahwa dia tidak takut padaku jika berada di dekat Fernan? Buktinya, sebelum kejadian di kantin kemarin, dia selalu menundukkan kepalanya saat ada di sekitarku, meski saat dia berbicara dengan temannya.
Alicia sangat mencurigakan.
Kulihat, Fernando menghela napas dengan lelah. "Nggak usah. Aku harus bilang berapa kali, sih, Al? Tujuanku bantu kamu itu bukan apa-apa, tapi biar penindasan di sekolah kita semakin berkurang." Seusai berbicara seperti itu, dia melirikku sekilas. Kurang ajar! Dia menyindirku.
Hanya saja, saat ini aku sedang dalam mood yang buruk, sehingga aku diam saja. Tak peduli dengannya yang ingin menyindirku atau apalah. Meski begitu, aku tetap melihat Fernan. Menantang dirinya melalui tatapanku. Memangnya dia kira aku bakal takut gitu?
Kulihat, tangan Alicia secara tiba-tiba menarik tangan Fernan dan berusaha meletakkan makanan yang ada di genggamannya ke atas tangan lelaki itu. Entah mengapa, saat itu juga tidak hanya Fernan membelalakkan mata karena perlakuan Alicia, tapi aku juga ikut terkejut. Untunglah, Fernan sigap menyembunyikan lagi tangannya sehingga makanan Alicia masih belum lelaki itu genggam.
"Kenapa kamu kaget gitu, Fel?" Suara dari Fikay semakin membuatku lebih kaget. Sial, kenapa aku jadi mudah kaget seperti ini?
"Nggak, nggak apa-apa," ujarku. Namun, Ghina dan Fikay justru menunjukkan raut wajah tak percaya dan sialnya lagi ... sepertinya sebentar lagi mereka akan menggodaku lagi. Haish.
Tanpa aba-aba, aku langsung berdiri dari tempatku duduk dan berjalan menuju Fernan dan Alicia. Dengan gerakan cepat, langsung kuraih saja makanan yang berada di genggaman Alicia.
"Ya udah, kalau kamu nggak mau, mending ini buat aku aja daripada debat mulu dari tadi. Panas, nih, telinga, dengerin debat kusir." Dengan santai, langsung saja aku pergi meninggalkan mereka dan berjalan keluar kantin. Melihat hal itu, Ghina dan Fikay pun buru-buru bangkit dari kursi dan berjalan mengikutiku.
Namun, belum sempat melangkah keluar kantin, makanan di genggamanku langsung diambil begitu saja. Saat aku menoleh, melihat siapa yang tiba-tiba saja mengambil makanan itu, langsung saja aku berdecak kesal.
"Eits, kalau Nando nggak mau, ya, sahabatnya dong yang dapat. Bukan kamu!" Kurang ajar, kukira Dika adalah anak yang pendiam. Rupanya seperti ini ajaran dari Fernan, huh?
Karena malas berdebat banyak, langsung saja kutinggalkan Dika. Akan tetapi, saat akan berbalik pergi, saat itu aku melihat sesuatu yang berbeda.
Alicia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
💭💭💭
Aku tau ini dah telat, tapi aku mo ngucapin. SELAMAT TAHUN BARU! Semoga di tahun ini, bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dan naskah ini juga naskah lainnya bisa cepet kelar 🤧 Aamiin ...
As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.
Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.
Have a nice day.
©Surabaya, 5 Januari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top